Ekspor Perhiasan Jatim Menurun Sepanjang Periode Januari-Mei
A
A
A
SURABAYA - Perhiasan yang selama ini menjadi penyumbang terbesar ekspor Jawa Timur (Jatim), bulan lalu tercatat USD202,19 juta atau turun 22,63% dibanding bulan sebelumnya sebesar USD261,33 juta. Secara kumulatif Januari-Mei 2018, ekspor perhiasan juga turun 4,5% menjadi USD1,3 miliar dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar USD1,4 miliar.
Penurunan ekspor itu lebih disebabkan oleh turunnya volume ekspor dari 171.000 kilogram (kg) pada April 2018 menjadi hanya 118.000 kg pada Mei 2018. Selain karena volume ekspor yang melambat, penurunan kinerja ekspor perhiasan ini juga akibat industri perhiasan di Jatim masih dalam proses produksi. “Ini terlihat dari volume impor bahan baku perhiasan ke Jatim yang juga meningkat,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, Teguh Pramono.
Meski mengalami penurunan tajam, imbuh Teguh, komoditas perhiasan masih menjadi penyokong utama kinerja ekspor non migas Jatim. Selain perhiasan permata juga ada kayu dan batang dari kayu yang menyumbang ekspor kita yakni sebesar USD132,97 juta serta lemak dan nabati USD114,85 juta.
“Secara umum, kinerja ekspor pada Mei 2018 mencapai USD1,82 miliar atau naik 11,12% dibanding April 2018. Tujuan ekspor tersebut kebanyakan ke Jepang, Amerika Serikat, China serta negara-negara Asean dan Uni Eropa,” paparnya.
Dari total nilai ekspor tersebut, non migas Mei 2018 mencapai USD1,68 miliar, naik 6,79% dibandingkan April 2018. Nilai tersebut dibanding Mei 2017 naik sebesar 5,91%. Ekspor migas Mei 2018 mencapai USD140,57 juta atau naik 115,49% dibanding April 2018.
Secara kumulatif ekspor Januari-Mei 2018 sebesar USD8,53 miliar, naik 6,98% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya USD7,97 miliar. “Ekspor nonmigas ke ASEAN mencapai USD1,69 miliar. Sementara ke Uni Eropa mencapai USD703,40 juta,” ujar Teguh.
Sementara itu, Gubernur Jatim Soekarwo mengklaim ekspor perhiasan Jatim berkontribusi sekitar 50% dari total ekspor perhiasan secara nasional. Produk perhiasan dan permata Jatim, kata dia, diminati pasar internasional karena model dan desainnya yang menarik.
Selain juga karena batu permata, batu safir dari Papua, dan batu Pacitan makin diminati pasar ekspor. “Daya beli yang terus meningkat membuat industry perhiasaan bisa berkembang. Perhiasaan tidak hanya untuk gaya hidup tapi juga investasi,” katanya.
Dia menambahkan, untuk menggenjot kinerja ekspor, Jatim berupaya menjajaki pasar baru di antaranya, India, Sri Lanka dan juga Nigeria. Orang nomor satu Jatim itu mengakui negara-negara tersebut menggemari perhiasan, terutama emas. Namun yang masuk ke Negara mereka kualitasnya kurang bagus. Sehingga menjadi peluang bagi Jatim mengembangkan ekspornya. “Selain kualitas perhiasaan yang diperbaiki, desain-desainnya juga harus menarik agar mampu bersaing,” pungkasnya.
Penurunan ekspor itu lebih disebabkan oleh turunnya volume ekspor dari 171.000 kilogram (kg) pada April 2018 menjadi hanya 118.000 kg pada Mei 2018. Selain karena volume ekspor yang melambat, penurunan kinerja ekspor perhiasan ini juga akibat industri perhiasan di Jatim masih dalam proses produksi. “Ini terlihat dari volume impor bahan baku perhiasan ke Jatim yang juga meningkat,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, Teguh Pramono.
Meski mengalami penurunan tajam, imbuh Teguh, komoditas perhiasan masih menjadi penyokong utama kinerja ekspor non migas Jatim. Selain perhiasan permata juga ada kayu dan batang dari kayu yang menyumbang ekspor kita yakni sebesar USD132,97 juta serta lemak dan nabati USD114,85 juta.
“Secara umum, kinerja ekspor pada Mei 2018 mencapai USD1,82 miliar atau naik 11,12% dibanding April 2018. Tujuan ekspor tersebut kebanyakan ke Jepang, Amerika Serikat, China serta negara-negara Asean dan Uni Eropa,” paparnya.
Dari total nilai ekspor tersebut, non migas Mei 2018 mencapai USD1,68 miliar, naik 6,79% dibandingkan April 2018. Nilai tersebut dibanding Mei 2017 naik sebesar 5,91%. Ekspor migas Mei 2018 mencapai USD140,57 juta atau naik 115,49% dibanding April 2018.
Secara kumulatif ekspor Januari-Mei 2018 sebesar USD8,53 miliar, naik 6,98% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya USD7,97 miliar. “Ekspor nonmigas ke ASEAN mencapai USD1,69 miliar. Sementara ke Uni Eropa mencapai USD703,40 juta,” ujar Teguh.
Sementara itu, Gubernur Jatim Soekarwo mengklaim ekspor perhiasan Jatim berkontribusi sekitar 50% dari total ekspor perhiasan secara nasional. Produk perhiasan dan permata Jatim, kata dia, diminati pasar internasional karena model dan desainnya yang menarik.
Selain juga karena batu permata, batu safir dari Papua, dan batu Pacitan makin diminati pasar ekspor. “Daya beli yang terus meningkat membuat industry perhiasaan bisa berkembang. Perhiasaan tidak hanya untuk gaya hidup tapi juga investasi,” katanya.
Dia menambahkan, untuk menggenjot kinerja ekspor, Jatim berupaya menjajaki pasar baru di antaranya, India, Sri Lanka dan juga Nigeria. Orang nomor satu Jatim itu mengakui negara-negara tersebut menggemari perhiasan, terutama emas. Namun yang masuk ke Negara mereka kualitasnya kurang bagus. Sehingga menjadi peluang bagi Jatim mengembangkan ekspornya. “Selain kualitas perhiasaan yang diperbaiki, desain-desainnya juga harus menarik agar mampu bersaing,” pungkasnya.
(akr)