Pemerintah Diminta Konsisten Terapkan Aturan
A
A
A
JAKARTA - Peraturan Menteri Keuangan No 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau sudah diterapkan per 1 Januari 2018. Dalam peraturan tersebut, pemerintah di antaranya telah menyederhanakan layer tarif cukai rokok secara bertahap sampai 2021. Dari 2018-2021, tarif cukai rokok disederhanakan setiap tahun berturut-turut menjadi 10, 8, 6, dan terakhir 5 layer pada 2021.
Pada 2017 lalu, tarif cukai rokok mencapai 12 layer. “Dengan adanya penyederhanaan layer, para pelakuusahaakan merasakan kemudahan. Tentu ini nantinya berpengaruh pada optimalisasi penerimaan cukai itu sendiri,” ujar pengamat ekonomi, Aviliani, di Jakarta baru-baru ini. Aviliani menekankan pentingnya konsistensi pemerintah dalam menjalankan kebijakan.
“Jangan ada perubahan ketika peraturan sudah disepakati bersama antara pemerintah dan pelaku usaha,” ucapnya.
Sementara itu, peneliti dari Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Bambang Riyanto mengatakan, penyederhanaan tarif cukai rokok juga akan mengurangi tingkat kecurangan pembayaran cukai yang dilakukan para pelaku industri.
“Struktur tarif cukai yang rumit akan menghasilkan tingkat ketidak-patuhan yang lebih tinggi. Sebaliknya, ketidakpatuhan minim terjadi ketika kondisi struktur tarif cukai sederhana,” kata Bambang.
Dia menjelaskan, hasil survei UGM tentang cukai rokok ilegal beberapa tahun lalu menunjukkan adanya ketidakpatuhan industri rokok terhadap pelekatan cukai rokok yang telah ditetapkan pemerintah. “Ini lantaran saat masih 12 layer, banyak celah penyalahgunaan akibat tarif yang rumit,” tandasnya.
Peneliti Lembaga Demografi Universitas Indonesia (UI) Abdillah Ahsan menambahkan, simplifikasi cukai rokok patut diapresiasi karena akan membuat kebijakan cukai lebih efektif. “Penyederhanaan sistem cukai akan meningkatkan keefektifan kebijakan cukai dalam pengendalian konsumsi rokok dan meningkatkan penerimaan negara,” kata Abdillah.
Dalam APBN 2018, pemerintah menargetkan penerimaan bea cukai sebesar Rp194,1 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp155 triliun atau sekitar 80,1% di antaranya berasal dari cukai. Adapun target penerimaan dari cukai produk hasil tembakau sebanyak Rp148 triliun. (Rakhmat Baihaqi)
Pada 2017 lalu, tarif cukai rokok mencapai 12 layer. “Dengan adanya penyederhanaan layer, para pelakuusahaakan merasakan kemudahan. Tentu ini nantinya berpengaruh pada optimalisasi penerimaan cukai itu sendiri,” ujar pengamat ekonomi, Aviliani, di Jakarta baru-baru ini. Aviliani menekankan pentingnya konsistensi pemerintah dalam menjalankan kebijakan.
“Jangan ada perubahan ketika peraturan sudah disepakati bersama antara pemerintah dan pelaku usaha,” ucapnya.
Sementara itu, peneliti dari Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Bambang Riyanto mengatakan, penyederhanaan tarif cukai rokok juga akan mengurangi tingkat kecurangan pembayaran cukai yang dilakukan para pelaku industri.
“Struktur tarif cukai yang rumit akan menghasilkan tingkat ketidak-patuhan yang lebih tinggi. Sebaliknya, ketidakpatuhan minim terjadi ketika kondisi struktur tarif cukai sederhana,” kata Bambang.
Dia menjelaskan, hasil survei UGM tentang cukai rokok ilegal beberapa tahun lalu menunjukkan adanya ketidakpatuhan industri rokok terhadap pelekatan cukai rokok yang telah ditetapkan pemerintah. “Ini lantaran saat masih 12 layer, banyak celah penyalahgunaan akibat tarif yang rumit,” tandasnya.
Peneliti Lembaga Demografi Universitas Indonesia (UI) Abdillah Ahsan menambahkan, simplifikasi cukai rokok patut diapresiasi karena akan membuat kebijakan cukai lebih efektif. “Penyederhanaan sistem cukai akan meningkatkan keefektifan kebijakan cukai dalam pengendalian konsumsi rokok dan meningkatkan penerimaan negara,” kata Abdillah.
Dalam APBN 2018, pemerintah menargetkan penerimaan bea cukai sebesar Rp194,1 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp155 triliun atau sekitar 80,1% di antaranya berasal dari cukai. Adapun target penerimaan dari cukai produk hasil tembakau sebanyak Rp148 triliun. (Rakhmat Baihaqi)
(nfl)