Lampaui 18%, Industri Tekstil dan Pakaian Tumbuh Paling Tinggi
A
A
A
JAKARTA - Industri tekstil dan pakaian jadi menorehkan kinerja positif di triwulan I tahun 2019. Sepanjang tiga bulan tersebut, pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi tercatat paling tinggi dengan mencapai 18,98%. Jumlahnya naik signifikan dibanding periode yang sama tahun lalu di angka 7,46% dan juga meningkat dari perolehan selama 2018 sebesar 8,73%.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pun menunjukkan, produksi industri manufaktur besar dan sedang (IBS) pada kuartal I-2019 naik 4,45% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan produksi IBS tersebut, ditopang oleh produksi sektor industri pakaian jadi yang meroket hingga 29,19% karena melimpahnya order, terutama dari pasar ekspor.
“Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan salah satu sektor andalan karena memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional. Apalagi, industri TPT sebagai sektor yang tergolong padat karya dan berorientasi ekspor,” kata Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Muhdori di Jakarta, Senin (13/5/2019).
Menurutnya pertumbuhan tinggi yang terjadi pada industri TPT, terutama disebabkan adanya investasi yang cukup besar di sektor hulu khususnya produsen rayon. Ini terlihat dari beroperasinya PT Asia Pacific Rayon (APR) di Riau pada akhir tahun 2018, dengan investasi Rp11 triliun. Pabrik ini menambah kapasitas produksi sebesar 240 ribu ton per tahun, yang setengahnya diorientasikan untuk keperluan pasar ekspor.
“Itu yang menyebabkan peningkatan dari sisi ekspor. Selain itu, supply dari hulu yang meningkat, juga mendorong kinerja ke industri hilir dan antara sehingga secara komulatif industrinya semakin bergairah. Ini ditandai dengan ekspor TPT yang naik 1,1% pada triwulan I tahun ini,” paparnya.
Kemudian, dengan adanya kebijakan pengendalian terhadap impor yang dilakukan oleh pemerintah sejak Februari 2017, juga berdampak positif terhadap penurunan impor yang mencapai 2,1% pada triwulan I-2019. “Penurunan impor juga berdampak pada surplus neraca perdagangan yang ikut naik,” imbuhnya.
Lebih lanjut, peningkatan produktivitas industri TPT juga ditunjang melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan vokasi yang dilakukan oleh Kemenperin. Program ini menciptakan SDM industri yang kompeten dan produktif. Bahkan, didorong pula adanya momentum pemilihan umum beberapa waktu lalu, yang sebagian pelaku industri TPT memproduksi atribut untuk kampanye.
“Konsumsi TPT juga diyakini akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perubahan gaya hidup. Dalam memanfaatkan peluang ini, pelaku industri TPT nasional harus bekerja keras meningkatkan produktivitas, kualitas dan efisiensi melalui penerapan teknologi yang lebih modern sesuai dengan era digital,” tutur Muhdori.
Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri TPT adalah satu dari lima sektor manufaktur yang mendapat prioritas pengembangan dalam kesiapan menuju era industri 4.0. Aspirasi besar yang akan diwujudkan, yaitu menjadikan produsen tekstil dan pakaian jadi nasional masuk jajaran lima besar dunia pada tahun 2030.
“Untuk mewujudkannya, industri TPT kita perlu melakukan transformasi dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi digital, seperti 3D printing, automation, dan internet of things,” sebutnya. Transformasi ini diyakini dapat mendongkrak produktivitas dan kualitas secara efisien, serta dapat membangun klaster industri TPT yang terintegrasi dengan terkoneksi teknologi industri 4.0.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengungkapkan, industri TPT dalam negeri mampu kompetitif di kancah global karena telah memiliki daya saing tinggi. Hal ini didorong lantaran struktur industrinya sudah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya juga dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional.
“Dengan pertumbuhan ekonomi dan pergeseran permintaan dari pakaian sehari-hari (basic clothing) menjadi pakaian fungsional seperti baju olahraga, industri TPT nasional pun perlu membangun kemampuan produksi dan meningkatkan skala ekonomi agar dapat memenuhi permintaan di pasar domestik maupun ekspor,” tuturnya.
Menperin mengemukakan, kemampuan industri TPT semakin kompetitif, baik di pasar domestik maupun global. Ini terlihat pada laju pertumbuhan industri TPT sepanjang tahun 2018 yang tercatat di angka 8,73% atau mampu melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,17%.
