BI dan Bank Sentral Singapura Teken Kerjasama Bilateral USD10 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dan Bank Sentral Singapura (Monetary Authority of Singapore - MAS) menandatangani perjanjian keuangan bilateral dengan nilai setara USD10 miliar. Perjanjian tersebut memungkinkan kedua bank sentral mendapatkan akses likuiditas dalam valuta asing dari satu sama lain, apabila dibutuhkan, untuk menjaga stabilitas moneter dan keuangan.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, perjanjian keuangan bilateral tersebut akan berlaku selama satu tahun dan terdiri atas dua perjanjian di antaranya pertama perjanjian swap bilateral dalam mata uang lokal.
Perjanjian ini merupakan perjanjian baru yang memungkinkan pertukaran mata uang lokal di antara kedua bank sentral hingga senilai SGD9,5 miliar atau setara Rp100 triliun (setara USD7 miliar). "Kedua, perjanjian repo bilateral dalam valuta asing (valas)," kata Perry saat penandatanganan perjanjian di Singapura waktu setempat.
Sambung dia mengungkapkan, perjuanjian tersebut merupakan amandemen terhadap perjanjian yang sudah ada sebelumnya, yaitu berupa penambahan nilai repo dari sebelumnya USD1 miliar menjadi USD3 miliar. Perry menuturkan, melalui perjanjian ini kedua bank sentral dapat memperoleh likuditas valuta asing dalam dolar AS dengan kolateral berupa obligasi pemerintah yang dikeluarkan oleh negara-negara utama.
Penandatanganan ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan antara Presiden Indonesia, Joko Widodo, dan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, pada 11 Oktober 2018, di Bali. "Kedua pemimpin negara meminta BI dan MAS untuk merumuskan perjanjian kerja sama keuangan bilateral yang dapat mendukung terbangunnya kepercayaan terhadap ekonomi kedua negara," ungkap dia.
Perry pun menyatakan bahwa inisiatif ini merefleksikan penguatan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Singapura. Hal ini juga mengindikasikan komitmen kedua otoritas untuk menjaga stabilitas keuangan regional di tengah ketidakpastian di pasar keuangan global.
Direktur Pelaksana MAS Ravi Menon menuturkan, bahwa fundamental ekonomi di negara-negara kawasan masih kuat. Namun, di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, para pelaku di pasar keuangan terkadang bereaksi berlebihan.
Dia mengungkapkan, perjanjian keuangan bilateral ini diharapkan dapat semakin meningkatkan kepercayaan para investor. "Perjanjian ini juga merefleksikan hubungan yang erat antara Indonesia dan Singapura," pungkasnya.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, perjanjian keuangan bilateral tersebut akan berlaku selama satu tahun dan terdiri atas dua perjanjian di antaranya pertama perjanjian swap bilateral dalam mata uang lokal.
Perjanjian ini merupakan perjanjian baru yang memungkinkan pertukaran mata uang lokal di antara kedua bank sentral hingga senilai SGD9,5 miliar atau setara Rp100 triliun (setara USD7 miliar). "Kedua, perjanjian repo bilateral dalam valuta asing (valas)," kata Perry saat penandatanganan perjanjian di Singapura waktu setempat.
Sambung dia mengungkapkan, perjuanjian tersebut merupakan amandemen terhadap perjanjian yang sudah ada sebelumnya, yaitu berupa penambahan nilai repo dari sebelumnya USD1 miliar menjadi USD3 miliar. Perry menuturkan, melalui perjanjian ini kedua bank sentral dapat memperoleh likuditas valuta asing dalam dolar AS dengan kolateral berupa obligasi pemerintah yang dikeluarkan oleh negara-negara utama.
Penandatanganan ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan antara Presiden Indonesia, Joko Widodo, dan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, pada 11 Oktober 2018, di Bali. "Kedua pemimpin negara meminta BI dan MAS untuk merumuskan perjanjian kerja sama keuangan bilateral yang dapat mendukung terbangunnya kepercayaan terhadap ekonomi kedua negara," ungkap dia.
Perry pun menyatakan bahwa inisiatif ini merefleksikan penguatan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Singapura. Hal ini juga mengindikasikan komitmen kedua otoritas untuk menjaga stabilitas keuangan regional di tengah ketidakpastian di pasar keuangan global.
Direktur Pelaksana MAS Ravi Menon menuturkan, bahwa fundamental ekonomi di negara-negara kawasan masih kuat. Namun, di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, para pelaku di pasar keuangan terkadang bereaksi berlebihan.
Dia mengungkapkan, perjanjian keuangan bilateral ini diharapkan dapat semakin meningkatkan kepercayaan para investor. "Perjanjian ini juga merefleksikan hubungan yang erat antara Indonesia dan Singapura," pungkasnya.
(akr)