Aset Industri Asuransi Capai Rp807 Triliun per September 2018
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, sampai dengan akhir bulan September 2018 aset industri asuransi mencapai Rp807,06 triliun atau meningkat 6,92% secara tahunan (year on year/yoy). Sementara pendapatan premi pada periode yang sama mencapai Rp212,75 triliun atau naik sebesar 10,67% yoy.
"Dari data tersebut telah terjadi peningkatan pendapatan premi yang artinya telah terjadi peningkatan penggunaan asuransi oleh masyarakat dalam pengelolaan risiko," kata Deputi Komisioner Pengawas IKNB II OJK M Ihsanuddin di Jakarta, Selasa (13/11/2018).
Dia melanjutkan, perkembangan di industri asuransi tidak terlepas dari pengaruh berbagai faktor dan variabel perekonomian, termasuk kondisi makro ekonomi. Kurs rupiah dan harga minyak bumi menurutnya juga menjadi salah satu faktor perekonomian yang menantang dalam kondisi industri asuransi tahun 2018.
"Saya teringat pesan presiden yang mengimbau agar para pelaku bisnis perasuransian dapat senantiasa turut berperan dalam memperkecil gap kesenjangan sosial di Indonesia," ujarnya.
Perhatian untuk menyejahterakan sektor menengah ke bawah menurutnya menjadi pekerjaan rumah bagi semua pemangku kepentingan di industri asuransi. Dari situ, OJK mulai terjun langsung untuk memberikan edukasi dan sosialisasi serta mendorong masyarakat untuk mengenal dan memahami pentingnya perlindungan asuransi.
"Kita harus menyentuh kalangan masyarakat petani, nelayan dan masyarakat pesisir, pelaku usaha UMKM, dan masyarakat di daerah-daerah tertinggal," ungkap Ihsanuddin.
Dalam hal ini, OJK mendukung program strategis pemerintah tahun 2018 dengan meluncurkan produk asuransi perikanan bagi pembudidaya ikan kecil meliputi komoditas udang, bandeng, nila dan patin.
OJK pun meyakini produk asuransi budidaya ini merupakan pertama kali di Indonesia. Dia memaparkan, asuransi ini memberikan perlindungan risiko kepada pembudidaya atas penyakit yang mengakibatkan matinya komoditas yang diasuransikan atau kegagalan usaha yang disebabkan oleh bencana alam sehingga menyebabkan kerusakan sarana pembudidaya mencapai lebih dari atau sama dengan 50%.
Secara umum, produk Asuransi Perikanan Bagi Pembudidaya Ikan Kecil ini tetap menerima subsidi premi 100% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan nilai premi mulai dari Rp90.000 sampai dengan Rp225.000 per tahun sesuai dengan satuan luasan lahan budidaya.
Diharapkan pada tahun ini, koasuransi mulai membesarkan dan memperluas jangkauan pemasaran produk asuransi tidak hanya yang disubsidi oleh APBN tetapi memberikan literasi dan meningkatkan inklusi masyarakat pembudidaya dengan meluncurkan produk asuransi perikanan tanpa subsidi APBN atau secara mandiri.
Adapun pembudidaya akan mendapatkan santunan apabila terjadi klaim dengan nilai maksimal per tahun mulai dari Rp1,5 juta sampai dengan Rp7,5 juta sesuai dengan satuan luasan lahan budidaya. Di samping itu, asuransi Perikanan Bagi Pembudidaya Ikan Kecil pada tahun ini memberikan perlindungan kepada 6.914 orang pembudidaya dengan luasan lahan budidaya berjumlah 10.220,6 hektare dengan nilai premi subsidi APBN sebesar Rp2,987 miliar.
Sebelumnya, asuransi Perikanan Bagi Pembudidaya Ikan Kecil bernama Asuransi Budidaya yang telah dimulai sejak bulan Desember 2017 dengan komoditas udang. Lalu pada tahun 2018, OJK melihat adanya penambahan komoditas budidaya yang dilindungi meliputi komoditas udang, bandeng, nila dan patin.
