Impor Baja dari China Melonjak 59%, Enggar Ingin Revisi Permendag 22
A
A
A
JAKARTA - Angka impor produk baja ke Indonesia naik tajam sepanjang 2018. Maraknya baja-baja impor yang mayoritas datang dari China, dipicu oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi dan Baja.
Beleid ini lantas dimanfaatkan importir untuk meraih untung besar. Mereka mengubah Harmonized System (HS) number dari produk baja karbon menjadi alloy steel. Sehingga bea masuk lebih rendah. Begitu juga dengan pemeriksaan, dari semula di Pusat Logistik Berikat (PLB) menjadi pemeriksaan post border inspection.
Akal-akalan ini, membuat Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita ingin merevisi Permendag Nomor 22 Tahun 2018. Karena impor besi dan baja dari China membengkak hingga 59%.
Enggar mengatakan, pemeriksaan untuk impor besi dan baja dilakukan di post border, sejatinya untuk memberi kemudahan kepada industri kecil dan menengah (IKM) dalam melakukan importasi.
"Peraturan dari border ke post border sebenarnya tujuannya untuk relaksasi. Tapi saya sudah menyatakan, potensi penyelundupan dan penyimpangan meningkat. Hanya kalau itu tidak dilakukan (post border inspection), kesannya kita mempersulit. Makanya kami lakukan," ujarnya di Gedung Kemendag, Jakarta, Kamis (10/1/2019).
Namun, Permendag Nomor 22 justru memberi dampak negatif karena impor baja menjadi sangat mudah. Dan pengusaha lebih memilih baja impor ketimbang baja produksi dalam negeri. Oleh sebab itu, pihaknya akan mengubah aturan tersebut dimana pemeriksaan dari post border kembali menjadi border.
"Dengan kondisi seperti ini, memberikan dampak negatif, industri hulunya kita ubah, Saya minta izin Menko Perekonomian untuk mengubah kembali ke Permendag 10, yaitu kembalikan lagi ke border. Karena ini bahaya. Kalau di post border, kita periksa di ujung," imbuh dia.
Enggar pun mengimbau kepada para pengusaha untuk tidak semena-mena memilih produk impor dan mengabaikan produksi dalam negeri. Jika memang bisa diproduksi dalam negeri dan produknya sesuai maka seharusnya yang digunakan produk dalam negeri.
"Saya sudah lakukan imbauan tolong jangan impor kalau ada produksi dalam negeri. Saya tidak melarang tapi kita dudukan ke pokok persoalan. Kita tidak akan mengorbankan salah satu industri untuk kepentingan industri lain. Kalau harga (produksi dalam negeri) jauh lebih tinggi dari impor, kita lihat dulu. Tapi kalau tidak bisa juga, baru impor. Tapi kalau beda sedikit, ya janganlah (impor). Kita harus berpihak kepada industri dalam negeri, kalau tidak, kita akan repot," tandasnya.
Beleid ini lantas dimanfaatkan importir untuk meraih untung besar. Mereka mengubah Harmonized System (HS) number dari produk baja karbon menjadi alloy steel. Sehingga bea masuk lebih rendah. Begitu juga dengan pemeriksaan, dari semula di Pusat Logistik Berikat (PLB) menjadi pemeriksaan post border inspection.
Akal-akalan ini, membuat Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita ingin merevisi Permendag Nomor 22 Tahun 2018. Karena impor besi dan baja dari China membengkak hingga 59%.
Enggar mengatakan, pemeriksaan untuk impor besi dan baja dilakukan di post border, sejatinya untuk memberi kemudahan kepada industri kecil dan menengah (IKM) dalam melakukan importasi.
"Peraturan dari border ke post border sebenarnya tujuannya untuk relaksasi. Tapi saya sudah menyatakan, potensi penyelundupan dan penyimpangan meningkat. Hanya kalau itu tidak dilakukan (post border inspection), kesannya kita mempersulit. Makanya kami lakukan," ujarnya di Gedung Kemendag, Jakarta, Kamis (10/1/2019).
Namun, Permendag Nomor 22 justru memberi dampak negatif karena impor baja menjadi sangat mudah. Dan pengusaha lebih memilih baja impor ketimbang baja produksi dalam negeri. Oleh sebab itu, pihaknya akan mengubah aturan tersebut dimana pemeriksaan dari post border kembali menjadi border.
"Dengan kondisi seperti ini, memberikan dampak negatif, industri hulunya kita ubah, Saya minta izin Menko Perekonomian untuk mengubah kembali ke Permendag 10, yaitu kembalikan lagi ke border. Karena ini bahaya. Kalau di post border, kita periksa di ujung," imbuh dia.
Enggar pun mengimbau kepada para pengusaha untuk tidak semena-mena memilih produk impor dan mengabaikan produksi dalam negeri. Jika memang bisa diproduksi dalam negeri dan produknya sesuai maka seharusnya yang digunakan produk dalam negeri.
"Saya sudah lakukan imbauan tolong jangan impor kalau ada produksi dalam negeri. Saya tidak melarang tapi kita dudukan ke pokok persoalan. Kita tidak akan mengorbankan salah satu industri untuk kepentingan industri lain. Kalau harga (produksi dalam negeri) jauh lebih tinggi dari impor, kita lihat dulu. Tapi kalau tidak bisa juga, baru impor. Tapi kalau beda sedikit, ya janganlah (impor). Kita harus berpihak kepada industri dalam negeri, kalau tidak, kita akan repot," tandasnya.
(ven)