Kemudahan Berusaha, Pengawasan Syarat Impor Kini Setelah Pabean
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berkomitmen memperbaiki peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EODB) sesuai amanat Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) ke XV. Salah satunya dengan melakukan penggeseran pengawasan larangan dan pembatasan (lartas) impor dari border ke post border.
Artinya, pemeriksaan atas pemenuhan persyaratan impor dilakukan setelah melalui Kawasan Pabean. Perubahan ini dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang akan mulai berlaku pada 1 Februari 2018.
"Kementerian Perdagangan melakukan penggeseran pengawasan lartas dari border ke post border. Perubahan ini diharapkan dapat memperlancar proses masuk barang, terutama bahan baku penolong. Selain itu, transaksi importir menjadi lebih mudah karena dapat mencegah biaya kelebihan waktu pemakaian peti kemas (demurrage)," ungkap Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan seperti dikutip dari laman resmi Kemendag.
Sambung dia menerangkan, sebanyak 21 Peraturan Menteri Perdagangan telah disiapkan untuk mengatur perubahan tersebut. "Dari jumlah itu, 17 Permendag telah diterbitkan, 1 Permendag masih menunggu proses perundangan dari Kementerian Hukum dan HAM, serta 3 lainnya menunggu penerbitan," imbuhnya.
Dengan perubahan ini, maka dari 3.451 pos tarif (HS) yang semula pengawasannya diatur di border, menjadi hanya 809 pos tarif (HS). Persentase pergeseran yang terjadi sebesar 76,5% pos tarif (HS). Komoditas yang tercakup dalam pergeseran lartas pada 17 Permendag tersebut, antara lain besi atau baja, baja paduan dan mesin multifungsi berwarna, pelu hewa - barang berbasis sistem pendingin.
"Tidak perlu ada kekhawatiran terkait perubahan ini. Komoditas yang masuk kategori di post border didominasi dari golongan bahan baku. Sedangkan bahan pangan atau barang lainnya yang memiliki risiko tinggi dan menyangkut keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan hidup, akan tetap diperiksa melalui border," tandas Oke.
Lewat ketentuan baru ini, importir wajib membuat pernyataan secara mandiri (self declaration) secara elektronik melalui http://inatrade.kemendag.go.id yang menyatakan telah memenuhi persyaratan impor, sebelum barang impor tersebut digunakan, diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan. Dokumen persyaratan impor dan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) tersebut harus disimpan oleh importir minimal dalam jangka waktu lima tahun untuk keperluan pemeriksaan.
Pemeriksaan dan pengawasan, lanjut Oke, dapat dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan. Pemeriksaan akan dilakukan terhadap persyaratan impor dan dokumen pendukung impor lain, sedangkan pengawasan dilakukan terhadap kebenaran laporan realisasi impor, kesesuaian barang yang diimpor dengan data yang tercantum dalam Persetujuan Impor dan kepatuhan atas peraturan perundang-undangan yang terkait.
"Jika terjadi ketidaksesuaian dengan yang didaftarkan, maka importir dapat dikenakan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun pidana," tegasnya.
Selain ketentuan ini, Kementerian Peradagangan juga telah melakukan penyederhanaan dan mengharmonisasikan peraturan yang dapat memberikan kemudahan bagi industri kecil dan menengah (IKM). "Kemendag telah merevisi delapan Permendag terkait dengan impor besi/baja, baja paduan dan produk turunannya; tekstil dan produk tekstil; barang modal tidak baru; produk kehutanan; kaca lembaran; bahan baku plastik; produk tertentu; serta hewan dan produk hewan," imbuh Oke.
Berdasarkan laporan tim EODB World Bank, pada tahun 2017 Indonesia berhasil menduduki peringkat ke-91 dari 189 negara. Di tahun sebelumnya, Indonesia berada di peringkat ke-106. Sedangkan pada tahun 2018, Indonesia ditargetkan meraih peringkat ke-40.
Artinya, pemeriksaan atas pemenuhan persyaratan impor dilakukan setelah melalui Kawasan Pabean. Perubahan ini dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang akan mulai berlaku pada 1 Februari 2018.
"Kementerian Perdagangan melakukan penggeseran pengawasan lartas dari border ke post border. Perubahan ini diharapkan dapat memperlancar proses masuk barang, terutama bahan baku penolong. Selain itu, transaksi importir menjadi lebih mudah karena dapat mencegah biaya kelebihan waktu pemakaian peti kemas (demurrage)," ungkap Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan seperti dikutip dari laman resmi Kemendag.
Sambung dia menerangkan, sebanyak 21 Peraturan Menteri Perdagangan telah disiapkan untuk mengatur perubahan tersebut. "Dari jumlah itu, 17 Permendag telah diterbitkan, 1 Permendag masih menunggu proses perundangan dari Kementerian Hukum dan HAM, serta 3 lainnya menunggu penerbitan," imbuhnya.
Dengan perubahan ini, maka dari 3.451 pos tarif (HS) yang semula pengawasannya diatur di border, menjadi hanya 809 pos tarif (HS). Persentase pergeseran yang terjadi sebesar 76,5% pos tarif (HS). Komoditas yang tercakup dalam pergeseran lartas pada 17 Permendag tersebut, antara lain besi atau baja, baja paduan dan mesin multifungsi berwarna, pelu hewa - barang berbasis sistem pendingin.
"Tidak perlu ada kekhawatiran terkait perubahan ini. Komoditas yang masuk kategori di post border didominasi dari golongan bahan baku. Sedangkan bahan pangan atau barang lainnya yang memiliki risiko tinggi dan menyangkut keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan hidup, akan tetap diperiksa melalui border," tandas Oke.
Lewat ketentuan baru ini, importir wajib membuat pernyataan secara mandiri (self declaration) secara elektronik melalui http://inatrade.kemendag.go.id yang menyatakan telah memenuhi persyaratan impor, sebelum barang impor tersebut digunakan, diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan. Dokumen persyaratan impor dan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) tersebut harus disimpan oleh importir minimal dalam jangka waktu lima tahun untuk keperluan pemeriksaan.
Pemeriksaan dan pengawasan, lanjut Oke, dapat dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan. Pemeriksaan akan dilakukan terhadap persyaratan impor dan dokumen pendukung impor lain, sedangkan pengawasan dilakukan terhadap kebenaran laporan realisasi impor, kesesuaian barang yang diimpor dengan data yang tercantum dalam Persetujuan Impor dan kepatuhan atas peraturan perundang-undangan yang terkait.
"Jika terjadi ketidaksesuaian dengan yang didaftarkan, maka importir dapat dikenakan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun pidana," tegasnya.
Selain ketentuan ini, Kementerian Peradagangan juga telah melakukan penyederhanaan dan mengharmonisasikan peraturan yang dapat memberikan kemudahan bagi industri kecil dan menengah (IKM). "Kemendag telah merevisi delapan Permendag terkait dengan impor besi/baja, baja paduan dan produk turunannya; tekstil dan produk tekstil; barang modal tidak baru; produk kehutanan; kaca lembaran; bahan baku plastik; produk tertentu; serta hewan dan produk hewan," imbuh Oke.
Berdasarkan laporan tim EODB World Bank, pada tahun 2017 Indonesia berhasil menduduki peringkat ke-91 dari 189 negara. Di tahun sebelumnya, Indonesia berada di peringkat ke-106. Sedangkan pada tahun 2018, Indonesia ditargetkan meraih peringkat ke-40.
(akr)