BPKN Sebut Konsumen Jasa Perumahan Masih Sangat Rentan
A
A
A
JAKARTA - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), mencatat ada 384 pengaduan konsumen perumahan yang masuk selama 1 tahun terakhir dan kunjungan lapangan ke beberapa perumahan yang dipilih secara purposive, ditemukan tingginya keluhan konsumen yang berspektrum luas. Hal ini yang membuat konsumen jasa perumahan masih sangat rentan.
Ketua BPKN, Ardiansyah Parman, mengungkapkan kasus-kasus jasa perumahan biasanya ditimbulkan antara lain iklan yang menyesatkan, pemahaman konsumen atas perjanjian/kontrak yang tidak memadai, cara pembayaran dengan kredit pemilikan rumah (KPR), status tanah yang tidak jelas dan klausul baku yang mengalihkan tanggung jawab, ketidakjelasan adanya sertifikat dan dokumen yang menjadi jaminan kredit.
"BPKN mengimbau perlu menetapkan mekanisme kontrol pada bank untuk memastikan penguasaaan sertifikat yang menjadi objek jaminan dalam pemberian kredit," ujar ujar Ardiansyah dalam jumpa pers catatan akhir tahun BPKN, Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (17/12/2018).
BPKN berharap adanya kerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk melakukan pengendalian dan pengawasan penerapan perjanjian baku agar tidak melanggar pasal 18 UU PK No 8/1999 dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
"Pemerintah bersama Menteri PUPR menyusun peraturan bersama tentang keamanan transaksi termasuk transaksi online khusus KPR dan KPA," jelas Ardiansyah.
Selain itu, BPKN mencatat perlunya penerbitan Peraturan Menteri Perdangangan tentang pengawasan iklan, pengawasan cara menjual, dan pengawasan klausula baku untuk menjadi acuan bagi petugas pengawasan serta LPKSM dalam menjalan fungsi pengawasan.
"Mengintensifkan pengawasan dan pemberian sanksi tegas kepada pengembang yang tidak mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan terkait perumahan dan perlindungan konsumen," tuturnya.
Ketua BPKN, Ardiansyah Parman, mengungkapkan kasus-kasus jasa perumahan biasanya ditimbulkan antara lain iklan yang menyesatkan, pemahaman konsumen atas perjanjian/kontrak yang tidak memadai, cara pembayaran dengan kredit pemilikan rumah (KPR), status tanah yang tidak jelas dan klausul baku yang mengalihkan tanggung jawab, ketidakjelasan adanya sertifikat dan dokumen yang menjadi jaminan kredit.
"BPKN mengimbau perlu menetapkan mekanisme kontrol pada bank untuk memastikan penguasaaan sertifikat yang menjadi objek jaminan dalam pemberian kredit," ujar ujar Ardiansyah dalam jumpa pers catatan akhir tahun BPKN, Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (17/12/2018).
BPKN berharap adanya kerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk melakukan pengendalian dan pengawasan penerapan perjanjian baku agar tidak melanggar pasal 18 UU PK No 8/1999 dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
"Pemerintah bersama Menteri PUPR menyusun peraturan bersama tentang keamanan transaksi termasuk transaksi online khusus KPR dan KPA," jelas Ardiansyah.
Selain itu, BPKN mencatat perlunya penerbitan Peraturan Menteri Perdangangan tentang pengawasan iklan, pengawasan cara menjual, dan pengawasan klausula baku untuk menjadi acuan bagi petugas pengawasan serta LPKSM dalam menjalan fungsi pengawasan.
"Mengintensifkan pengawasan dan pemberian sanksi tegas kepada pengembang yang tidak mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan terkait perumahan dan perlindungan konsumen," tuturnya.
(ven)