KSSK Pastikan Stabilitas Sistem Keuangan Terjaga di Kuartal I 2019
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Sri Mulyani Indrawati, mengumumkan bahwa kondisi stabilitas sistem keuangan Indonesia pada kuartal I 2019, terjaga dengan baik.
"Dalam rapat yang berjalan dari malam hari hingga larut malam, kami KSSK menyampaikan hasil pemantauan dari stabilisasi keuangan. Hasilnya, stabilitas keuangan kuartal I 2019 terjaga dengan baik," ujar Ketua KSSK, Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Sri Mulyani yang juga Menteri Keuangan menambahkan, simpulan ini berdasarkan hasil pemantauan lembaga anggota KSSK yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), terhadap perkembangan perekonomian, moneter, fiskal, pasar keuangan, lembaga jasa keuangan, dan penjaminan simpanan.
"Pelaksanaan pesta demokrasi yang berlangsung aman dan damai turut meningkatkan kepercayaan publik terhadap SSK," sambungnya.
Kendati demikian, kata Sri Mulyani, ada beberapa potensi risiko, khususnya yang berasal dari perekonomian global. Yaitu pelemahan pertumbuhan ekonomi global dan penurunan volume perdagangan dunia, sebagaimana menjadi perhatian dalam Spring Meetings 2019 International Monetary Fund-World Bank.
Dari sisi domestik, Sri Mulyani, menerangkan tantangan yang dihadapi adalah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan memacu investasi dan ekspor dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan.
"Merespons hal tersebut, KSSK terus memperkuat koordinasi kebijakan moneter, fiskal, makroprudensial, mikroprudensial, dan penjaminan simpanan untuk mempertahankan stabilitas ekonomi serta menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Kami berupaya bagaimana menjaga ekpor dan sistem keuangan," tandasnya.
Di bidang moneter, Bank Indonesia (BI) memfokuskan kebijakan suku bunga dan nilai tukar untuk memperkuat stabilitas eksternal perekonomian. Kebijakan tersebut juga untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik.
BI telah mempertahankan suku bunga acuan sebesar 6% sepanjang kuartal I 2019. Bersamaan dengan itu, BI juga menempuh berbagai kebijakan yang lebih akomodatif. Beberapa kebijakan tersebut di antaranya strategi operasi moneter untuk meningkatkan ketersediaan likuiditas di pasar melalui transaksi term-repo secara regular dan terjadwal, disamping FX Swap.
Kedua, perkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif dengan menaikkan kisaran batasan Rasio Intermediasi Makroprudensial menjadi 84%-94%.
Kemudian, BI melakukan akselerasi pendalaman pasar keuangan melalui penguatan market conduct dan penerbitan ketentuan pelaksanaan instrumen derivatif suku bunga rupiah. Ini diikuti dengan kebijakan perluasan elektronifikasi penyaluran bansos, transportasi, dan keuangan pemerintah daerah dan mempersiapkan QR lndonesia Standard (QRIS).
Di bidang fiskal, kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara umum menunjukkan tren positif, baik di sisi pendapatan maupun belanja negara. Dengan APBN yang kredibel, Indonesia diharapkan mampu mempertahankan momentum pertumbuhan, termasuk dalam mengantisipasi perlambatan ekonomi global.
Sementara, OJK memandang stabilitas sistem keuangan masih terjaga. Hal ini didukung oleh tingkat permodalan dan likuiditas Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang memadai. Kinerja intermediasi LJK juga tumbuh positif dengan tingkat risiko yang terjaga.
OJK mendukung peran aktif dari sektor jasa keuangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, antara Lain dengan memperluas pendalaman pasar, meningkatkan kapasitas pelaku di industri keuangan, dan mengembangkan program pembiayaan sektor jasa keuangan yang berkelanjutan.
Adapun, LPS menilai tren kenaikan suku bunga simpanan secara umum sudah melandai dan stabil, sejalan dengan membaiknya kondisi likuiditas perbankan. Selanjutnya, LPS melakukan pemantauan dari sisi coverage penjaminan baik nominal dan rekening.
