Triwulan III, Harga Properti di Kota Semarang Relatif Stagnan
A
A
A
SEMARANG - Kondisi perekonomian nasional yang belum sepenuhnya pulih masih berpengaruh terhadap kondisi properti secara umum, termasuk sektor residensial di Kota Semarang.
Pada triwulan III/2017, kondisi properti residensial pasar sekunder di Kota Semarang mulai menunjukkan pergerakan yang positif tetapi nilainya masih sangat kecil, atau relatif stagnan.
Kepala Kantor Bank Indonesia (BI) Wilayah Jateng Rahmad Dwi Saputra mengatakan, transaksi yang terjadi pada triwulan III baik di segmen menengah maupun menengah atas sebagian besar masih berada di nilai penawaran yang sama dengan triwulan sebelumnya.
"Walaupun demikian, terdapat beberapa properti dengan harga penawaran turun, hal ini dilakukan agar lebih cepat terjadi transaksi jual beli properti," ujarnya, Kamis (16/11/2017).
Ia menjelaskan, harga properti residensial di pasar sekunder untuk Kota Semarang pada triwulan III/2017 mengalami kenaikan, yaitu sebesar 0,22% (qtq) atau 0,14% (yoy), masih lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Peningkatan harga rumah tertinggi secara triwulanan terjadi di wilayah Semarang Selatan sebesar 0,60% (qtq). Sementara secara tahunan, peningkatan harga rumah tertinggi terjadi di wilayah Semarang Timur sebesar 1,03% (yoy).
Menurut dia, pertumbuhan properti residensial pada triwulan III/2017 terindikasi dari meningkatnya penyaluran kredit konsumsi sebesar 8,86% (yoy). Peningkatan KPR untuk kepemilikan rumah segmen menengah dan menengah atas (rumah tinggal tipe di atas 70) menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 5,45% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,60% (yoy).
Terpisah, Wakil Ketua Bidang Pertanahan DPD REI Jateng Wibowo Tedjosukmono mengaku, meskipun secara makro ekonomi di Jawa Tengah sudah bisa dibilang sudah cukup baik, kebijakan pemerintah juga sangat mendudukung, namun, daya belinya masih cukup rendah.
Dengan masih lesunya penjualan properti, kata dia, banyak pengembang yang mengerem pembangunan. Selain itu, lanjutnya, saat ini banyak pengembang yang melakukan penyesuaian terhadap serapan pasar.
"Banyak pengembang melakukan diversifikasi produk di kelas-kelas yang pasarnya lebih tebal, yaitu hunian dengan rentang harga antara Rp300 juta hingga Rp700 juta," tuturnya.
Pada triwulan III/2017, kondisi properti residensial pasar sekunder di Kota Semarang mulai menunjukkan pergerakan yang positif tetapi nilainya masih sangat kecil, atau relatif stagnan.
Kepala Kantor Bank Indonesia (BI) Wilayah Jateng Rahmad Dwi Saputra mengatakan, transaksi yang terjadi pada triwulan III baik di segmen menengah maupun menengah atas sebagian besar masih berada di nilai penawaran yang sama dengan triwulan sebelumnya.
"Walaupun demikian, terdapat beberapa properti dengan harga penawaran turun, hal ini dilakukan agar lebih cepat terjadi transaksi jual beli properti," ujarnya, Kamis (16/11/2017).
Ia menjelaskan, harga properti residensial di pasar sekunder untuk Kota Semarang pada triwulan III/2017 mengalami kenaikan, yaitu sebesar 0,22% (qtq) atau 0,14% (yoy), masih lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Peningkatan harga rumah tertinggi secara triwulanan terjadi di wilayah Semarang Selatan sebesar 0,60% (qtq). Sementara secara tahunan, peningkatan harga rumah tertinggi terjadi di wilayah Semarang Timur sebesar 1,03% (yoy).
Menurut dia, pertumbuhan properti residensial pada triwulan III/2017 terindikasi dari meningkatnya penyaluran kredit konsumsi sebesar 8,86% (yoy). Peningkatan KPR untuk kepemilikan rumah segmen menengah dan menengah atas (rumah tinggal tipe di atas 70) menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 5,45% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,60% (yoy).
Terpisah, Wakil Ketua Bidang Pertanahan DPD REI Jateng Wibowo Tedjosukmono mengaku, meskipun secara makro ekonomi di Jawa Tengah sudah bisa dibilang sudah cukup baik, kebijakan pemerintah juga sangat mendudukung, namun, daya belinya masih cukup rendah.
Dengan masih lesunya penjualan properti, kata dia, banyak pengembang yang mengerem pembangunan. Selain itu, lanjutnya, saat ini banyak pengembang yang melakukan penyesuaian terhadap serapan pasar.
"Banyak pengembang melakukan diversifikasi produk di kelas-kelas yang pasarnya lebih tebal, yaitu hunian dengan rentang harga antara Rp300 juta hingga Rp700 juta," tuturnya.
(fjo)