Menteri Susi Curiga Kasus PT Garam Hanya Jebakan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mecurigai kasus dugaan penyalahgunaan garam industri yang diimpor PT Garam (Persero), yang membuat Direktur Utama PT Garam Achmad Budiono ditangkap hanya sebuah jebakan.
Pasalnya, saat ini hanya perusahaan tersebut yang diberikan kewenangan untuk mengimpor garam konsumsi. Dalam kasus tersebut, PT Garam diduga memperdagangkan garam industri ke konsumen, dan memberikan label pada produknya yang tidak sesuai dengan isinya.
Pada kemasan garam konsumsi yang diproduksi perseroan, disebutkan bahwa garam tersebut terbuat dari bahan baku lokal, padahal garam tersebut diimpor. Selain itu, garam tersebut diduga terbuat dari bahan baku garam industri yang diimpor perseroan.
"Hanya PT Garam (yang bisa mengimpor garam konsumsi). Ini mengubah dari dulu semua orang bisa impor, sekarang jadi satu pintu untuk mengontrol. Kemudian ada kemungkinan disalahgunakan, baru kemungkinan ya karena indikasi ada permainan yang menjebak sana sini juga kelihatan sekali," katanya di Gedung KKP, Jakarta, Jumat (16/6/2017).
Mantan Bos Susi Air ini menuturkan, sebelumnya tata niaga impor garam konsumsi tidak diatur dan semua orang bisa mengimpor garam secara bebas. Namun, karena banyak permainan akhirnya tata niaganya diatur dan kini hanya PT Garam yang diperbolehkan mengimpor garam konsumsi.
Susi berpikir bahwa pembatasan impor garam konsumsi membuat para importir menjadi gerah, sehingga membuat laporan mengenai kasus PT Garam tersebut. Namun demikian, dia mengaku tidak mau berasumsi dan menyerahkan sepenuhnya kepada Bareskrim.
"Saya melihat di sini kemungkinannya banyak, yang dulu biasa impor terus comfort zone hilang terus membuat pelaporan. semua masih dalam penyidikan. Kita berharap, apa yang terjadi kalau itu spekulasi harga harus dihukum sebetulnya," tegasnya.
Pada dasarnya, garam konsumsi dan garam industri sama saja. Sebab di luar negeri tidak ada perbedaan mengenai dua hal itu, karena garam industri tetap bisa untuk dikonsumsi. Hanya saja, di Indonesia dibedakan antara garam industri dengan garam konsumsi.
"Jadi ini persoalan yang memang masih ada ambigu sana sini. Kita konsultasi dengan Bareskrim dan sebagainya, dan kita menunggu penyelidikan lebih lanjut karena kartel pangan di Indonesia luar biasa. Kita mencoba membuat suatu perbaikan supaya tidak terlalu terkartelisasi, ada konsekuensi yang terjadi seperti ini (kasus PT Garam). Ini hal yang harus kita dalami, tapi ini tidak boleh menyurutkan spirit pemerintah perbaiki tata niaga pangan," tuturnya.
Pasalnya, saat ini hanya perusahaan tersebut yang diberikan kewenangan untuk mengimpor garam konsumsi. Dalam kasus tersebut, PT Garam diduga memperdagangkan garam industri ke konsumen, dan memberikan label pada produknya yang tidak sesuai dengan isinya.
Pada kemasan garam konsumsi yang diproduksi perseroan, disebutkan bahwa garam tersebut terbuat dari bahan baku lokal, padahal garam tersebut diimpor. Selain itu, garam tersebut diduga terbuat dari bahan baku garam industri yang diimpor perseroan.
"Hanya PT Garam (yang bisa mengimpor garam konsumsi). Ini mengubah dari dulu semua orang bisa impor, sekarang jadi satu pintu untuk mengontrol. Kemudian ada kemungkinan disalahgunakan, baru kemungkinan ya karena indikasi ada permainan yang menjebak sana sini juga kelihatan sekali," katanya di Gedung KKP, Jakarta, Jumat (16/6/2017).
Mantan Bos Susi Air ini menuturkan, sebelumnya tata niaga impor garam konsumsi tidak diatur dan semua orang bisa mengimpor garam secara bebas. Namun, karena banyak permainan akhirnya tata niaganya diatur dan kini hanya PT Garam yang diperbolehkan mengimpor garam konsumsi.
Susi berpikir bahwa pembatasan impor garam konsumsi membuat para importir menjadi gerah, sehingga membuat laporan mengenai kasus PT Garam tersebut. Namun demikian, dia mengaku tidak mau berasumsi dan menyerahkan sepenuhnya kepada Bareskrim.
"Saya melihat di sini kemungkinannya banyak, yang dulu biasa impor terus comfort zone hilang terus membuat pelaporan. semua masih dalam penyidikan. Kita berharap, apa yang terjadi kalau itu spekulasi harga harus dihukum sebetulnya," tegasnya.
Pada dasarnya, garam konsumsi dan garam industri sama saja. Sebab di luar negeri tidak ada perbedaan mengenai dua hal itu, karena garam industri tetap bisa untuk dikonsumsi. Hanya saja, di Indonesia dibedakan antara garam industri dengan garam konsumsi.
"Jadi ini persoalan yang memang masih ada ambigu sana sini. Kita konsultasi dengan Bareskrim dan sebagainya, dan kita menunggu penyelidikan lebih lanjut karena kartel pangan di Indonesia luar biasa. Kita mencoba membuat suatu perbaikan supaya tidak terlalu terkartelisasi, ada konsekuensi yang terjadi seperti ini (kasus PT Garam). Ini hal yang harus kita dalami, tapi ini tidak boleh menyurutkan spirit pemerintah perbaiki tata niaga pangan," tuturnya.
(izz)