Ini Langkah Pemerintah Menghadapi Tekanan Ekonomi Global
A
A
A
NUSA DUA - Pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) terus meningkatkan koordinasi dan komunikasi dalam menyiapkan berbagai kebijakan yang diperlukan dalam menghadapi tekanan ekonomi global. Pemerintah, BI dan OJK telah menerbitkan bauran kebijakan jangka pendek dan menengah serta terus memantau perkembangan ekonomi yang terjadi.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengurangi impor seperti dengan menerapkan biodiesel B20, peningkatan PPh impor, kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dan ekspansi KUR ke sektor pariwisata.
Sementara Bank Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti meningkatkan suku bunga acuan BI menjadi 5,75%, serta menyediakan FX swap dengan rate yang kompetitif, dan domestik NDF Non-deliverable forwards (NDF).
"OJK juga telah mengeluarkan berbagai insentif kepada perbankan untuk pembiayaan kepada industri berorientasi ekspor dan industri barang substitusi impor, serta industri pariwisata. Termasuk di dalamnya revitalisasi LPEI, dan fasilitas pembiayaan pasar modal untuk 10 tempat wisata baru," ujar Wimboh dalam Seminar Navigating Indonesia's Economy in The Global Uncertainties di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018).
Dia melanjutkan, sektor jasa keuangan juga perlu bersiap diri menghadapi tekanan ekonomi global, karena meningkatnya suku bunga global berpotensi diikuti oleh kenaikan suku bunga domestik.
Menurutnya, bank dan perusahaan pembiayaan perlu mengerahkan usaha ekstra untuk melakukan efisiensi. "Sampai taraf tertentu hal ini akan mengurangi dampak kenaikan suku bunga pinjaman yang sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi," papar dia.
Selain itu, OJK juga akan terus mempromosikan pendalaman pasar keuangan dengan meningkatkan sisi suplai dari sisi permintaan, serta infrastruktur yang mendukung. Melalui kerjasama yang baik dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, OJK telah menetapkan strategi nasional pendalaman pasar keuangan.
"Dengan ini saya berharap pasar keuangan kita akan tumbuh kuat dan mengurangi ketergantungan aliran modal asing," imbuhnya.
Menurutnya, kondisi Industri jasa keuangan saat ini sangat solid, yang didukung dengan data pemodalan yang cukup kuat, likuiditas yang baik, dan tingkat risiko yang terkendali.
Rasio kecukupan modal perbankan terjaga di level 23%. Sementara intermediasi sektor jasa keuangan menunjukkan tren yang meningkat dimana pertumbuhan kredit perbankan tercatat sebesar 12,12% yoy dengan rasio Non Performing Loan (NPL) yang cukup rendah yaitu sebesar 2,74%.
Pertumbuhan piutang perusahaan pembiayaan pun cukup baik yaitu bertumbuh 5,82% dengan Non Performing Financing (NPF) sebesar 3,11%. "Kami terus memonitor dan mengevaluasi perkembangan risiko kredit baik perbankan maupun perusahaan pembiayaan untuk mencegah terjadinya krisis di sektor jasa keuangan," beber dia.
Kepala Departemen Internasional BI Doddi Zuverdi menuturkan, kondisi saat ini bahwa mindset eluruh bank sentral sedang menghadapi begitu banyak ketidakpastian menuntut adaptasi. "Kuncinya kemampuan adalah kemauan adaptasi penyesuaian terhadap perubahan," ungkap Dody.
Dia menuturkan, perubahan nilai tukar akan terus berlangsung. Maka dari itu yang harus dilakukan bukan memaksakan diri untuk menahan nilai tukar pada level berapapun, melainkan melakukan penyesuain diantaranya pertama penyesuaian terhadap fundamental.
Kedua, bagaimana membuat semua pelaku ekonomi terutama sektor keuangan dan masyarakat yang punya kewajiban valas membuat mereka memiliki mitigasi terhadap nilai tukar.
