Lembaga Fintech Lokal Harus Diberi Insentif
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta memberikan dukungan berupa insentif kepada lembaga keuangan digital atau financial technology (fintech) lokal agar kehadirannya dapat menyejahterakan masyarakat.
Pakar ICT dan Ekonomi Kreatif, Hasnil Fajri mengatakan, kendala perkembangan fintech di Indonesia adalah kurangnya akses modal dalam membangun usaha. Selain itu, perusahaan fintech lokal juga membutuhkan regulasi yang jelas agar bisa bersaing dengan perusahaan fintech asing.
"Karena kita menerapkan regulasi yang terbuka, perusahaan fintech manapun bisa masuk ke Indonesia. Untuk itu, dibutuhkan insentif dari pemerintah sehingga fintech lokal bisa berkembang," kata Hasnil dalam seminar Indo-Fintech bertema Memantapkan Fintech di Tahun Penuh Tantangan yang digelar KORAN SINDO dan Sindonews.com bekerja sama dengan Royal Media dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Jakarta, Rabu (15/11/2107).
Dia mengatakan, seharusnya pemerintah bisa lebih tegas dengan kehadiran fintech asing di Indonesia. Hal ini telah diterapkan Pemerintah China sehingga mampu mendorong kemajuan perusahaan fintech lokal di negara itu. Direktur Operasional dan Sistem Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fithri Hadi menyatakan, pemerintah siap mengawal perkembangan keuangan digital di Tanah Air.
Dengan adanya perkembangan teknologi, industri fintech kini mulai melebar ke seluruh sektor sehingga kemunculannya harus dikawal OJK. Menurut dia, saat ini OJK telah mengantongi sekitar 160 perusahaan fintech di Indonesia. Pihaknya akan terus mendorong perkembangan keuangan digital di Tanah Air agar bisa dimanfaatkan masyarakat.
"Dengan kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau, peran fintech dibutuhkan untuk memudahkan aktivitas ekonomi bagi seluruh masyarakat," ucapnya.
Pentingnya Inovasi
Pada kesempatan sama, Direktur Asosiasi Fintech Indonesia M Ajisatria Sulaiman mengatakan, dukungan pemerintah sangat diperlukan untuk mengembangkan fintech. Di amencontohkan, di China, dua perusahaan fintech di negara itu berhasil mencatat transaksi sebesar USD5,75 triliun. Dari role model tersebut, sejumlah lembaga keuangan digital berlomba-lomba melakukan inovasi dalam sistem pembayaran.
"Pasar uang elektronik di Indonesia terus meningkat, data transaksi BI melalui uang elektronik mencapai Rp1 triliun hanya pada Juli 2017, target sampai akhir tahun Rp10 triliun, saya yakin jumlahnya bisa mencapai Rp12 triliun," ujarnya.
Transaksi uang elektronik di Tanah Air memang sebagian besar menggunakan kartu (card base), sedangkan sisanya menggunakan aplikasi di telepon seluler (server base). Padahal, ujar dia, penggunaan kartu uang elektronik lebih mahal karena dibutuhkan infrastruktur pendukungnya. Berbeda dengan server base yang dinilai lebih efisien karena hanya membutuhkan telepon seluler.
Head of Mandiri Institute Moekti P Soejachmoen mengatakan, pemerintah telah menyosialisasikan transaksi uang elektronik kepada masyarakat melalui bantuan sosial (bansos) namun jumlahnya masih kecil. Misalnya, penerima dana bantuan siswa miskin (BSM) hanya sekitar 2% dari seluruh pelajar di Indonesia.
Pakar ICT dan Ekonomi Kreatif, Hasnil Fajri mengatakan, kendala perkembangan fintech di Indonesia adalah kurangnya akses modal dalam membangun usaha. Selain itu, perusahaan fintech lokal juga membutuhkan regulasi yang jelas agar bisa bersaing dengan perusahaan fintech asing.
"Karena kita menerapkan regulasi yang terbuka, perusahaan fintech manapun bisa masuk ke Indonesia. Untuk itu, dibutuhkan insentif dari pemerintah sehingga fintech lokal bisa berkembang," kata Hasnil dalam seminar Indo-Fintech bertema Memantapkan Fintech di Tahun Penuh Tantangan yang digelar KORAN SINDO dan Sindonews.com bekerja sama dengan Royal Media dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Jakarta, Rabu (15/11/2107).
Dia mengatakan, seharusnya pemerintah bisa lebih tegas dengan kehadiran fintech asing di Indonesia. Hal ini telah diterapkan Pemerintah China sehingga mampu mendorong kemajuan perusahaan fintech lokal di negara itu. Direktur Operasional dan Sistem Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fithri Hadi menyatakan, pemerintah siap mengawal perkembangan keuangan digital di Tanah Air.
Dengan adanya perkembangan teknologi, industri fintech kini mulai melebar ke seluruh sektor sehingga kemunculannya harus dikawal OJK. Menurut dia, saat ini OJK telah mengantongi sekitar 160 perusahaan fintech di Indonesia. Pihaknya akan terus mendorong perkembangan keuangan digital di Tanah Air agar bisa dimanfaatkan masyarakat.
"Dengan kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau, peran fintech dibutuhkan untuk memudahkan aktivitas ekonomi bagi seluruh masyarakat," ucapnya.
Pentingnya Inovasi
Pada kesempatan sama, Direktur Asosiasi Fintech Indonesia M Ajisatria Sulaiman mengatakan, dukungan pemerintah sangat diperlukan untuk mengembangkan fintech. Di amencontohkan, di China, dua perusahaan fintech di negara itu berhasil mencatat transaksi sebesar USD5,75 triliun. Dari role model tersebut, sejumlah lembaga keuangan digital berlomba-lomba melakukan inovasi dalam sistem pembayaran.
"Pasar uang elektronik di Indonesia terus meningkat, data transaksi BI melalui uang elektronik mencapai Rp1 triliun hanya pada Juli 2017, target sampai akhir tahun Rp10 triliun, saya yakin jumlahnya bisa mencapai Rp12 triliun," ujarnya.
Transaksi uang elektronik di Tanah Air memang sebagian besar menggunakan kartu (card base), sedangkan sisanya menggunakan aplikasi di telepon seluler (server base). Padahal, ujar dia, penggunaan kartu uang elektronik lebih mahal karena dibutuhkan infrastruktur pendukungnya. Berbeda dengan server base yang dinilai lebih efisien karena hanya membutuhkan telepon seluler.
Head of Mandiri Institute Moekti P Soejachmoen mengatakan, pemerintah telah menyosialisasikan transaksi uang elektronik kepada masyarakat melalui bantuan sosial (bansos) namun jumlahnya masih kecil. Misalnya, penerima dana bantuan siswa miskin (BSM) hanya sekitar 2% dari seluruh pelajar di Indonesia.
(amm)