Penerbitan Surat Utang Tahun Ini Diprediksi Capai Rp135 Triliun
A
A
A
JAKARTA - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memprediksi total penerbitan surat utang di sepanjang 2019 akan mencapai Rp135,2 triliun atau naik tipis dibandingkan dengan 2018 mencapai Rp132,42 triliun. Analis Pefindo Fikri C Permana mengatakan, penerbitan surat utang di 2019 akan relatif setara dengan realisasi di 2018 yang dikuasai oleh sektor multifinance.
Pada tahun ini menurutnya risiko penerbitan surat utang masih akan dipengaruhi sentimen trade war dan juga isu kenaikan Fed Fund Rate sebanyak dua kali bisa menjadi 3%. Ini karena tren dovish masih tinggi. Sementara perlambatan ekonomi di China juga berdampak melemahkan pasar obligasi domestik. Kondisi new normal growth perekonomian China diperkirakan akan menurunkan nilai perekonomian global dan mengubah aliran modal dunia.
“Jika tahun ini The Fed menaikkan suku bunga, maka yield obligasi di AS akan terdorong naik. Tentu, yield obligasi di Indonesia juga ikut naik. Tetapi, inflasi kita yang terjaga sekitar 3-3,5% bisa menjaga stabilitas pasar obligasi," ujar Fikri di Jakarta, Senin (19/2/2019).
Sementara tingkat yield Surat Utang Negara (SUN) di 2019 akan berada di level 8,2% dengan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) di kisaran Rp14.000-Rp15.000/USD. Memang ada sedikit perlambatan di pasar surat utang, tetapi pada kuartal ketiga tahun ini akan naik lagi, jika stabilitas yield dan rupiah bisa terjaga.
"Terkait kondisi politik di tahun ini, dunia usaha memang akan melakukan wait and see. Tetapi, kalau penerbitan surat utang tidak ada aksi wait and see. Hal ini disebabkan ada kebutuhan refinancing untuk proses bisnis," ujarnya.
Sementara itu analis Pefindo Hendro Utomo mengatakan, penerbitan surat utang nasional di 2018 mencapai Rp132,42 triliun. Penerbitan surat utang 2018 yang diperingkat melalui Pefindo sebesar Rp111,28 triliun. Dia menjelaskan penerbitan surat utang secara nasional yang dilakukan perusahaan pembiayaan di 2018 mencapai Rp41,82 triliun dari 23 perusahaan. Sementara kedua terbesar datang dari sektor perbankan sebesar Rp34,1 triliun oleh 15 perusahaan.
Sedangkan proyeksi pasar surat utang negara dari Head of Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra melihat pasar surat utang Indonesia di tahun 2019 akan lebih baik dibandingkan dengan kondisi di tahun 2018 lalu. Hal tersebut menurutnya tidak lepas dari faktor eksternal dari Bank Sentral AS atau The Fed yang terlihat menahan diri untuk melanjutkan kenaikan suku bunganya di tengah ancaman perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Adapun dari faktor domestik, stabilitas nilai tukar rupiah serta kebijakan pemerintah agar defisit transaksi berjalan menjadi turun akan menentukan pergerakan pasar surat utang di tahun 2019. "Dengan asumsi moderat ke optimis, diperkirakan pasar surat utang negara akan memberikan total return kepada investor berkisar antara 7,50% hingga 10,33%," ujar Adi Saputra beberapa waktu lalu.
Pada tahun ini menurutnya risiko penerbitan surat utang masih akan dipengaruhi sentimen trade war dan juga isu kenaikan Fed Fund Rate sebanyak dua kali bisa menjadi 3%. Ini karena tren dovish masih tinggi. Sementara perlambatan ekonomi di China juga berdampak melemahkan pasar obligasi domestik. Kondisi new normal growth perekonomian China diperkirakan akan menurunkan nilai perekonomian global dan mengubah aliran modal dunia.
“Jika tahun ini The Fed menaikkan suku bunga, maka yield obligasi di AS akan terdorong naik. Tentu, yield obligasi di Indonesia juga ikut naik. Tetapi, inflasi kita yang terjaga sekitar 3-3,5% bisa menjaga stabilitas pasar obligasi," ujar Fikri di Jakarta, Senin (19/2/2019).
Sementara tingkat yield Surat Utang Negara (SUN) di 2019 akan berada di level 8,2% dengan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) di kisaran Rp14.000-Rp15.000/USD. Memang ada sedikit perlambatan di pasar surat utang, tetapi pada kuartal ketiga tahun ini akan naik lagi, jika stabilitas yield dan rupiah bisa terjaga.
"Terkait kondisi politik di tahun ini, dunia usaha memang akan melakukan wait and see. Tetapi, kalau penerbitan surat utang tidak ada aksi wait and see. Hal ini disebabkan ada kebutuhan refinancing untuk proses bisnis," ujarnya.
Sementara itu analis Pefindo Hendro Utomo mengatakan, penerbitan surat utang nasional di 2018 mencapai Rp132,42 triliun. Penerbitan surat utang 2018 yang diperingkat melalui Pefindo sebesar Rp111,28 triliun. Dia menjelaskan penerbitan surat utang secara nasional yang dilakukan perusahaan pembiayaan di 2018 mencapai Rp41,82 triliun dari 23 perusahaan. Sementara kedua terbesar datang dari sektor perbankan sebesar Rp34,1 triliun oleh 15 perusahaan.
Sedangkan proyeksi pasar surat utang negara dari Head of Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra melihat pasar surat utang Indonesia di tahun 2019 akan lebih baik dibandingkan dengan kondisi di tahun 2018 lalu. Hal tersebut menurutnya tidak lepas dari faktor eksternal dari Bank Sentral AS atau The Fed yang terlihat menahan diri untuk melanjutkan kenaikan suku bunganya di tengah ancaman perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Adapun dari faktor domestik, stabilitas nilai tukar rupiah serta kebijakan pemerintah agar defisit transaksi berjalan menjadi turun akan menentukan pergerakan pasar surat utang di tahun 2019. "Dengan asumsi moderat ke optimis, diperkirakan pasar surat utang negara akan memberikan total return kepada investor berkisar antara 7,50% hingga 10,33%," ujar Adi Saputra beberapa waktu lalu.
(akr)