Harga Minyak Turun Karena AS Terus Mencetak Rekor Produksi
A
A
A
SINGAPURA - Harga minyak mentah menurun pada perdagangan Kamis (7/2/2019), karena Amerika Serikat terus meningkatkan produksi minyaknya. Bahkan produksi minyak Negeri Abang Sam terus mencetak rekor, kendati ada pengurangan pasokan yang dipimpin oleh OPEC dan sanksi Washington terhadap Venezuela.
Melansir dari Reuters, harga minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) turun 17 sen atau 0,3% menjadi USD53,84 per barel pada pukul 02:47 GMT. Harga minyak mentah Brent International turun 26 sen alias 0,4% menjadi USD62,43 per barel.
Data Administrasi Informasi Energi (EIA) pada Rabu kemarin, melansir persediaan minyak mentah AS naik 1,3 juta barel dalam pekan yang berakhir 1 Februari. Sehingga totalnya menjadi 447,21 juta barel.
Sementara itu, rata-rata produksi minyak mentah mingguan AS tetap pada rekor, yaitu 11,9 juta barel per hari. Hasil ini mendaulat Amerika Serikat sebagai produsen minyak mentah terbesar di dunia, melampaui Rusia dan Arab Saudi.
Peningkatan produksi minyak mentah oleh AS seolah ingin melawan pemangkasan pasokan yang dilakukan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang bertujuan memperketat pasar demi mendongkrak harga.
Adapun sanksi AS terhadap industri minyak Venezuela diperkirakan akan membekukan hasil penjualan ekspor minyak negara itu, sebesar 500.000 barel per hari.
"Sejauh ini efek kumulatif dari pemangkasan produksi yang dipimpin oleh OPEC dan sanksi AS terhadap perusahaan minyak Venezuela, belum berpengaruh banyak," kata Benjamin Lu dari bursa berjangka Phillip Futures di Singapura, Kamis (7/2/2019).
Meningkatnya produksi minyak oleh AS membuat bank asal Prancis, BNP Paribas memangkas estimasi harga minyak di tahun ini. Untuk Brent, estimasi rata-rata menjadi USD68 per barel dan WTI menjadi USD61 per barel. Keduanya turun USD8 dari perkiraan sebelumnya.
"Kami memperkirakan harga minyak akan ketat di semester pertama 2019 karena adanya pemangkasan pasokan, melemahnya aktivitas ekonomi global, dan peningkatan minyak mentah oleh AS," kata BNP Paribas.
Melansir dari Reuters, harga minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) turun 17 sen atau 0,3% menjadi USD53,84 per barel pada pukul 02:47 GMT. Harga minyak mentah Brent International turun 26 sen alias 0,4% menjadi USD62,43 per barel.
Data Administrasi Informasi Energi (EIA) pada Rabu kemarin, melansir persediaan minyak mentah AS naik 1,3 juta barel dalam pekan yang berakhir 1 Februari. Sehingga totalnya menjadi 447,21 juta barel.
Sementara itu, rata-rata produksi minyak mentah mingguan AS tetap pada rekor, yaitu 11,9 juta barel per hari. Hasil ini mendaulat Amerika Serikat sebagai produsen minyak mentah terbesar di dunia, melampaui Rusia dan Arab Saudi.
Peningkatan produksi minyak mentah oleh AS seolah ingin melawan pemangkasan pasokan yang dilakukan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang bertujuan memperketat pasar demi mendongkrak harga.
Adapun sanksi AS terhadap industri minyak Venezuela diperkirakan akan membekukan hasil penjualan ekspor minyak negara itu, sebesar 500.000 barel per hari.
"Sejauh ini efek kumulatif dari pemangkasan produksi yang dipimpin oleh OPEC dan sanksi AS terhadap perusahaan minyak Venezuela, belum berpengaruh banyak," kata Benjamin Lu dari bursa berjangka Phillip Futures di Singapura, Kamis (7/2/2019).
Meningkatnya produksi minyak oleh AS membuat bank asal Prancis, BNP Paribas memangkas estimasi harga minyak di tahun ini. Untuk Brent, estimasi rata-rata menjadi USD68 per barel dan WTI menjadi USD61 per barel. Keduanya turun USD8 dari perkiraan sebelumnya.
"Kami memperkirakan harga minyak akan ketat di semester pertama 2019 karena adanya pemangkasan pasokan, melemahnya aktivitas ekonomi global, dan peningkatan minyak mentah oleh AS," kata BNP Paribas.
(ven)