Sistem Keuangan Tetap Terjaga di Triwulan II 2018

Selasa, 31 Juli 2018 - 22:05 WIB
Sistem Keuangan Tetap Terjaga di Triwulan II 2018
Sistem Keuangan Tetap Terjaga di Triwulan II 2018
A A A
JAKARTA - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyimpulkan bahwa stabilitas sistem keuangan tetap terjaga di tengah meningkatnya tekanan global pada triwulan II/2018. KSSK memandang bahwa kondisi fundamental serta stabilitas perekonomian dan sistem keuangan masih terjaga.

Hal ini ditunjukkan oleh tingkat inflasi yang terjaga, likuiditas sistem keuangan yang mencukupi, cadangan devisa yang masih memadai, tingkat defisit APBN yang terkendali dan surplus keseimbangan primer. Ditambah kinerja perbankan yang membaik, sebagaimana tercermin dari peningkatan pertumbuhan kredit dengan tingkat risiko kredit yang terkendali, serta permodalan dan likuiditas perbankan yang kuat.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, KSSK mencermati adanya tekanan pada nilai tukar dan SBN terutama yang berasal dari ekspektasi lanjutan kenaikan Fed Funds Rate dan sentimen dari perang dagang antara pemerintah Amerika Serikat (AS) dan mitra dagang utamanya.

"Dari sisi domestik, menjaga keseimbangan antara defisit transaksi berjalan dan pertumbuhan ekonomi, serta mengantisipasi perkembangan kondisi politik," ujarnya di Jakarta, Selasa (31/7/2018).

Sri Mulyani memaparkan, di bidang fiskal, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus meningkatkan kinerja APBN baik dari sisi pendapatan negara, belanja negara maupun pembiayaan anggaran. Hingga semester I/2018, pendapatan negara dan hibah mencapai 44% dari target APBN 2018, lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 41,5%.

"Capaian tersebut ditopang oleh penerimaan perpajakan yang tumbuh 14% year on year (yoy) dibandingkan semester I/2017. Sementara itu, realisasi belanja negara mencapai 42,5% dari target APBN 2018, lebih tinggi dibandingkan 41,9% pada periode yang sama tahun 2017," paparnya.

Sementara kualitas belanja akan difokuskan untuk menjaga momentum pertumbuhan dan memperkuat pondasi ekonomi. Defisit anggaran tercatat sebesar 0,74% terhadap PDB, lebih rendah dibandingkan defisit sebesar 1,29% terhadap PDB pada tahun sebelumnya.

Dengan demikian, di akhir semester I/2018 keseimbangan primer tercatat surplus sebesar Rp10 triiun, lebih baik dibandingkan defisit sebesar Rp66,8 triliun pada semester I/2017. Memperhatikan kinerja anggaran tersebut serta perkembangan asumsi makro hingga saat ini, defisit pada akhir tahun 2018 diperkirakan 2,12% terhadap PDB, lebih rendah dari target APBN 2018 sebesar 2,19%.

"KSSK akan terus memantau perkembangan eksternal maupun dari ketahanan masing-masing pelaku ekonomi di Indonesia. Dari sisi pemantauan, risiko bersumber dari spillover kenaikan lanjutan Fed Funds Rate dan perang dagang antara AS dan mitra dagang utamanya," jelas Sri Mulyani.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, di bidang moneter, BI memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial dalam menjaga daya tarik pasar keuangan domestik sekaligus menjaga momentum pemulihan ekonomi. "Suku bunga kebijakan BI 7-day Reverse Repo Rate dinaikkan sebesar 50 bps menjadi 5,25% pada 29 Juni 2018. Sementara pelonggaran kebijakan Loan to Value Ratio (LTV) dilakukan untuk mendorong sektor perumahan," ungkapnya.

BI juga terus melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar. "Rupiah saat ini tercatat Rp14.420 per dolar AS atau melemah 6% year to date, lebih rendah dibandingkan pelemahan mata uang negara berkembang lainnya seperti Filipina, India, Afrika Selatan, Brazil, dan Turki," tuturnya.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menambahkan, OJK mencermati tekanan eksternal yang terjadi berpengaruh terhadap kinerja pasar keuangan domestik. IHSG sampai dengan akhir triwulan II/2018 secara umum mengalami pelemahan yang diiringi dengan aksi jual non-residen. Sementara itu, kinerja intermediasi sektor jasa keuangan secara umum mengalami moderasi walau masih terjaga.

"Dari sisi risiko, OJK menilai risiko yang dihadapi lembaga jasa keuangan masih berada pada level yang manageable. Rasio Non­ Performing Loan (NPL) gross perbankan posisi Juni 2018 tercatat sebesar 2,67% turun dari posisi Mei (2,79%) dan rasio Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 3,15% sedikit meningkat dari posisi Mei (3,12%)," ujarnya.

Sementara itu, permodalan lembaga jasa keuangan (LJK) juga terjaga dengan CAR perbankan sebesar 21,9%, sedikit menurun dari posisi Mei (22,2%), namun jauh di atas threshold. Risk based Capital (RBC) asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 333% dan 455%, naik dari posisi Mei yang tercatat masing-masing sebesar 319% dan 44 2%.

Kondisi likuiditas di perbankan juga masih memadai. Ekses likuiditas di perbankan per 18 Juli 2018 sebesar Rp539,9 triliun, yang ditunjukkan oleh alat likuid yang dimiliki perbankan, dinilai masih cukup untuk mendukung pertumbuhan.

Angka pertumbuhan kredit pada posisi Juni 2018 tumbuh sebesar 10,75% yoy lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya 7,75% yoy. Di pasar modal, penghimpunan dana sampai dengan Juni 2018 mencapai Rp108 triliun. Emiten baru tercatat sebanyak 31 perusahaan yang jauh lebih besar dibanding posisi Januari - Mei 2018 sebesar 18 perusahaan. Total dana kelolaan investasi hingga Juni 2018 mencapai Rp706,2 triliun dibandingkan Juni 2017 sebesar Rp685,8 triliun.

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah mengatakan, LPS akan terus mengamati tren yang terjadi pada wholesale funding perbankan dan terbuka untuk terus melakukan penyesuaian terhadap tingkat bunga penjaminan sesuai dengan perkembangan tingkat bunga simpanan perbankan dan hasil evaluasi atas kondisi SSK.

"Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional pada Juni menunjukkan kenaikan menjadi 6,99% dibandingkan Mei 6,47% dalam konteks cakupan penjaminan LPS. 99,9% rekening yang ada di perbankan masuk LPS. Dari sisi nilai, 52,7% dijamin LPS. LPS mencermati adanya perlambatan pertumbuhan DPK terutama Rp2 miliar ke atas karena adanya penarikan dana korporasi masyarakat dan pemerintah serta penarikan dana karena adanya event keagamaan," jelasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6327 seconds (0.1#10.140)