Polemik Kontrak PAU-Rekind Diselesaikan Lewat Arbitrase Internasional
A
A
A
JAKARTA - PT Panca Amara Utama (PAU) membantah semua klaim sepihak dan tidak berdasarkan fakta yang disampaikan oleh PT Rekayasa Industri (Rekind) terkait tudingan bahwa PAU diduga akibatkan kerugian negara Rp.2 Triliun lebih untuk pembangunan pabrik amoniak di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.
“Informasi yang disampaikan ini berpotensi menyesatkan publik karena pabrik amoniak tersebut merupakan proyek investasi swasta murni dan bukan proyek negara karena pendanaannya berasal dari swasta dan pinjaman luar negeri,” ungkap juru bicara PAU, Farchad Mahfud di Jakarta.
Kontrak kerja sama antara PAU & Rekind atas proyek amoniak ini merupakan perjanjian bisnis yang disepakati oleh kedua belah pihak, termasuk di dalamnya terkait dengan penyelesaian perselisihan. Karena itu, PAU sangat menyayangkan pernyataan yang disampaikan oleh Rekind ini, sehingga melanggar lebih jauh kesepakatan yang ada dalam kontrak.
“PAU sebagai anak perusahaan terbuka memiliki komitmen yang tinggi untuk menjalankan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk dalam menjalin kerja sama dengan mitra kerja,“ jelas Farchad.
Lebih lanjut terang dia seluruh perjanjian kerjasama dengan Rekind sudah diatur dalam kontrak, sehingga PAU tinggal mengikuti saja. "Karena itu, terkait dengan perselisihan perdata ini, maka PAU telah mendaftarkan penyelesaiannya melalui Lembaga Penyelesaian Sengketa Internasional sesuai dengan kontrak yang juga disepakati oleh Rekind sendiri," paparnya.
Terkait klaim tunggakan oleh Rekind, PAU menyatakan bahwa tidak ada tunggakan pembayaran karena PAU telah membayar seluruh invoice yang ditagihkan oleh Rekind. Bahkan, PAU telah mengeluarkan biaya yang lebih dari kewajibannya dalam kontrak yang juga telah diakui oleh Rekind, demi membantu kesulitan keuangan Rekind dan mengurangi keterlambatan penyelesaian proyek.
Di dalam kontrak Rekind juga telah memberikan hak pencairan jaminan pelaksanaan proyek berupa Performance Bond jika terjadi keterlambatan penyelesaian proyek oleh Rekind. Walaupun demikian, PAU tidak serta merta menempuh langkah pencairan Performance Bond karena saat itu masih menunggu itikad baik Rekind untuk menyelesaikan perselisihan secara musyawarah, namun akhirnya PAU terpaksa mengambil langkah tersebut.
Klausul mengenai pencairan Performance Bond merupakan klausul standar dalam kontrak Engineering, Procurement and Construction (EPC) di Indonesia dan di berbagai negara. “Selama periode proyek kami telah berulangkali mendorong dan membantu Rekind untuk menyelesaikan pekerjaannya. Karena itu, kami sangat berharap Rekind dapat menghormati kontrak sesuai kesepakatan,” pungkas Farchad.
“Informasi yang disampaikan ini berpotensi menyesatkan publik karena pabrik amoniak tersebut merupakan proyek investasi swasta murni dan bukan proyek negara karena pendanaannya berasal dari swasta dan pinjaman luar negeri,” ungkap juru bicara PAU, Farchad Mahfud di Jakarta.
Kontrak kerja sama antara PAU & Rekind atas proyek amoniak ini merupakan perjanjian bisnis yang disepakati oleh kedua belah pihak, termasuk di dalamnya terkait dengan penyelesaian perselisihan. Karena itu, PAU sangat menyayangkan pernyataan yang disampaikan oleh Rekind ini, sehingga melanggar lebih jauh kesepakatan yang ada dalam kontrak.
“PAU sebagai anak perusahaan terbuka memiliki komitmen yang tinggi untuk menjalankan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk dalam menjalin kerja sama dengan mitra kerja,“ jelas Farchad.
Lebih lanjut terang dia seluruh perjanjian kerjasama dengan Rekind sudah diatur dalam kontrak, sehingga PAU tinggal mengikuti saja. "Karena itu, terkait dengan perselisihan perdata ini, maka PAU telah mendaftarkan penyelesaiannya melalui Lembaga Penyelesaian Sengketa Internasional sesuai dengan kontrak yang juga disepakati oleh Rekind sendiri," paparnya.
Terkait klaim tunggakan oleh Rekind, PAU menyatakan bahwa tidak ada tunggakan pembayaran karena PAU telah membayar seluruh invoice yang ditagihkan oleh Rekind. Bahkan, PAU telah mengeluarkan biaya yang lebih dari kewajibannya dalam kontrak yang juga telah diakui oleh Rekind, demi membantu kesulitan keuangan Rekind dan mengurangi keterlambatan penyelesaian proyek.
Di dalam kontrak Rekind juga telah memberikan hak pencairan jaminan pelaksanaan proyek berupa Performance Bond jika terjadi keterlambatan penyelesaian proyek oleh Rekind. Walaupun demikian, PAU tidak serta merta menempuh langkah pencairan Performance Bond karena saat itu masih menunggu itikad baik Rekind untuk menyelesaikan perselisihan secara musyawarah, namun akhirnya PAU terpaksa mengambil langkah tersebut.
Klausul mengenai pencairan Performance Bond merupakan klausul standar dalam kontrak Engineering, Procurement and Construction (EPC) di Indonesia dan di berbagai negara. “Selama periode proyek kami telah berulangkali mendorong dan membantu Rekind untuk menyelesaikan pekerjaannya. Karena itu, kami sangat berharap Rekind dapat menghormati kontrak sesuai kesepakatan,” pungkas Farchad.
(akr)