Peritel Keluhkan Turunnya Daya Beli Masyarakat
A
A
A
BANDUNG - Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Henri Hendarta menilai, tingkat konsumsi masyarakat Jawa Barat hingga minggu ketiga bulan Juli turun signifikan dibanding Juni atau Mei. Dibanding kondisi normal pada Mei lalu, penjualan di minimarket dan supermarket turun sekitar 10%-15%.
"Saya kira, kami sebagai pelaku usaha ritel yang bergerak pada sektor rill menganggap ada penurunan daya beli masyarakat pada bulan ini. Bahkan, dibandingkan kondisi normal, penjualan kami belum sebaik bulan Mei. Apalagi dibandingkan momen Ramadan dan Idul Fitri Juni lalu. Turunnya sangat jauh," kata Henri.
Penurunan daya beli masyarakat tak hanya pada kebutuhan harian, tetapi juga kebutuhan sekunder seperti pakaian. Penjualan pakaian, menurut dia, sektor yang paling terasa melambat. Walau pada pertengahan bulan sempat terjadi kenaikan penjualan pakaian sekolah, namun itu tidak menolong target penjualan hingga satu bulan.
Dia memperkirakan, turunnya daya beli pada Juli ini karena tingginya kebutuhan masyarakat untuk kebutuhan sekolah. Banyak orang tua menahan belanja kebutuhan harian untuk membayar uang sekolah dan membeli perlengkapan pendidikan. "Kebutuhan anak sekolah berpengaruh ke konsumsi. Mereka memilih menahan uangnya untuk keperluan yang lebih penting," ujar dia.
Turunnya daya beli masyarakat Jawa Barat, lanjut dia, tak hanya terjadi pada periode Juli. Peritel pun mencatat pertumbuhan negatif untuk penjualan semester I 2017. Menurut dia, mayoritas peritel mengeluhkan turunnya daya beli masyarakat yang tidak sebaik tahun lalu.
"Kami berharap akhir tahun penjualan kembali membaik. Apalagi pemerintah akan mengeluarkan beberapa paket kebijakan ekonomi, yang diharapkan berpihak kepada sektor konsumsi. Misalnya tidak menaikkan harga BBM dan tarif listrik," imbuh dia.
"Saya kira, kami sebagai pelaku usaha ritel yang bergerak pada sektor rill menganggap ada penurunan daya beli masyarakat pada bulan ini. Bahkan, dibandingkan kondisi normal, penjualan kami belum sebaik bulan Mei. Apalagi dibandingkan momen Ramadan dan Idul Fitri Juni lalu. Turunnya sangat jauh," kata Henri.
Penurunan daya beli masyarakat tak hanya pada kebutuhan harian, tetapi juga kebutuhan sekunder seperti pakaian. Penjualan pakaian, menurut dia, sektor yang paling terasa melambat. Walau pada pertengahan bulan sempat terjadi kenaikan penjualan pakaian sekolah, namun itu tidak menolong target penjualan hingga satu bulan.
Dia memperkirakan, turunnya daya beli pada Juli ini karena tingginya kebutuhan masyarakat untuk kebutuhan sekolah. Banyak orang tua menahan belanja kebutuhan harian untuk membayar uang sekolah dan membeli perlengkapan pendidikan. "Kebutuhan anak sekolah berpengaruh ke konsumsi. Mereka memilih menahan uangnya untuk keperluan yang lebih penting," ujar dia.
Turunnya daya beli masyarakat Jawa Barat, lanjut dia, tak hanya terjadi pada periode Juli. Peritel pun mencatat pertumbuhan negatif untuk penjualan semester I 2017. Menurut dia, mayoritas peritel mengeluhkan turunnya daya beli masyarakat yang tidak sebaik tahun lalu.
"Kami berharap akhir tahun penjualan kembali membaik. Apalagi pemerintah akan mengeluarkan beberapa paket kebijakan ekonomi, yang diharapkan berpihak kepada sektor konsumsi. Misalnya tidak menaikkan harga BBM dan tarif listrik," imbuh dia.
(ven)