"Dalam rapat yang berjalan dari malam hari hingga larut malam, kami KSSK menyampaikan hasil pemantauan dari stabilisasi keuangan. Hasilnya, stabilitas keuangan kuartal I 2019 terjaga dengan baik," ujar Ketua KSSK, Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Sri Mulyani yang juga Menteri Keuangan menambahkan, simpulan ini berdasarkan hasil pemantauan lembaga anggota KSSK yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), terhadap perkembangan perekonomian, moneter, fiskal, pasar keuangan, lembaga jasa keuangan, dan penjaminan simpanan.
"Pelaksanaan pesta demokrasi yang berlangsung aman dan damai turut meningkatkan kepercayaan publik terhadap SSK," sambungnya.
Kendati demikian, kata Sri Mulyani, ada beberapa potensi risiko, khususnya yang berasal dari perekonomian global. Yaitu pelemahan pertumbuhan ekonomi global dan penurunan volume perdagangan dunia, sebagaimana menjadi perhatian dalam Spring Meetings 2019 International Monetary Fund-World Bank.
Dari sisi domestik, Sri Mulyani, menerangkan tantangan yang dihadapi adalah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan memacu investasi dan ekspor dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan.
"Merespons hal tersebut, KSSK terus memperkuat koordinasi kebijakan moneter, fiskal, makroprudensial, mikroprudensial, dan penjaminan simpanan untuk mempertahankan stabilitas ekonomi serta menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Kami berupaya bagaimana menjaga ekpor dan sistem keuangan," tandasnya.
Di bidang moneter, Bank Indonesia (BI) memfokuskan kebijakan suku bunga dan nilai tukar untuk memperkuat stabilitas eksternal perekonomian. Kebijakan tersebut juga untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik.
BI telah mempertahankan suku bunga acuan sebesar 6% sepanjang kuartal I 2019. Bersamaan dengan itu, BI juga menempuh berbagai kebijakan yang lebih akomodatif. Beberapa kebijakan tersebut di antaranya strategi operasi moneter untuk meningkatkan ketersediaan likuiditas di pasar melalui transaksi term-repo secara regular dan terjadwal, disamping FX Swap.
Kedua, perkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif dengan menaikkan kisaran batasan Rasio Intermediasi Makroprudensial menjadi 84%-94%.
Kemudian, BI melakukan akselerasi pendalaman pasar keuangan melalui penguatan market conduct dan penerbitan ketentuan pelaksanaan instrumen derivatif suku bunga rupiah. Ini diikuti dengan kebijakan perluasan elektronifikasi penyaluran bansos, transportasi, dan keuangan pemerintah daerah dan mempersiapkan QR lndonesia Standard (QRIS).
Di bidang fiskal, kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara umum menunjukkan tren positif, baik di sisi pendapatan maupun belanja negara. Dengan APBN yang kredibel, Indonesia diharapkan mampu mempertahankan momentum pertumbuhan, termasuk dalam mengantisipasi perlambatan ekonomi global.
Sementara, OJK memandang stabilitas sistem keuangan masih terjaga. Hal ini didukung oleh tingkat permodalan dan likuiditas Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang memadai. Kinerja intermediasi LJK juga tumbuh positif dengan tingkat risiko yang terjaga.
OJK mendukung peran aktif dari sektor jasa keuangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, antara Lain dengan memperluas pendalaman pasar, meningkatkan kapasitas pelaku di industri keuangan, dan mengembangkan program pembiayaan sektor jasa keuangan yang berkelanjutan.
Adapun, LPS menilai tren kenaikan suku bunga simpanan secara umum sudah melandai dan stabil, sejalan dengan membaiknya kondisi likuiditas perbankan. Selanjutnya, LPS melakukan pemantauan dari sisi coverage penjaminan baik nominal dan rekening.
(ven)