Bank Dunia: RI Butuh Rp6.650 Triliun untuk Infrastruktur
A
A
A
JAKARTA - Bank Dunia (World Bank) menyebut Indonesia membutuhkan USD500 miliar atau sekitar Rp6.650 triliun (kurs Rp13.300/USD) dalam lima tahun ke depan, untuk menutupi kesenjangan infrastruktur. Pasalnya, kesenjangan infrastruktur di Tanah Air terbilang cukup tinggi.
(Baca Juga: Sri Mulyani Banjir Pujian dari Presiden Bank Dunia)
Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim mengungkapkan, saat ini 78% masyarakat di Indonesia belum memiliki akses terhadap pipa air, 40% masyarakat pedesaan belum memiliki akses terhadap jalan aspal. Selain itu, masih banyak masyarakat di daerah terpencil yang belum memiliki akses terhadap listrik.
"Demografi meningkat lebih cepat dibanding China dan Thailand. Sehingga tekanan terhadap infrastruktur lebih tinggi," katanya dalam acara Indonesia Infrastructure Finance Forum di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (25/7/2017).
Menurut Kim, saat ini Indonesia belum memberikan investasi yang cukup di sektor infrastruktur. Bahkan, investasi di bidang infrastruktur turun dari 78% menjadi 35%.
"Kami perkirakan Indonesia harus investasi USD500 miliar dalam lima tahun ke depan untuk menutupi kesenjangan infrastruktur. Itu berarti meningkatnya pembelanjaan infrastruktur dari 2% dari PDB menjadi 4,7% dari PDB. Dua kali lipat lebih di 2020," imbuh dia.
Sayangnya, anggaran infrastruktur dari pemerintah tidak cukup untuk menutupi kesenjangan tersebut. Sebab, pungutan pajak yang dilakukan pemerintah belum optimal, belanja belum efisien, serta batasan defisit fiskal yang hanya 3% dari PDB.
Sebab itu, Kim menilai bahwa reformasi pemungutan pajak menjadi sesuatu yang sangat penting. Mengingat, pemerintah baru memungut kurang dari 50% potensi pajak, dan rasio pajak di Indonesia yang turun dari 11,4% menjadi 10,4% terhadap PDB.
"Pemungutan pajak di Indonesia lebih rendah dari Filipina yang 13,6% sementara tantangannya sama dengan kita. Jadi kita dorong pemerintah dalam reform pajak. Saya tahu Pak Jokowi dan Ibu Sri Mulyani sangat komitmen. Kami dukung pemerintah Indonesia melakukan e-filling, data dari pihak ketiga yang bisa meningkatkan rasio pajak terhadap PDB 1,1%," tutur Kim.
(Baca Juga: Sri Mulyani Banjir Pujian dari Presiden Bank Dunia)
Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim mengungkapkan, saat ini 78% masyarakat di Indonesia belum memiliki akses terhadap pipa air, 40% masyarakat pedesaan belum memiliki akses terhadap jalan aspal. Selain itu, masih banyak masyarakat di daerah terpencil yang belum memiliki akses terhadap listrik.
"Demografi meningkat lebih cepat dibanding China dan Thailand. Sehingga tekanan terhadap infrastruktur lebih tinggi," katanya dalam acara Indonesia Infrastructure Finance Forum di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (25/7/2017).
Menurut Kim, saat ini Indonesia belum memberikan investasi yang cukup di sektor infrastruktur. Bahkan, investasi di bidang infrastruktur turun dari 78% menjadi 35%.
"Kami perkirakan Indonesia harus investasi USD500 miliar dalam lima tahun ke depan untuk menutupi kesenjangan infrastruktur. Itu berarti meningkatnya pembelanjaan infrastruktur dari 2% dari PDB menjadi 4,7% dari PDB. Dua kali lipat lebih di 2020," imbuh dia.
Sayangnya, anggaran infrastruktur dari pemerintah tidak cukup untuk menutupi kesenjangan tersebut. Sebab, pungutan pajak yang dilakukan pemerintah belum optimal, belanja belum efisien, serta batasan defisit fiskal yang hanya 3% dari PDB.
Sebab itu, Kim menilai bahwa reformasi pemungutan pajak menjadi sesuatu yang sangat penting. Mengingat, pemerintah baru memungut kurang dari 50% potensi pajak, dan rasio pajak di Indonesia yang turun dari 11,4% menjadi 10,4% terhadap PDB.
"Pemungutan pajak di Indonesia lebih rendah dari Filipina yang 13,6% sementara tantangannya sama dengan kita. Jadi kita dorong pemerintah dalam reform pajak. Saya tahu Pak Jokowi dan Ibu Sri Mulyani sangat komitmen. Kami dukung pemerintah Indonesia melakukan e-filling, data dari pihak ketiga yang bisa meningkatkan rasio pajak terhadap PDB 1,1%," tutur Kim.
(izz)