8.000 Pekerja Perusahaan Telekomunikasi Terbesar Australia di PHK
A
A
A
SYDNEY - Telstra yang merupakan perusahaan telekomunikasi terbesar di Australia berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 8.000 tenaga kerja. Pengurangan seperempat dari total tenaga kerja Telstra, merupakan upaya perusahaan untuk memangkas pengeluaran.
Seperti dilansir BBC, Rabu (20/6/2018) perusahaan juga sedang berjuang mengurangi satu dari empat posisi eksekutif dan manajemen dalam tiga hingga empat tahun ke depan. Kabar ini menjadi yang terbaru dalam serangkaian pemangkasan pekerja yang dilakukan Telstra dalam beberapa tahun terakhir.
Telstra dikabarkan juga bakal menjual aset mereka senilai USD2 miliar pada tahun 2020, ketika keuntungan perusahaan diperkirakan bakal jatuh tahun ini hingga Juni 2019, mendatang. Pada perdagangan bursa hari ini di Sydney, saham Telstra ditutup lebih rendah 4,8% pada posisi USD2,77.
Ketika persaingan di sektor telekomunikasi Australia meningkat, Telstra telah mendapat tekanan yang meningkat untuk mendorong penawaran mobile serta broadband dan menahan penurunan dalam sahamnya. Kondisi tersebut membuat perusahaan bakal memisahkan unit bisnis infrastruktur milik mereka di masa depan.
Disebutkan juga Telstra merencanakan mengurangi pengeluaran perusahaan hingga sebesar USD1 miliar, sehingga totalnya menjadi USD2,5 milyar hingga tahun 2022. Chief Executive Andy Penn melakukan pembelaan bahwa PHK dilakukan dengan alasan bahwa persaingan dengan Optus dan Vodafone menuntut "sikap berani".
"Kami harus melakukan ini ketika industri berada pada titik kritis. Kami memahami dampaknya terhadap karyawan dan setelah membuat keputusan tentang perubahan tertentu, kami berkomitmen untuk berbicara dengan staf yang terkena dampak terlebih dahulu dan memastikan mendukung mereka selama periode ini," paparnya.
Sementara Michael McCarthy dari CMC Markets mengatakan, rencana restrukturisasi mungkin tidak cukup menyenangkan bagi investor di Telstra, yang harga sahamnya hampir menyusut setengahnya pada tahun lalu. "Beberapa investor berpikir Telstra membutuhkan operasi radikal, dan kemungkinan melihat tindakan hari ini sebagai Band-Aids," katanya.
Seperti dilansir BBC, Rabu (20/6/2018) perusahaan juga sedang berjuang mengurangi satu dari empat posisi eksekutif dan manajemen dalam tiga hingga empat tahun ke depan. Kabar ini menjadi yang terbaru dalam serangkaian pemangkasan pekerja yang dilakukan Telstra dalam beberapa tahun terakhir.
Telstra dikabarkan juga bakal menjual aset mereka senilai USD2 miliar pada tahun 2020, ketika keuntungan perusahaan diperkirakan bakal jatuh tahun ini hingga Juni 2019, mendatang. Pada perdagangan bursa hari ini di Sydney, saham Telstra ditutup lebih rendah 4,8% pada posisi USD2,77.
Ketika persaingan di sektor telekomunikasi Australia meningkat, Telstra telah mendapat tekanan yang meningkat untuk mendorong penawaran mobile serta broadband dan menahan penurunan dalam sahamnya. Kondisi tersebut membuat perusahaan bakal memisahkan unit bisnis infrastruktur milik mereka di masa depan.
Disebutkan juga Telstra merencanakan mengurangi pengeluaran perusahaan hingga sebesar USD1 miliar, sehingga totalnya menjadi USD2,5 milyar hingga tahun 2022. Chief Executive Andy Penn melakukan pembelaan bahwa PHK dilakukan dengan alasan bahwa persaingan dengan Optus dan Vodafone menuntut "sikap berani".
"Kami harus melakukan ini ketika industri berada pada titik kritis. Kami memahami dampaknya terhadap karyawan dan setelah membuat keputusan tentang perubahan tertentu, kami berkomitmen untuk berbicara dengan staf yang terkena dampak terlebih dahulu dan memastikan mendukung mereka selama periode ini," paparnya.
Sementara Michael McCarthy dari CMC Markets mengatakan, rencana restrukturisasi mungkin tidak cukup menyenangkan bagi investor di Telstra, yang harga sahamnya hampir menyusut setengahnya pada tahun lalu. "Beberapa investor berpikir Telstra membutuhkan operasi radikal, dan kemungkinan melihat tindakan hari ini sebagai Band-Aids," katanya.
(akr)