Utang BUMN Capai Rp2.488 Triliun, Ini Tanggapan Sri Mulyani
A
A
A
NUSA DUA - Berdasarkan catatan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), utang 143 perusahaan pelat merah hingga September 2018 telah mencapai Rp2.488 triliun.
Menanggapi utang BUMN tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa hal ini harus dilihat secara keseluruhan detail kondisinya. Sebab, kata dia, ada beberapa BUMN yang kendati memiliki banyak utang, tapi juga masih memiliki pendapatan yang tinggi.
"Lalu beberapa BUMN dapat pinjaminan dari pemerintah, makanya kita harus perhatikan detail kondisi keuangannya. Beberapa leverage-nya naik tapi kita berikan injeksi ekuitas yang naik juga. Lihat BUMN yang utangnya banyak, tapi ekuitasnya tinggi ya itu enggak apa-apa. Tapi kalau utangnya banyak lalu enggak punya ekuitas itu yang harus diperhatikan," papar Sri Mulyani di Nusa Dua, Bali, Kamis (6/12/2018).
Dia pun percaya bahwa Menteri BUMN Rini Soemarno bisa mengatasi kondisi perusahaan pelat merah yang dibawahinya. Terlebih, kata Sri Mulyani, dia dan Menteri BUMN Rini Soemarno terus memonitor kinerja perusahaan BUMN. "Kita dan menteri BUMN terus monitor, neracanya harus kita jaga," tegasnya.
Sebagai informasi, Kementeria BUMN menyebutkan bahwa total liabilitas BUMN per September 2018 (unaudited) mencapai Rp5.271 triliun. Sementara total aset BUMN mencapai Rp7.718 triliun, meningkat Rp508 triliun dari Rp7.210 triliun per Desember 2017.
Kementerian BUMN menyatakan utang BUMN tersebut masih aman, mengacu pada rasio utang dan ekuitas (debt to equity ratio/DER) yang masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata industri.
Misalnya untuk sektor transportasi, DER BUMN sebesar 1,59 kali sementara rata-rata industri di posisi 1,96 kali. Kemudian, untuk sektor energi, DER BUMN 0,71 kali, sementara rata-rata industri 1,12 kali. Di sektor telekomunikasi, DER BUMN di posisi 0,77 kali, sementara industri pada posisi 1,29 kali.
Menanggapi utang BUMN tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa hal ini harus dilihat secara keseluruhan detail kondisinya. Sebab, kata dia, ada beberapa BUMN yang kendati memiliki banyak utang, tapi juga masih memiliki pendapatan yang tinggi.
"Lalu beberapa BUMN dapat pinjaminan dari pemerintah, makanya kita harus perhatikan detail kondisi keuangannya. Beberapa leverage-nya naik tapi kita berikan injeksi ekuitas yang naik juga. Lihat BUMN yang utangnya banyak, tapi ekuitasnya tinggi ya itu enggak apa-apa. Tapi kalau utangnya banyak lalu enggak punya ekuitas itu yang harus diperhatikan," papar Sri Mulyani di Nusa Dua, Bali, Kamis (6/12/2018).
Dia pun percaya bahwa Menteri BUMN Rini Soemarno bisa mengatasi kondisi perusahaan pelat merah yang dibawahinya. Terlebih, kata Sri Mulyani, dia dan Menteri BUMN Rini Soemarno terus memonitor kinerja perusahaan BUMN. "Kita dan menteri BUMN terus monitor, neracanya harus kita jaga," tegasnya.
Sebagai informasi, Kementeria BUMN menyebutkan bahwa total liabilitas BUMN per September 2018 (unaudited) mencapai Rp5.271 triliun. Sementara total aset BUMN mencapai Rp7.718 triliun, meningkat Rp508 triliun dari Rp7.210 triliun per Desember 2017.
Kementerian BUMN menyatakan utang BUMN tersebut masih aman, mengacu pada rasio utang dan ekuitas (debt to equity ratio/DER) yang masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata industri.
Misalnya untuk sektor transportasi, DER BUMN sebesar 1,59 kali sementara rata-rata industri di posisi 1,96 kali. Kemudian, untuk sektor energi, DER BUMN 0,71 kali, sementara rata-rata industri 1,12 kali. Di sektor telekomunikasi, DER BUMN di posisi 0,77 kali, sementara industri pada posisi 1,29 kali.
(fjo)