Nyaris Bunuh Diri, Zhou Qunfei Kini Jadi Perempuan Terkaya di Dunia

Kamis, 10 Mei 2018 - 06:26 WIB
Nyaris Bunuh Diri, Zhou Qunfei Kini Jadi Perempuan Terkaya di Dunia
Nyaris Bunuh Diri, Zhou Qunfei Kini Jadi Perempuan Terkaya di Dunia
A A A
"JANGAN pernah menyerah". Kata-kata penuh semangat yang tidak semua orang bisa melakoninya. Berkat sikap pantang menyerah, miliarder asal China, Zhou Qunfei dinobatkan sebagai perempuan paling kaya di dunia oleh majalah Forbes. Kekayaan bersih Zhou ditaksir mencapai USD7,4 miliar atau setara Rp104,20 triliun (kurs Rp14.081 per USD).

Berkat ketekunannya, Zhou, 48 tahun, sukses membangun kerajaan bisnis Lens Technology, perusahaan pembuat layar sentuh bagi industri smartphone seperti Apple, Samsung, dan kaca untuk kendaraan otonom Tesla. Bila ia mencapai kesuksesan seperti sekarang ini, hal itu bukan perjalanan mudah.

Melansir dari CNBC, Rabu (9/5/2018), Zhou sudah akrab dengan kesulitan sejak kanak-kanak. "Saya telah menemui banyak kesulitan dan kemunduran sebagai seorang pengusaha. Kalau saya menyerah, tidak akan ada Zhou Qunfei dan Lens Technology," ia berbagi kisah kepada CNBC Make It.

Saat masih di dalam kandungan ibunya, ayah Zhou, seorang buruh pabrik mengalami kebutaan dan kehilangan jari dalam kecelakaan di pabrik. Dan ibunya meninggal dunia saat ia menginjak usia 5 tahun. "Saya harus terus memikirkan bagaimana saya mendapatkan makanan," katanya.

Pada 1986, saat usia 16 tahun, Zhou terpaksa putus sekolah menengah atas untuk bekerja di pabrik lensa jam tangan. Di malam hari, ia mengambil kursus akuntansi untuk membangun cita-citanya menjadi pengusaha.

Pada 1993, ia menyisihkan uang HKD20.000 atau setara USD2.500 untuk mendirikan benderanya sendiri. Sebuah perusahaan lensa arloji kelas UMKM. Ia bersama ketujuh saudara kandung dan sepupunya, bekerja dan tinggal bersama di sebuah apartemen tiga kamar tidur selama empat tahun.

Dekade berikutnya, Zhou berhasil membangun pabrik yang membuat lensa jam dan mempekerjakan 1.000 orang. Namun momen gelap menghampirinya pada 2003. Setelah memenangkan kontrak dengan Motorola, saingan bisnisnya Bai En--perusahaan awal tempatnya bekerja cemburu dan melakukan konspirasi untuk menjatuhkannya.

"Perusahaan itu bekerja sama dengan pemasok bahan mentah dan mencoba mengeluarkan saya dari bisnis ini". Sang pemasok lantas melanggar norma industri dan menuntut pembayaran penuh sebelum mengirim bahan apa pun.

Zhou terpaksa menjual rumahnya dan barang berharga lainnya demi memenuhi permintaan pemasok. Tapi hal itu masih belum cukup. Ia pun harus memenuhi sejumlah gugatan.

Kalut, Zhou pun sempat putus asa. "Aku berdiri di peron Stasiun Hung Hom di Hong Kong, hampir melompat untuk bunuh diri. Berpikir bahwa ketika aku pergi, semua masalah juga hilang".

Namun ia diselamatkan oleh dering telepon dari putrinya, yang menariknya kembali ke kenyataan. "Saya menyadari bahwa berjuang untuk keluarga dan karyawan saya, saya tidak boleh menyerah. Saya harus melanjutkan," ceritanya.

Lantas Zhou bangkit dari kekalutan, dan mengirim surat elektronik ke Motorola untuk meminta keringanan. Dia akhirnya bisa mengatasi krisis. Pada Maret 2015, Lens Technology melakukan penawaran umum perdana saham (IPO) di Bursa Efek Shenzhen. Hari ini, perusahaannya memiliki aset USD11,4 miliar atau Rp160,52 triliun dengan lebih dari 82.000 karyawan di seluruh China.

Zhou pun memberikan wejangan suksesnya. "Banyak orang akan mengalami pukulan serius yang berdampak kepada kepercayaan diri mereka ketika menghadapi kemunduran. Tetapi kunci keberhasilan adalah bertahan, terutama di masa-masa paling sulit".

Kalangan industri di China memanggilnya dengan julukan "Brother Fei", mereka mengatakan Zhou memiliki ketangguhan seorang pria. Bahkan beberapa orang mengatakan dia lebih tangguh.

Untuk menularkan semangat pantang menyerahnya, ia pernah membawa 20 eksekutif China dalam latihan membangun tim dengan mendaki Gunung Dawei di China yang memiliki ketinggian 5.000 kaki di atas permukaan laut. Beberapa dari mereka ingin menyerah ketika belum sampai puncak. Namun, Zhou bersikeras bahwa mereka tidak boleh berhenti dan terus bergerak.

"Karena ketika Anda menyerah di tengah jalan, Anda tidak akan memiliki keberanian untuk kembali dan memulai dari bawah lagi. Hanya ketika kita bertahan, kita bisa berhasil. Jangan menyerah karena kemunduran kecil," tukasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5568 seconds (0.1#10.140)