Kementerian ESDM Revisi Tiga Aturan Sektor Ketenagalistrikan

Kamis, 10 Agustus 2017 - 11:21 WIB
Kementerian ESDM Revisi Tiga Aturan Sektor Ketenagalistrikan
Kementerian ESDM Revisi Tiga Aturan Sektor Ketenagalistrikan
A A A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk merevisi tiga aturan di sektor ketenagalistrikan. Tiga aturan tersebut yaitu Permen ESDM No 10/2017 tentang Pokok-pokok dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik, Permen ESDM No 11/2017 tentang Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Tenaga Listrik, dan Permen ESDM No 12/2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Andy Noorsaman Sommeng mengungkapkan, Permen ESDM Nomor 49 tahun 2017 menjadi penyempurnan atas Permen ESDM 10/2017 tentang Pokok-Pokok Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik.

Sementara, Permen ESDM Nomor 45 tahun 2017 merupakan revisi Permen ESDM 11/20117 tentang Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Tenaga Listrik), dan Permen ESDM Nomor 50 tahun 2017 merupakan revisi kedua Permen ESDM 12/2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

"Perubahan aturan ini dilatarbelakangi oleh upaya pemerintah sebagai regulator dalam mewujudkan iklim usaha yang makin baik dengan tetap mendorong praktik efisiensi. Di samping itu, pemerintah juga terus mengusahakan harga listrik yang wajar dan terjangkau agar dapat dinikmati masyarakat," ujarnya dalam acara Coffee Morning di Gedung Ditjen Ketenagalistrikan, Jakarta, Kamis (10/8/2017).

Dia menjelaskan, revisi ini dimaksudkan untuk memberikan rambu-rambu dalam jual beli ketenagalistrikan. "Revisi Permen No 10, 11, dan perubahan kedua dari Permen No 12 akan memberikan rambu-rambu dalam jual beli tenaga listrik yang sehat, efisien dan transparan berdasarkan hak dan kewajiban masing-masing," jelas Andy.

Sementara, Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Hendra Iswahyudi menjelaskan, ketentuan mengenai risiko yang ditanggung PT PLN (Persero) dan badan usaha berupa perubahan kebijakan atau regulasi (government force majeure) dan ketentuan mengenai keadaan kahar (force majeure) berupa perubahan kebijakan atau regulasi (government force majeure) dihapus di aturan yang baru yakni dalam Permen ESDM 49/2017.

Selain itu, ada penambahan ketentuan terkait pengalihan hak, yakni pengalihan saham yang hanya dapat dilakukan kepada badan usaha satu tingkat di bawahnya dan kewajiban pelaporan kepada Menteri ESDM melalui Dirjen Ketenagalistrikan.

"Ada juga soal perubahan direksi dan komisaris, serta pengecualian ketentuan terhadap badan usaha pembangkitan tenaga listrik berbasis panas bumi yang diatur sesuai peraturan perundang undangan," tuturnya.

Selain itu, pokok-pokok revisi Permen ESDM No 11/2017 meliputi perubahan pembelian harga gas. Jika sebelumnya PLN dan Badan Usaha Penyedia Tenaga Listrik (BUPTL) dapat membeli gas dengan harga paling tinggi 11,5% ICP/MMBTU jika pembangkit tenaga listrik tidak berada di mulut sumur (wellhead), di aturan yang baru yakni Permen ESDM 45/2017, PLN/BUPTL harga paling tinggi ditetapkan sebesar 14,5% ICP di plant gate dengan syarat-syarat yang berlaku.

"Dalam Peraturan Menteri yang baru, bab mengenai jaminan sudah tidak diatur lagi," uca Hendra.

Terakhir, dalam Permen ESDM Nomor 50/2017 yang merupakan revisi kedua Permen ESDM 12/2017 antara lain diatur penambahan ketentuan mengenai Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Air Laut. Selain itu, perubahan ketentuan mengenai pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan yang hanya dilakukan melalui mekanisme pemilihan langsung.

Permen ESDM No 50/2017 juga mengatur perubahan formula harga pembelian tenaga listrik dari PLTS Fotovoltaik, PLTB, PLTBm dan PLTBg dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat sama atau di bawah rata-rata BPP Pembangkitan nasional.

Harga patokan pembelian tenaga listrik semula sebesar sama dengan BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat, menjadi ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak.

Sedangkan untuk PLTP, PLTA dan PLTSa, formula harga dilakukan secara business to business (B to B) untuk wilayah Jawa, Bali dan Sumatera dan maksimum BPP setempat untuk wilayah lainnya.

Selain itu, juga diatur penambahan ketentuan mengenai persetujuan harga, di mana semua pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan wajib mendapatkan persetujuan dari Menteri ESDM dengan menggunakan pola kerja sama Build, Own, Operate, and Transfer (BOOT), kecuali PLTSa.

"Dengan adanya perubahan beberapa regulasi ini, diharapkan tujuan utama energi berkeadilan yaitu memberikan akses energi secara merata kepada seluruh rakyat Indonesia melalui pembangunan infrastruktur sektor ESDM serta pengoptimalan potensi sumber energi setempat dengan harga yang terjangkau dan bekelanjutan dapat terwujud," jelas dia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5672 seconds (0.1#10.140)