"Beberapa tahun terakhir kita terus mendorong hedging atau lindung nilai bikin instrumen lebih banyak. Jadi bukan berapa nilai tukar yang harus dijaga. Tetapi bagaimana memperkuat kemampuan menyesuaikan diri terhadap pergerakan nilai tukar," imbuhnya.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengurangi impor seperti dengan menerapkan biodiesel B20, peningkatan PPh impor, kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dan ekspansi KUR ke sektor pariwisata.
Sementara Bank Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti meningkatkan suku bunga acuan BI menjadi 5,75%, serta menyediakan FX swap dengan rate yang kompetitif, dan domestik NDF Non-deliverable forwards (NDF).
"OJK juga telah mengeluarkan berbagai insentif kepada perbankan untuk pembiayaan kepada industri berorientasi ekspor dan industri barang substitusi impor, serta industri pariwisata. Termasuk di dalamnya revitalisasi LPEI, dan fasilitas pembiayaan pasar modal untuk 10 tempat wisata baru," ujar Wimboh dalam Seminar Navigating Indonesia's Economy in The Global Uncertainties di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018).
Dia melanjutkan, sektor jasa keuangan juga perlu bersiap diri menghadapi tekanan ekonomi global, karena meningkatnya suku bunga global berpotensi diikuti oleh kenaikan suku bunga domestik.
Menurutnya, bank dan perusahaan pembiayaan perlu mengerahkan usaha ekstra untuk melakukan efisiensi. "Sampai taraf tertentu hal ini akan mengurangi dampak kenaikan suku bunga pinjaman yang sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi," papar dia.
Selain itu, OJK juga akan terus mempromosikan pendalaman pasar keuangan dengan meningkatkan sisi suplai dari sisi permintaan, serta infrastruktur yang mendukung. Melalui kerjasama yang baik dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, OJK telah menetapkan strategi nasional pendalaman pasar keuangan.
"Dengan ini saya berharap pasar keuangan kita akan tumbuh kuat dan mengurangi ketergantungan aliran modal asing," imbuhnya.
Menurutnya, kondisi Industri jasa keuangan saat ini sangat solid, yang didukung dengan data pemodalan yang cukup kuat, likuiditas yang baik, dan tingkat risiko yang terkendali.
Rasio kecukupan modal perbankan terjaga di level 23%. Sementara intermediasi sektor jasa keuangan menunjukkan tren yang meningkat dimana pertumbuhan kredit perbankan tercatat sebesar 12,12% yoy dengan rasio Non Performing Loan (NPL) yang cukup rendah yaitu sebesar 2,74%.
Pertumbuhan piutang perusahaan pembiayaan pun cukup baik yaitu bertumbuh 5,82% dengan Non Performing Financing (NPF) sebesar 3,11%. "Kami terus memonitor dan mengevaluasi perkembangan risiko kredit baik perbankan maupun perusahaan pembiayaan untuk mencegah terjadinya krisis di sektor jasa keuangan," beber dia.
Kepala Departemen Internasional BI Doddi Zuverdi menuturkan, kondisi saat ini bahwa mindset eluruh bank sentral sedang menghadapi begitu banyak ketidakpastian menuntut adaptasi. "Kuncinya kemampuan adalah kemauan adaptasi penyesuaian terhadap perubahan," ungkap Dody.
Dia menuturkan, perubahan nilai tukar akan terus berlangsung. Maka dari itu yang harus dilakukan bukan memaksakan diri untuk menahan nilai tukar pada level berapapun, melainkan melakukan penyesuain diantaranya pertama penyesuaian terhadap fundamental.
Kedua, bagaimana membuat semua pelaku ekonomi terutama sektor keuangan dan masyarakat yang punya kewajiban valas membuat mereka memiliki mitigasi terhadap nilai tukar.
"Beberapa tahun terakhir kita terus mendorong hedging atau lindung nilai bikin instrumen lebih banyak. Jadi bukan berapa nilai tukar yang harus dijaga. Tetapi bagaimana memperkuat kemampuan menyesuaikan diri terhadap pergerakan nilai tukar," imbuhnya.
(ven)