Konflik Dagang, Dolar AS Pukul Saham China dan Euro

Selasa, 07 Agustus 2018 - 06:01 WIB
Konflik Dagang, Dolar...
Konflik Dagang, Dolar AS Pukul Saham China dan Euro
A A A
NEW YORK - Dolar Amerika Serikat (USD) kembali menguat pada perdagangan hari ini, merupakan penguatan dua pekan berturut-turut. Investor menilai retorika perang dagang antara AS dengan China akan terus meningkatkan greenback--julukan dolar AS--karena Negeri Abang Sam memiliki fundamental ekonomi yang kuat.

Melansir Reuters, Selasa (7/8/2018), Republik Rakyat China mulai membalas tamparan tarif yang dilakukan pemerintahan Trump. China mengusulkan tarif balasan atas impor barang-barang AS senilai USD60 miliar, mulai dari gas alam cair dan pesawat. Tarif balasan ini, kata diplomat senior China, setelah mereka meragukan adanya pembicaraan positif antara Beijing dengan Washington untuk menyelesaikan konflik dagang.

Kendati China mempertimbangkan untuk melakukan tarif balasan, para ekonom melihat konflik dagang ini justru bermanfaat bagi USD. Karena fundamental ekonomi AS sedang mumpuni dan proteksionisme bisa mempersempit defisit perdagangan AS dengan China.

"Ketegangan perdagangan sangat positif bagi dolar. Jadi saya kira konflik dagang ini telah berkontribusi terhadap kenaikan dolar hari ini," ujar Erik Nelson, ahli strategi mata uang di Wells Fargo di New York.

Terhadap enam mata uang utama, indeks USD diperdagangkan naik 0,24% menjadi 95,37. Nilai ini menjadi yang tertinggi mendekati puncak setahun lalu, yaitu 19 Juli dengan nilai 95,622.

Dan menguatnya USD terhadap mata uang negara-negara berkembang ditambah adanya konflik dagang, kata investor, akan semakin memukul ekonomi negara-negara berkembang yang banyak tergantung kepada impor.

Menguatnya USD juga telah menggebuk pasar saham China yang merosot hampir 2% pada penutupan perdagangan Senin kemarin. Karena perusahaan-perusahaan China jadi sulit untuk mengekspor. Mengutip dari CNBC, J.P. Morgan menyatakan pasar saham China tidak akan rebound sampai perang dagang diselesaikan.

Perusahaan tersebut memprediksi tingkat pertumbuhan PDB China akan melambat menjadi 6,3% pada paruh kedua tahun 2018 versus pertumbuhan 6,8% pada semester pertama tahun ini.

Kenaikan USD juga akibat data pesanan industri Jerman yang turun lebih dari perkiraan. Merupakan hal terendah dalam satu setengah tahun. Sehingga mata uang euro turun 0,11% menjadi USD1,1554. Poundsterling Inggris juga merosot ke level terendah 11 bulan karena tidak adanya pembicaraan yang apik soal Brexit, sehingga memicu kekhawatiran Inggris akan "crash" dari Uni Eropa tanpa adanya perjanjian perdagangan yang aman.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8700 seconds (0.1#10.140)