Menangkap Peluang di Tahun Depan

Kamis, 20 Desember 2018 - 16:55 WIB
Menangkap Peluang di...
Menangkap Peluang di Tahun Depan
A A A
JAKARTA - Tantangan perekonomian 2019 diperkirakan masih besar. Di tataran global, dampak perang dagang yang dilancarkan Amerika Serikat (AS) pada sejumlah mitra dagang terutama China akan semakin terasa di sektor riil.

Selain itu, memanasnya harga minyak mentah serta tren kenaikan suku bunga secara global seiring normalisasi kebijakan AS menjadi tantangan ekonomi lain pada tahun depan. Sementara di level nasional, persoalan depresiasi rupiah seiring defisitnya neraca transaksi berjalan menjadi tantangan perekonomian domestik yang memerlukan respons kebijakan cepat.

Meski tantangan ekonomi yang dihadapi tahun 2019 diperkirakan masih besar, bukan berarti peluang mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi sudah tertutup. Pada pertemuan di Konferensi Tingkat Tinggi Grup Dua Puluh (KTT G20), China dan AS sepakat meredakan ke tegangan setelah kedua negara terlibat perang dagang.

Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sepakat menghentikan sementara waktu perang dagang hingga berbagai perbedaan bisa di selesaikan dengan damai. Kesepakatan penghentian sementara perang dagang kedua negara berlangsung selama 90 hari.Perang dagang mempunyai dampak positif terhadap investasi nasional. Peluang perang dagang hadir dari adanya kemungkinan capital outflow dari AS mau pun China karena para investor sedang mem pertimbangkan mengalihkan modal mereka ke negara berkembang dan negara yang memiliki pasar besar. Guna mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan global, pemerintah perlu melihat permasalahan perekonomian nasional dari akarnya serta lebih inovatif dalam mencari solusinya.
Tidak sekadar menggunakan pendekatan-pendekatan instan untuk menghiasi kinerja ekonomi menjelang kontestasi tahun politik semata. Paling tidak, pemerintah perlu menjaga agar kebijakan-kebijakan yang di keluarkan jangan sampai berdampak terhadap penurunan daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat yang menjadi penopang utama ekonomi nasional.

Di sisi lain, mempertahankan harga BBM bersubsidi di dalam negeri menjadi krusial mencegah terkereknya inflasi dan melemahnya daya beli khususnya bagi masyarakat golongan menengah bawah. Pemerintah perlu mendorong peningkat an produksi dan produktivitas nasional dengan mengoptimalkan seluruh potensi dalam negeri.

Selain itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) perlu dilaksanakan untuk mengantisipasi dinamika perkembangan teknologi yang begitu cepat. Pemerintah terus berupaya mendongkrak nilai ekspor dan meningkatkan investasi.

Kebijakan pemerintah mendorong ekspor dan meningkatkan investasi antara lain kemudahan ber usa ha melalui sistem online single submission (OSS), insentif fiskal, kebijakan perdagangan, dan peningkatan SDM melalui vokasi. Dalam menghadapi perang dagang, tidak banyak strategi untuk menjawab tantangan itu selain mencari pasar baru.

“Yang agak menarik urusan relokasi pabrik akibat dari perang dagang itu. Kita sudah menyusun kebijakan mengenai insentif fiskal yang pada dasarnya itu ada tax holiday, pajak final PPh untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), super deduction tax. Tinggal bagaimana kita harus bersaing dengan Vietnam, Thailand, Malaysia untuk menjadi tem pat relokasi industri yang kena dampak perang dagang,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Per ekonomian Darmin Nasution.

Upaya menekan defisit transaksi berjalan telah dilakukan seperti mewajibkan penggunaan bio diesel (B20). Selain itu, dalam menekan defisit neraca modal, pemerintah merelaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI). Langkah relaksasi ini diharapkan mengurangi pembatasan investasi dari luar negeri akan meningkatkan daya saing. Serta dapat menciptakan pekerjaan yang baik, sehingga semakin banyak penduduk Indonesia menjadi bagian kelas menengah. (Oktiani Endarwati)
(poe)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6832 seconds (0.1#10.140)