“Pada tahun 2018, industri TPT menjadi penghasil devisa yang cukup signifikan dengan nilai ekspor mencapai USD13,22 miliar atau naik 5,55% dibanding tahun lalu. Selain itu, industri TPT telah menyerap tenaga kerja sebanyak 3,6 juta orang. Ini yang menjadikan industri TPT sebagai sektor padat karya dan berorientasi ekspor,” paparnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pun menunjukkan, produksi industri manufaktur besar dan sedang (IBS) pada kuartal I-2019 naik 4,45% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan produksi IBS tersebut, ditopang oleh produksi sektor industri pakaian jadi yang meroket hingga 29,19% karena melimpahnya order, terutama dari pasar ekspor.
“Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan salah satu sektor andalan karena memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional. Apalagi, industri TPT sebagai sektor yang tergolong padat karya dan berorientasi ekspor,” kata Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Muhdori di Jakarta, Senin (13/5/2019).
Menurutnya pertumbuhan tinggi yang terjadi pada industri TPT, terutama disebabkan adanya investasi yang cukup besar di sektor hulu khususnya produsen rayon. Ini terlihat dari beroperasinya PT Asia Pacific Rayon (APR) di Riau pada akhir tahun 2018, dengan investasi Rp11 triliun. Pabrik ini menambah kapasitas produksi sebesar 240 ribu ton per tahun, yang setengahnya diorientasikan untuk keperluan pasar ekspor.
“Itu yang menyebabkan peningkatan dari sisi ekspor. Selain itu, supply dari hulu yang meningkat, juga mendorong kinerja ke industri hilir dan antara sehingga secara komulatif industrinya semakin bergairah. Ini ditandai dengan ekspor TPT yang naik 1,1% pada triwulan I tahun ini,” paparnya.
Kemudian, dengan adanya kebijakan pengendalian terhadap impor yang dilakukan oleh pemerintah sejak Februari 2017, juga berdampak positif terhadap penurunan impor yang mencapai 2,1% pada triwulan I-2019. “Penurunan impor juga berdampak pada surplus neraca perdagangan yang ikut naik,” imbuhnya.
Lebih lanjut, peningkatan produktivitas industri TPT juga ditunjang melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan vokasi yang dilakukan oleh Kemenperin. Program ini menciptakan SDM industri yang kompeten dan produktif. Bahkan, didorong pula adanya momentum pemilihan umum beberapa waktu lalu, yang sebagian pelaku industri TPT memproduksi atribut untuk kampanye.
“Konsumsi TPT juga diyakini akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perubahan gaya hidup. Dalam memanfaatkan peluang ini, pelaku industri TPT nasional harus bekerja keras meningkatkan produktivitas, kualitas dan efisiensi melalui penerapan teknologi yang lebih modern sesuai dengan era digital,” tutur Muhdori.
Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri TPT adalah satu dari lima sektor manufaktur yang mendapat prioritas pengembangan dalam kesiapan menuju era industri 4.0. Aspirasi besar yang akan diwujudkan, yaitu menjadikan produsen tekstil dan pakaian jadi nasional masuk jajaran lima besar dunia pada tahun 2030.
“Untuk mewujudkannya, industri TPT kita perlu melakukan transformasi dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi digital, seperti 3D printing, automation, dan internet of things,” sebutnya. Transformasi ini diyakini dapat mendongkrak produktivitas dan kualitas secara efisien, serta dapat membangun klaster industri TPT yang terintegrasi dengan terkoneksi teknologi industri 4.0.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengungkapkan, industri TPT dalam negeri mampu kompetitif di kancah global karena telah memiliki daya saing tinggi. Hal ini didorong lantaran struktur industrinya sudah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya juga dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional.
“Dengan pertumbuhan ekonomi dan pergeseran permintaan dari pakaian sehari-hari (basic clothing) menjadi pakaian fungsional seperti baju olahraga, industri TPT nasional pun perlu membangun kemampuan produksi dan meningkatkan skala ekonomi agar dapat memenuhi permintaan di pasar domestik maupun ekspor,” tuturnya.
Menperin mengemukakan, kemampuan industri TPT semakin kompetitif, baik di pasar domestik maupun global. Ini terlihat pada laju pertumbuhan industri TPT sepanjang tahun 2018 yang tercatat di angka 8,73% atau mampu melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,17%.
“Pada tahun 2018, industri TPT menjadi penghasil devisa yang cukup signifikan dengan nilai ekspor mencapai USD13,22 miliar atau naik 5,55% dibanding tahun lalu. Selain itu, industri TPT telah menyerap tenaga kerja sebanyak 3,6 juta orang. Ini yang menjadikan industri TPT sebagai sektor padat karya dan berorientasi ekspor,” paparnya.
(akr)