Asosiasi Pengusaha Besi dan Baja Manfaatkan Limbah Slag

Senin, 25 Desember 2017 - 17:11 WIB
Asosiasi Pengusaha Besi dan Baja Manfaatkan Limbah Slag
Asosiasi Pengusaha Besi dan Baja Manfaatkan Limbah Slag
A A A
SURABAYA - Asosiasi pengusaha besi dan baja atau The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) akan mengoptimalkan jutaan ton limbah slag menjadi bahan material lapis fondasi dan lapis fondasi bawah, menyusul dikeluarkannya Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun ini. Slag selama ini masuk dalam kategori limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3).

Wakil Ketua IISIA, Ismail Mandry menyatakan, pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama asosiasi baja, akademisi telah melakukan penelitian bersama dalam beberapa tahun terakhir ini, slag kini sudah memiliki SNI. Yakni, SNI 8378:2017 (spesifikasi lapis fondasi dan lapis fondasi bawah).

Pihaknya yakin, keberadaan SNI ini akan menggerakan industri besi baja di Indonesia. Tercatat jumlah anggota IISIA saat ini sebanyak 143 perusahaan.

Sebanyak 47 perusahaan berada di Jawa Timur. "Peleburan baja terbanyak ada di Jatim. Kemudian Banten, Jakarta, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan," imbuhnya.

Menurut dia, di kawasan Cilegon, Jawa Barat (Jabar) terdapat sejumlah perusahaan besi baja yang menghasilkan slag mencapai 1,4 juta ton/tahun. Sedangkan di Jatim mampu menghasilkan slag hingga 600.000 ton/tahun.

Sejak industri besi baja mulai tumbuh pada 1973-an, slag hanya berhenti sebagai limbah B3. Padahal, di luar negeri seperti Korea Selatan dan Jepang slag sudah digunakan untuk pembangunan jalan raya.

"Kami tidak hanya melihat potensinya tetapi memang selama ini slag menjadi masalah karena dianggap sebagai limbah B3. Lalu, mau diapakan slag ini kalau bukan dioptimalkan dicarikan solusi supaya memiliki manfaat," terang dia.

Sementara, Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Joni Hermana mengatakan, sebagian besar limbah B3 yang dihasilkan beberapa negara di dunia dibuang ke negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Dari hasil penilaian kinerja KLHK Tahun 2015 pada periode 2014-2015 terhadap kurang lebih 2.000 industri di Indonesia, menunjukkan jumlah limbah B3 yang dikelola berkisar kurang lebih 193 juta ton.

"Jumlah ini akan terus meningkat mengingat perkembangan jumlah dan aktivitas industri yang semakin banyak," katanya.

Limbah B3 ini berasal dari berbagai bidang seperti industri, kendaraan bermotor, domestik/rumah tangga, pertambangan, rumah sakit dan laboratorium. Kegiatan pengelolaan limbah B3 ini mata rantainya cukup panjang yang melibatkan banyak pihak mulai dari penghasil limbah B3, pengangkut, pengumpul, pemanfaat, pengolah dan penimbun limbah B3.

Pemanfaatan B3 punya nilai ekonomis yang cukup tinggi dan menjanjikan, namun implementasinya memerlukan pengawasan ketat termasuk bagi perusahaan yang memiliki izin. "Ke depan, diperlukan alternatif teknologi dan tinjauan regulasi yang ada terkait pemanfaatan limbah B3 ini," terang Joni.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4793 seconds (0.1#10.140)