Lembong Khawatir Ekonomi Digital Timbulkan Ketimpangan

Selasa, 31 Oktober 2017 - 15:00 WIB
Lembong Khawatir Ekonomi Digital Timbulkan Ketimpangan
Lembong Khawatir Ekonomi Digital Timbulkan Ketimpangan
A A A
JAKARTA - Konsep ekonomi digital saat ini sudah tidak bisa dibendung lagi. Semua sektor berlomba-lomba melakukan digitalisasi terhadap produknya agar tidak tertinggal waktu. Khusus untuk ritel, keberadaan era digital menjadi suatu keharusan jika mereka masih ingin tetap hidup. Tapi sayangnya, era baru perekonomian tersebut justru masih abstrak di Indonesia.

Bukan apa-apa, belum ada aturan terkait produk digital, baik itu fintech atau e-commerce. Kenyataan ini diamini langsung oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong. "Investasi start-up dan ekonomi digital, kami masih belum bisa mengkategorikan dengan baik," ujarnya di Jakarta, Selasa (31/10/2017).

Thomas mengungkapkan, meski memiliki potensi untuk menggerakkan perekonomian, ekonomi digital juga bisa memakan korban. Dari sana akan timbul satu masalah bernama ketimpangan, sehingga harus dicermati karena bisa menjadi tantangan berat buat pemerintah.

"Dugaan saya, peranan besar dan akan semakin besar akan ada akselerasi dan akan bisa menciptakan ketimpangan baru. Tapi mudah mudahan positif. Contohnya 18 bulan terakhir hanya Alibaba saja yang investasi sekitar USD3 miliar di Asia untuk e-commerce," kata dia.

Sebelumnya, Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) menilai ada dua elemen penting yang harus segera dilakukan pemerintah dalam perkembangan digital. Dua elemen tersebut yakni, infrastruktur internet dan aplikasi.

Hary mengungkapkan, infrastruktur internet harus dikembangkan secara masif karena akan mempercepat kemajuan ekonomi bagi semua lapisan diseluruh daerah. "Aplikasi, konten, servis harus diatur, jangan sampai aplikasi, konten dan servis mengganggu sektor lain secara signifikan khususnya yang menghidupi rakyat banyak," kata Hary.

Menurut Hary, aplikasi internet akan menciptakan masalah baru yaitu peningkatan penggangguran dan oleh karenanya harus diatur. "Indonesia bukan negara Barat. Banyak masyarakat kita masih belum siap, baik secara kesejahteraan maupun pendidikan. Justru dengan adanya bonus demografi, kita perlu menciptakan lapangan kerja, bukan mengurangi lapangan kerja," ungkapnya.

Yang lebih memprihatinkan lagi, kata HT, apabila aplikasi asing yang mendominasi dan mengganggu sektor riil dan ritel yang menghidupi rakyat banyak.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4270 seconds (0.1#10.140)