Impor Garam Jalan Terakhir, Tata Cara Rekomendasi Dibahas
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan kebijakan impor khususnya untuk komoditas garam merupakan langkah terakhir yang bakal dilakukan pemerintah. Lebih lanjut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Oke Nurman mengutarakan tengah membahas tentang ketentuan rekomendasi perlunya impor garam.
Makanya, dibuat peraturan yang intinya ada Peraturan Menteri (Permen) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sedangkan Kemendag menyesuaikan. "Nantinya, pemahamana rekomendasinya harus diatur dan harus ada rekomendasi dari KKP. Nah, selama ini tata cara menerbitkan rekomendasi itu yang belum ada," terangnya usai mengikuti rapat pembahasan masalah garam di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Senin (28/8/2017).
(Baca Juga: Swasembada Garam Dibutuhkan 40 Ribu Ha Lahan
Ia menambahkan bila hingga saat ini pemerintah belum akan melakukan impor lagi, pasca realisasi impor garam 75 ribu ton. Diterangkan olehnya bahwa landasan kebijakan impor sebelumnya, karena memang permintaan garam tinggi ketika persediaan dalam negeri kurang sehingga membuat harga melonjak tinggi.
"Logikanya serap garam dalam negeri dulu, baru impor. Beda dengan yang sekarang karena lebih pada terjadinya anomali cuaca, produksi dalam negeri gak ada. Maka harus dipasok dari luar negeri," ungkap Oke Nurman.
Diakui, bahwa impor itu dilakukan dengan dasar melihat produksi garam dalam negeri. Kalau produksi garam sudah diserap, baru diterbitkan surat tekondasi untuk melakukan impor. Menurutnyaproduksi garam nasional sempat bagus dan surplus di tahun 2012 sampai 2015 dan bahkan sempat swasembada.
Terang dia bahkan ada sisa garam yang dipasok ke 2016, sehingga baru 2017 ini tak ada sisa lagi. "Impor jalan terakhir. Utamakan dulu kepentingan petani garam," tegasnya lagi.
Makanya, dibuat peraturan yang intinya ada Peraturan Menteri (Permen) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sedangkan Kemendag menyesuaikan. "Nantinya, pemahamana rekomendasinya harus diatur dan harus ada rekomendasi dari KKP. Nah, selama ini tata cara menerbitkan rekomendasi itu yang belum ada," terangnya usai mengikuti rapat pembahasan masalah garam di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Senin (28/8/2017).
(Baca Juga: Swasembada Garam Dibutuhkan 40 Ribu Ha Lahan
Ia menambahkan bila hingga saat ini pemerintah belum akan melakukan impor lagi, pasca realisasi impor garam 75 ribu ton. Diterangkan olehnya bahwa landasan kebijakan impor sebelumnya, karena memang permintaan garam tinggi ketika persediaan dalam negeri kurang sehingga membuat harga melonjak tinggi.
"Logikanya serap garam dalam negeri dulu, baru impor. Beda dengan yang sekarang karena lebih pada terjadinya anomali cuaca, produksi dalam negeri gak ada. Maka harus dipasok dari luar negeri," ungkap Oke Nurman.
Diakui, bahwa impor itu dilakukan dengan dasar melihat produksi garam dalam negeri. Kalau produksi garam sudah diserap, baru diterbitkan surat tekondasi untuk melakukan impor. Menurutnyaproduksi garam nasional sempat bagus dan surplus di tahun 2012 sampai 2015 dan bahkan sempat swasembada.
Terang dia bahkan ada sisa garam yang dipasok ke 2016, sehingga baru 2017 ini tak ada sisa lagi. "Impor jalan terakhir. Utamakan dulu kepentingan petani garam," tegasnya lagi.
(akr)