Mengingat subsidi premi ini hanya diperuntukkan pembudidaya ikan kecil, maka OJK memandang pemberian nama produk asuransi harus relevan serta antisipasi penambahan komoditas budidaya di masa mendatang.
"Dari data tersebut telah terjadi peningkatan pendapatan premi yang artinya telah terjadi peningkatan penggunaan asuransi oleh masyarakat dalam pengelolaan risiko," kata Deputi Komisioner Pengawas IKNB II OJK M Ihsanuddin di Jakarta, Selasa (13/11/2018).
Dia melanjutkan, perkembangan di industri asuransi tidak terlepas dari pengaruh berbagai faktor dan variabel perekonomian, termasuk kondisi makro ekonomi. Kurs rupiah dan harga minyak bumi menurutnya juga menjadi salah satu faktor perekonomian yang menantang dalam kondisi industri asuransi tahun 2018.
"Saya teringat pesan presiden yang mengimbau agar para pelaku bisnis perasuransian dapat senantiasa turut berperan dalam memperkecil gap kesenjangan sosial di Indonesia," ujarnya.
Perhatian untuk menyejahterakan sektor menengah ke bawah menurutnya menjadi pekerjaan rumah bagi semua pemangku kepentingan di industri asuransi. Dari situ, OJK mulai terjun langsung untuk memberikan edukasi dan sosialisasi serta mendorong masyarakat untuk mengenal dan memahami pentingnya perlindungan asuransi.
"Kita harus menyentuh kalangan masyarakat petani, nelayan dan masyarakat pesisir, pelaku usaha UMKM, dan masyarakat di daerah-daerah tertinggal," ungkap Ihsanuddin.
Dalam hal ini, OJK mendukung program strategis pemerintah tahun 2018 dengan meluncurkan produk asuransi perikanan bagi pembudidaya ikan kecil meliputi komoditas udang, bandeng, nila dan patin.
OJK pun meyakini produk asuransi budidaya ini merupakan pertama kali di Indonesia. Dia memaparkan, asuransi ini memberikan perlindungan risiko kepada pembudidaya atas penyakit yang mengakibatkan matinya komoditas yang diasuransikan atau kegagalan usaha yang disebabkan oleh bencana alam sehingga menyebabkan kerusakan sarana pembudidaya mencapai lebih dari atau sama dengan 50%.
Secara umum, produk Asuransi Perikanan Bagi Pembudidaya Ikan Kecil ini tetap menerima subsidi premi 100% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan nilai premi mulai dari Rp90.000 sampai dengan Rp225.000 per tahun sesuai dengan satuan luasan lahan budidaya.
Diharapkan pada tahun ini, koasuransi mulai membesarkan dan memperluas jangkauan pemasaran produk asuransi tidak hanya yang disubsidi oleh APBN tetapi memberikan literasi dan meningkatkan inklusi masyarakat pembudidaya dengan meluncurkan produk asuransi perikanan tanpa subsidi APBN atau secara mandiri.
Adapun pembudidaya akan mendapatkan santunan apabila terjadi klaim dengan nilai maksimal per tahun mulai dari Rp1,5 juta sampai dengan Rp7,5 juta sesuai dengan satuan luasan lahan budidaya. Di samping itu, asuransi Perikanan Bagi Pembudidaya Ikan Kecil pada tahun ini memberikan perlindungan kepada 6.914 orang pembudidaya dengan luasan lahan budidaya berjumlah 10.220,6 hektare dengan nilai premi subsidi APBN sebesar Rp2,987 miliar.
Sebelumnya, asuransi Perikanan Bagi Pembudidaya Ikan Kecil bernama Asuransi Budidaya yang telah dimulai sejak bulan Desember 2017 dengan komoditas udang. Lalu pada tahun 2018, OJK melihat adanya penambahan komoditas budidaya yang dilindungi meliputi komoditas udang, bandeng, nila dan patin.
Mengingat subsidi premi ini hanya diperuntukkan pembudidaya ikan kecil, maka OJK memandang pemberian nama produk asuransi harus relevan serta antisipasi penambahan komoditas budidaya di masa mendatang.
(fjo)