Indonesia Diambang Resesi, Pemerintah, BI, dan OJK Harus Solid
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia kini di ambang resesi. Pertumbuhan ekonomi kuartal III/2020 diprediksi bakal negatif. Dalam kondisi seperti ini seharusnya pemerintah dan regulator baik Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus solid dan bersatu.
Alih-alih makin solid, pemerintah malah menunjukkan sikap berlawanan. Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Reformasi Sistem Keuangan membuktikan ada perpecahan dan ketidaksolidan antara pemerintah dan OJK. (Baca: Opini Publik Dinilai Ganggu Penyidikan Jaksa Pinangki)
Dalam kondisi ekonomi yang sedang terpuruk saat ini, pemerintah harus mau melepaskan egonya dan kembali merangkul OJK. Hal ini sangat mendesak untuk dilakukan secepatnya agar program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bisa berjalan dengan baik. Tanpa dukungan dari BI dan OJK, mustahil pemerintah bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang sedang tertekan ini. Kalaupun ingin mengubah kewenangan BI dan OJK, sepatutnya dilakukan setelah krisis ekonomi ini berlalu.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengingatkan bila benar terjadi ketidakharmonisan antara pemerintah dengan BI dan OJK, dampaknya akan menimbulkan shock dan berdampak negatif di pasar keuangan. Dampak lanjutannya memicu ketidakpercayaan pasar yang kemudian berpotensi menahan aliran modal asing masuk.
“Bahkan investasi yang ada di dalam negeri akan keluar atau capital outflow. Akibatnya adalah rupiah tertekan melemah dan IHSG bisa jatuh. Kita berharap pemerintah bersama BI dan OJK bisa bersinergi dalam menyelesaikan krisis akibat pandemi ini,” tutur Piter di Jakarta kemarin. (Baca juga: Jelang Musim Baru, Pioli Cemaskan Pertahanan AC Milan)
Menurut Piter, agar hubungan pemerintah, BI, dan OJK tetap harmonis, tidak ada urgensi penerbitan Perppu Reformasi Sistem Keuangan yang saat ini ramai dibahas dan dikritik banyak pihak.
Jika dilihat dari isinya, reformasi sektor keuangan ini menegaskan wacana membubarkan OJK di mana sebagian dari fungsi OJK, yaitu pengaturan dan pengawasan bank direncanakan akan dikembalikan ke BI. Dalam rencana reformasi sektor keuangan ini pemerintah juga turut merombak habis kewenangan Bank Indonesia. Pemerintah menyatakan reformasi sektor keuangan ini akan memperkuat stabilitas sistem keuangan menghadapi tekanan akibat Covid-19.
Piter menegaskan, perlambatan ekonomi atau bahkan resesi yang sudah di ambang mata lebih disebabkan oleh terjadinya pandemi Covid-19, bukan dikarenakan kegagalan sektor keuangan yang kemudian harus dipertanggungjawabkan oleh BI dan OJK. Karena itu, reformasi sektor keuangan tidak menjamin perbaikan ekonomi ketika pandemi masih terjadi.
“Justru reformasi sektor keuangan yang dilaksanakan secara terburu-buru bisa menyebabkan pemerintah kehilangan fokus dalam menanggulangi pandemi,” katanya.
Kemudian, lanjut Piter, saat ini permasalahan terbesar yang dihadapi adalah pandemi Covid-19 dengan semua dampaknya. Untuk itu, pemerintah diharapkan fokus menanggulangi pandemi Covid-19 dan meningkatkan ketahanan masyarakat dan dunia usaha agar tidak kolaps selama terjadi pandemic ini.
Alih-alih makin solid, pemerintah malah menunjukkan sikap berlawanan. Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Reformasi Sistem Keuangan membuktikan ada perpecahan dan ketidaksolidan antara pemerintah dan OJK. (Baca: Opini Publik Dinilai Ganggu Penyidikan Jaksa Pinangki)
Dalam kondisi ekonomi yang sedang terpuruk saat ini, pemerintah harus mau melepaskan egonya dan kembali merangkul OJK. Hal ini sangat mendesak untuk dilakukan secepatnya agar program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bisa berjalan dengan baik. Tanpa dukungan dari BI dan OJK, mustahil pemerintah bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang sedang tertekan ini. Kalaupun ingin mengubah kewenangan BI dan OJK, sepatutnya dilakukan setelah krisis ekonomi ini berlalu.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengingatkan bila benar terjadi ketidakharmonisan antara pemerintah dengan BI dan OJK, dampaknya akan menimbulkan shock dan berdampak negatif di pasar keuangan. Dampak lanjutannya memicu ketidakpercayaan pasar yang kemudian berpotensi menahan aliran modal asing masuk.
“Bahkan investasi yang ada di dalam negeri akan keluar atau capital outflow. Akibatnya adalah rupiah tertekan melemah dan IHSG bisa jatuh. Kita berharap pemerintah bersama BI dan OJK bisa bersinergi dalam menyelesaikan krisis akibat pandemi ini,” tutur Piter di Jakarta kemarin. (Baca juga: Jelang Musim Baru, Pioli Cemaskan Pertahanan AC Milan)
Menurut Piter, agar hubungan pemerintah, BI, dan OJK tetap harmonis, tidak ada urgensi penerbitan Perppu Reformasi Sistem Keuangan yang saat ini ramai dibahas dan dikritik banyak pihak.
Jika dilihat dari isinya, reformasi sektor keuangan ini menegaskan wacana membubarkan OJK di mana sebagian dari fungsi OJK, yaitu pengaturan dan pengawasan bank direncanakan akan dikembalikan ke BI. Dalam rencana reformasi sektor keuangan ini pemerintah juga turut merombak habis kewenangan Bank Indonesia. Pemerintah menyatakan reformasi sektor keuangan ini akan memperkuat stabilitas sistem keuangan menghadapi tekanan akibat Covid-19.
Piter menegaskan, perlambatan ekonomi atau bahkan resesi yang sudah di ambang mata lebih disebabkan oleh terjadinya pandemi Covid-19, bukan dikarenakan kegagalan sektor keuangan yang kemudian harus dipertanggungjawabkan oleh BI dan OJK. Karena itu, reformasi sektor keuangan tidak menjamin perbaikan ekonomi ketika pandemi masih terjadi.
“Justru reformasi sektor keuangan yang dilaksanakan secara terburu-buru bisa menyebabkan pemerintah kehilangan fokus dalam menanggulangi pandemi,” katanya.
Kemudian, lanjut Piter, saat ini permasalahan terbesar yang dihadapi adalah pandemi Covid-19 dengan semua dampaknya. Untuk itu, pemerintah diharapkan fokus menanggulangi pandemi Covid-19 dan meningkatkan ketahanan masyarakat dan dunia usaha agar tidak kolaps selama terjadi pandemic ini.