Mardiasmo Minta Pembangunan Daerah Tidak Mengandalkan Dana APBN
A
A
A
JAKARTA - Pembangunan nasional belum merata dan masih terpusat di Jawa. Untuk itu, pemerintah terus meningkatkan pemerataan pembangunan di daerah. Sayangnya, pemerataan ini terbentur keterbatasan pembiayaan.
Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, berharap pembangunan dan pemerataan di daerah bisa menggunakan instrumen pembiayaan dari BUMN ataupun swasta. Sehingga daerah tidak hanya bergantung dari dana transfer Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN).
"Pendapatan daerah yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur masih sangat bergantung dari dana transfer APBN. Dana transfer pada 2019 mencapai Rp826,77 triliun atau 38% dari APBN," terang Mardiasmo dalam lokakarya "Mencari Pola Sinergi Pengembangan Pembangunan" di Jakarta, Kamis (11/7/2019).
Mardiasmo menambahkan ketergantungan dari sumber APBN membuat pembangunan di daerah masih terbatas dan pertumbuhan ekonomi masih terpusat di Jawa, sehingga pemerataan wilayah di seluruh Indonesia belum terbangun seluruhnya.
"Dengan ketergantungan daerah atas dana transfer dari pemerintah pusat, maka dapat kita ketahui dalam memaksimalkan pembangunan dan pemerataan pertumbuhan di Indonesia, tidak akan cukup jika kita hanya menggunakan APBN dan APBD," ujarnya.
Karena itu, ujar Mardiasmo, instrumen pembiayaan lain berupa investasi dari BUMN maupun swasta sangat diperlukan sebagai penopang untuk pembiayaan proyek-proyek prioritas infrastruktur unggulan, terutama di daerah.
"Seluruh pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, swasta, maupun pihak-pihak lain perlu bersinergi dalam mendukung pemenuhan kebutuhan pembiayaan tersebut," ujarnya.
Selama ini, pemerintah menjalankan kebijakan kerja sama pendanaan yang tidak hanya berasal dari APBN atau APBD yaitu dari pinjaman daerah, penerusan pinjaman dari luar negeri kepada pemda dan BUMN, kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), Pembiayaan Investasi Non-Anggaran (PINA) serta kredit Ultra Mikro.
Kerja sama investasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta di berbagai proyek juga telah dilakukan di antaranya untuk pembangunan Bandara Kertajati, Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan, dan pemberdayaan masyarakat kecil melalui pemberian Pembiayaan Ultra Mikro (UMi).
Dengan kondisi ini, pemerintah mengharapkan adanya kerja sama investasi yang makin meningkat untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi agar tercipta peningkatan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat serta pengembangan usaha mikro di daerah.
Pemerintah juga akan menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah yang dapat menjadi payung hukum atas inovasi dan kerja sama pemerintah daerah, pemerintah pusat, BUMN, dan pihak swasta.
Diharapkan inovasi dan skema investasi baru yang diatur dalam revisi PP No. 1 Tahun 2008, akan dapat tercipta pembangunan infrastruktur di daerah yang selama ini belum terjangkau melalui skema investasi terdahulu, seperti APBN maupun APBD.
Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, berharap pembangunan dan pemerataan di daerah bisa menggunakan instrumen pembiayaan dari BUMN ataupun swasta. Sehingga daerah tidak hanya bergantung dari dana transfer Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN).
"Pendapatan daerah yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur masih sangat bergantung dari dana transfer APBN. Dana transfer pada 2019 mencapai Rp826,77 triliun atau 38% dari APBN," terang Mardiasmo dalam lokakarya "Mencari Pola Sinergi Pengembangan Pembangunan" di Jakarta, Kamis (11/7/2019).
Mardiasmo menambahkan ketergantungan dari sumber APBN membuat pembangunan di daerah masih terbatas dan pertumbuhan ekonomi masih terpusat di Jawa, sehingga pemerataan wilayah di seluruh Indonesia belum terbangun seluruhnya.
"Dengan ketergantungan daerah atas dana transfer dari pemerintah pusat, maka dapat kita ketahui dalam memaksimalkan pembangunan dan pemerataan pertumbuhan di Indonesia, tidak akan cukup jika kita hanya menggunakan APBN dan APBD," ujarnya.
Karena itu, ujar Mardiasmo, instrumen pembiayaan lain berupa investasi dari BUMN maupun swasta sangat diperlukan sebagai penopang untuk pembiayaan proyek-proyek prioritas infrastruktur unggulan, terutama di daerah.
"Seluruh pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, swasta, maupun pihak-pihak lain perlu bersinergi dalam mendukung pemenuhan kebutuhan pembiayaan tersebut," ujarnya.
Selama ini, pemerintah menjalankan kebijakan kerja sama pendanaan yang tidak hanya berasal dari APBN atau APBD yaitu dari pinjaman daerah, penerusan pinjaman dari luar negeri kepada pemda dan BUMN, kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), Pembiayaan Investasi Non-Anggaran (PINA) serta kredit Ultra Mikro.
Kerja sama investasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta di berbagai proyek juga telah dilakukan di antaranya untuk pembangunan Bandara Kertajati, Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan, dan pemberdayaan masyarakat kecil melalui pemberian Pembiayaan Ultra Mikro (UMi).
Dengan kondisi ini, pemerintah mengharapkan adanya kerja sama investasi yang makin meningkat untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi agar tercipta peningkatan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat serta pengembangan usaha mikro di daerah.
Pemerintah juga akan menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah yang dapat menjadi payung hukum atas inovasi dan kerja sama pemerintah daerah, pemerintah pusat, BUMN, dan pihak swasta.
Diharapkan inovasi dan skema investasi baru yang diatur dalam revisi PP No. 1 Tahun 2008, akan dapat tercipta pembangunan infrastruktur di daerah yang selama ini belum terjangkau melalui skema investasi terdahulu, seperti APBN maupun APBD.
(ven)