Istilah Sulit Dipahami, Pembiayaan Berbasis Syariah Jarang Dilirik
A
A
A
JAKARTA - Pengamat perbankan syariah Adiwarman Karim mengemukakan bahwa saat ini pembiayaan berbasis syariah masih belum dilirik investor atau pemilik proyek. Pasalnya, istilah yang dipakai dalam industri tersebut sulit dipahami secara luas oleh masyarakat.
Menurutnya, pemilik modal selama ini seperti alergi dengan perbankan syariah. Mereka sama-sama menahan diri agar proyeknya tidak menggunakan pembiayaan dari perbankan syariah.
"Mereka sama-sama menahan diri enggak mau pembiayaan syariah," katanya dalam acara Media Gathering PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) di Jakarta, Rabu (7/6/2017).
Selain itu, sambung dia, perbankan syariah yang ada di Tanah Air mayoritas hanya bank buku 2. Akibatnya, mereka hanya bisa masuk pada proyek yang skalanya kecil.
"Bank syariah yang ada di indonesia mostly buku 2. Cuma satu yang buku 3 yaitu Bank Syariah Mandiri. Itu pun baru, jadi buku 3 nya buku 3 tipis. Karena kebanyakan buku 2, jadi bisanya masuk proyek kecil. Enggak bisa masuk proyek infrastruktur," imbuh dia.
Oleh sebab itu, katanya, industri perbankan membutuhan sosok pemimpin (leading sector) yang dari segi permodalan dan kapasitas memadai. Sehingga, bank syariah menjadi percaya diri mendatangi pemilik proyek untuk menawarkan pembiayaan.
"Dia (perbankan syariah) perlu sosok dengan rating yang kira-kira almost sovereign. Bank syariah enggak ada yang tripple A. Sehingga bank syariah mengharapkan PT SMI bisa menjadi pemimpin (lead sindication, funded sindication) untuk bersama membiayai proyek infrastruktur," harapnya.
Jika PT SMI terjun dalam pembiayaan berbasis syariah, tambah Adi, diharapkan juga bisa menarik dana dari investor luar negeri untuk membiayai proyek infrastruktur yang ada di Indonesia. "Dengan modal dan rating yang dimiliki, akan lebih mudah menarik dana," tandasnya.
Menurutnya, pemilik modal selama ini seperti alergi dengan perbankan syariah. Mereka sama-sama menahan diri agar proyeknya tidak menggunakan pembiayaan dari perbankan syariah.
"Mereka sama-sama menahan diri enggak mau pembiayaan syariah," katanya dalam acara Media Gathering PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) di Jakarta, Rabu (7/6/2017).
Selain itu, sambung dia, perbankan syariah yang ada di Tanah Air mayoritas hanya bank buku 2. Akibatnya, mereka hanya bisa masuk pada proyek yang skalanya kecil.
"Bank syariah yang ada di indonesia mostly buku 2. Cuma satu yang buku 3 yaitu Bank Syariah Mandiri. Itu pun baru, jadi buku 3 nya buku 3 tipis. Karena kebanyakan buku 2, jadi bisanya masuk proyek kecil. Enggak bisa masuk proyek infrastruktur," imbuh dia.
Oleh sebab itu, katanya, industri perbankan membutuhan sosok pemimpin (leading sector) yang dari segi permodalan dan kapasitas memadai. Sehingga, bank syariah menjadi percaya diri mendatangi pemilik proyek untuk menawarkan pembiayaan.
"Dia (perbankan syariah) perlu sosok dengan rating yang kira-kira almost sovereign. Bank syariah enggak ada yang tripple A. Sehingga bank syariah mengharapkan PT SMI bisa menjadi pemimpin (lead sindication, funded sindication) untuk bersama membiayai proyek infrastruktur," harapnya.
Jika PT SMI terjun dalam pembiayaan berbasis syariah, tambah Adi, diharapkan juga bisa menarik dana dari investor luar negeri untuk membiayai proyek infrastruktur yang ada di Indonesia. "Dengan modal dan rating yang dimiliki, akan lebih mudah menarik dana," tandasnya.
(ven)