Franky Welirang Sebut Peran OJK di Pasar Modal Sering Tabrak UU

Senin, 29 Mei 2017 - 19:31 WIB
Franky Welirang Sebut...
Franky Welirang Sebut Peran OJK di Pasar Modal Sering Tabrak UU
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Franciscus Welirang berharap, anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang baru dapat mengerti perbedaan peran institusi tersebut sebagai penguasa dan pengawas. Sebab saat ini, peran OJK kerap bertabrakan dengan undang-undang (UU).

Dia mencontohkan, PT Bursa Efek Indonesia (Tbk) merupakan perusahaan berbentuk perseroan terbatas (PT) yang memiliki pemegang saham. Namun dalam perjalanannya, semua disetir dan ditentukan oleh OJK, termasuk penentuan komisaris.

"BEI adalah PT dan memiliki pemegang saham. Tapi yang menentukan segalanya OJK. Komisarisnya ditentukan OJK, pemegang saham enggak ada kuasa," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XI DPR RI di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (29/5/2017).

Menurutnya, sikap OJK tersebut sangat berbenturan dengan UU Perseroan Terbatas, dimana seharusnya pemegang saham memiliki kewenangan untuk menentukan susunan direksi dan komisaris.

"Ada aturan OJK yang saya kira tidak sesuai UU. Kami mengharapkan anggota yang baru mengerti betul terhadap hal itu. Tidak semena-mena," imbuh pria yang akrab disapa Franky ini.

Selain itu, kata Bos Indofood ini, anggota DK OJK yang baru nanti harus mencerna dengan benar mengenai UU OJK dan UU Pasar Modal. Sebab dalam praktiknya juga sering terjadi tumpang tindih antara keduanya.

"Sebagai OJK, diharapkan jumlah investor itu bisa bertambah. Jadi lebih kondusifkan kondisi pasar modal dan mempermudah BEI melaksanakan promosi penarikan para investor dan para emiten baru. Saya kira itu yang kita harapkan," tuturnya.

Franky juga berharap, anggota DK OJK yang baru dapat menurunkan biaya emiten. Apalagi, selama ini tidak semua emiten dibebankan dengan pungutan yang sama. Hal ini dinilainya sebagai bentuk diskriminasi yang dilakukan oleh OJK.

"Tidak semua emiten masuk kategori perusahaan yang bergerak di sektor keuangan. Ada properti, manufaktur, pertambangan, perhotelan. Namun pungutan dan beban tidak berbeda. Artinya kalau sektor keuangan adalah emiten yang ada di bursa, dan sektor keuangan yang non emiten di bursa, mereka dua-duanya di pungut. Tapi bagi emiten properti, manufaktur, yang dipungut hanya yang di bursa. Yang di luar enggak. Artinya ada diskriminasi," terangnya.

Calon DK OJK yang baru, lanjutnya, diharapkan juga memiliki jaringan yang luas dengan Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan. "Calon juga harus mempunyai keberanian menerapkan law enforcement tanpa membedakan emiten, maksudnya ada emiten BUMN dan swasta," tandasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6960 seconds (0.1#10.140)