Punya Gaji Rp4 Juta Berhak Dapat Kemudahan Beli Rumah
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan, saat ini kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang digunakan adalah mereka yang memiliki keterbatasan daya beli dan belum memiliki rumah dengan penghasilan maksimal antara Rp4 juta dan Rp7 juta.
Dengan demikian, MBR berhak mendapatkan bantuan dan kemudahan pembiayaan perumahan untuk memiliki rumah tapak dan rumah susun.
Kriteria ini berlaku umum untuk seluruh daerah di Indonesia. Padahal biaya hidup dan standar upah minimal berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah lainnya.
Dalam pembangunan perumahan, kendala utama selain perizinan adalah ketersediaan tanah. Untuk itu, akses terhadap tanah perlu dipermudah dan tanah yang ada ada dimanfaatkan secara optimal.
"Pembangunan perumahan vertikal pun perlu didorong," ujar Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian PUPR Lana Winayanti melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (9/5/2017).
Untuk lokasi di perkotaan, didorong pembangunan perumahan di atas tanah milik negara atau tanah wakaf. Di mana, kepemilikan atas unit rumah dipisahkan dari hak atas tanah sehingga harga rumah menjadi terjangkau, sekaligus menjaga optimalisasi pemanfaatan tanah.
"Yang terpenting adalah penghuni mempunyai kepastian bermukim (security of tenure) jangka panjang. Untuk itu, konsep Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG) yang merupakan kewenangan Pemerintah Kota atau Kabupaten perlu didorong pelembagaannya," katanya.
Dengan adanya konsep pembangunan perumahan di atas tanah milik negara dan kepemilikan atas unit rumah dengan SKBG, akan mampu menjaga ketersediaan pasokan tanah, karena status tanah yang tetap menjadi milik negara.
Pemberian bantuan dan kemudahan pembiayaan perumahan yang dibutuhkan dalam mendukung operasionalisasi pemilikan unit rumah dengan SKBG juga perlu dikembangkan.
"Fasilitasi kepemilikan unit rumah lewat KPR tidak lagi dengan jaminan tanah sebagai hak tanggungan tetapi lebih kepada SKBG itu sendiri yang dijadikan jaminan utang secara fidusia," pungkas Lana.
Dengan demikian, MBR berhak mendapatkan bantuan dan kemudahan pembiayaan perumahan untuk memiliki rumah tapak dan rumah susun.
Kriteria ini berlaku umum untuk seluruh daerah di Indonesia. Padahal biaya hidup dan standar upah minimal berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah lainnya.
Dalam pembangunan perumahan, kendala utama selain perizinan adalah ketersediaan tanah. Untuk itu, akses terhadap tanah perlu dipermudah dan tanah yang ada ada dimanfaatkan secara optimal.
"Pembangunan perumahan vertikal pun perlu didorong," ujar Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian PUPR Lana Winayanti melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (9/5/2017).
Untuk lokasi di perkotaan, didorong pembangunan perumahan di atas tanah milik negara atau tanah wakaf. Di mana, kepemilikan atas unit rumah dipisahkan dari hak atas tanah sehingga harga rumah menjadi terjangkau, sekaligus menjaga optimalisasi pemanfaatan tanah.
"Yang terpenting adalah penghuni mempunyai kepastian bermukim (security of tenure) jangka panjang. Untuk itu, konsep Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG) yang merupakan kewenangan Pemerintah Kota atau Kabupaten perlu didorong pelembagaannya," katanya.
Dengan adanya konsep pembangunan perumahan di atas tanah milik negara dan kepemilikan atas unit rumah dengan SKBG, akan mampu menjaga ketersediaan pasokan tanah, karena status tanah yang tetap menjadi milik negara.
Pemberian bantuan dan kemudahan pembiayaan perumahan yang dibutuhkan dalam mendukung operasionalisasi pemilikan unit rumah dengan SKBG juga perlu dikembangkan.
"Fasilitasi kepemilikan unit rumah lewat KPR tidak lagi dengan jaminan tanah sebagai hak tanggungan tetapi lebih kepada SKBG itu sendiri yang dijadikan jaminan utang secara fidusia," pungkas Lana.
(ven)