Pemerintah Ajukan Subsidi Energi dalam RAPBN-P 2017
A
A
A
JAKARTA - Dalam rapat badan anggaran yang digelar di DPR, pemerintah mengajukan kenaikan subsidi energi di dalam RAPBN-P 2017 sebesar Rp24,2 triliun. Maka, total anggaran subsidi energi dalam RAPBN-P 2017 menjadi Rp101,5 triliun dari sebelumnya Rp77,3 triliun.
Dalam rapat tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, untuk ICP, ada perubahan asumsi, dimana dalam APBN 2017 proyeksi sekira USD50 per barel. Sementara sekarang harga di USD48 per barel.
"Dengan dasar perubahan tersebut, maka dampaknya pada subsidi BBM dan LPG, yang dalam APBN awal hanya dianggarkan di Rp32,3 triliun dengan asumsi ICP tidak ada perubahan," katanya di ruang rapat Badan Anggaran, Jakarta, Kamis (13/7/2017).
Meski demikian, karena sepanjang tahun 2017 ini telah diputuskan tidak ada perubahan harga untuk BBM dan LPG, maka pemerintah menaikkan anggaran subsidi dari Rp32,3 triliun menjadi Rp51,1 triliun pada RAPBN-P.
"Kenaikan ini didasari dengan perubahan asumsi dari ICP USD50 menjadi USD48, maka postur sementara untuk subsidi BBM dan LPG akan ada koreksi sebanyak Rp900 miliar yaitu Rp50,2 triliun," ujarnya.
Anggaran tersebut, kata Sri Mulyani, terdiri dari BBM tahun ini hampir sama dengan APBN awal sekira Rp10,3 triliun dengan postur sementara di RAPBN-P menjadi Rp10,2 triliun. Untuk LPG dalam APBN awal Rp22 triliun, tapi karena tidak ada kenaikan harga LPG tahun ini, subsidi LPG meningkat Rp40,5 triliun dan di dalam postur koreksi Rp0,5 triliun atau menjadi Rp40 triliun di RAPBN-P 2017.
Artinya, subsidi LPG naik sebesar Rp18 triliun. Sementara subsidi listrik di dalam APBN awal dianggarkan Rp45 triliun. Tapi karena tidak ada penyesuaian tarif, kenaikan subsidi listrik diproyeksikan menjadi Rp52 triliun dengan ada perubahan asumsi dan 450 VA, maka postur sementara jadi Rp51 triliun. Dengan demikian, ada kenaikan Rp6 triliun dari APBN awal atau Rp1 triliun dari asumsi di RAPBN-P 2017.
"Maka, jumlah subsidi energi 2017 meningkat dari Rp77 triliun menjadi Rp101,2 triliun berdasarkan hasil postur sementara di Panja A," tutupnya.
Dalam rapat tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, untuk ICP, ada perubahan asumsi, dimana dalam APBN 2017 proyeksi sekira USD50 per barel. Sementara sekarang harga di USD48 per barel.
"Dengan dasar perubahan tersebut, maka dampaknya pada subsidi BBM dan LPG, yang dalam APBN awal hanya dianggarkan di Rp32,3 triliun dengan asumsi ICP tidak ada perubahan," katanya di ruang rapat Badan Anggaran, Jakarta, Kamis (13/7/2017).
Meski demikian, karena sepanjang tahun 2017 ini telah diputuskan tidak ada perubahan harga untuk BBM dan LPG, maka pemerintah menaikkan anggaran subsidi dari Rp32,3 triliun menjadi Rp51,1 triliun pada RAPBN-P.
"Kenaikan ini didasari dengan perubahan asumsi dari ICP USD50 menjadi USD48, maka postur sementara untuk subsidi BBM dan LPG akan ada koreksi sebanyak Rp900 miliar yaitu Rp50,2 triliun," ujarnya.
Anggaran tersebut, kata Sri Mulyani, terdiri dari BBM tahun ini hampir sama dengan APBN awal sekira Rp10,3 triliun dengan postur sementara di RAPBN-P menjadi Rp10,2 triliun. Untuk LPG dalam APBN awal Rp22 triliun, tapi karena tidak ada kenaikan harga LPG tahun ini, subsidi LPG meningkat Rp40,5 triliun dan di dalam postur koreksi Rp0,5 triliun atau menjadi Rp40 triliun di RAPBN-P 2017.
Artinya, subsidi LPG naik sebesar Rp18 triliun. Sementara subsidi listrik di dalam APBN awal dianggarkan Rp45 triliun. Tapi karena tidak ada penyesuaian tarif, kenaikan subsidi listrik diproyeksikan menjadi Rp52 triliun dengan ada perubahan asumsi dan 450 VA, maka postur sementara jadi Rp51 triliun. Dengan demikian, ada kenaikan Rp6 triliun dari APBN awal atau Rp1 triliun dari asumsi di RAPBN-P 2017.
"Maka, jumlah subsidi energi 2017 meningkat dari Rp77 triliun menjadi Rp101,2 triliun berdasarkan hasil postur sementara di Panja A," tutupnya.
(ven)