Temui KEIN, ITB Ahmad Dahlan Minta Cukai Rokok Dinaikkan
A
A
A
JAKARTA - Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Jakarta melalui Center of Human and Economic Development (CHED) mengadakan pertemuan dengan Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Rabu 31 Juli 2019. Dalam pertemuan tesebut, pihak ITB-AD disambut langsung oleh Ketua KEIN Soetrisno Bachir beserta anggota KEIN lainnya.
Dalam kesempatan itu ITB-AD menyampaikan banyak hal terkait dengan dampak rokok terhadap masyarakat dan ekonomi Indonesia yang selama ini memang menjadi fokus CHED melalui program Ahmad Dahlan Tobacco Control (ADTC).
“Kami menilai bahwa pengendalian tembakau/rokok adalah tanggung jawab negara untuk melindungi dampak buruk yang ditimbulkan oleh rokok kepada masyarakat. Dampak buruk yang tidak hanya penyakit kronis dan kematian, namun dampak buruk rokok menggerogoti pendapatan pada ekonomi rumah tangga miskin dan hampir miskin di Indonesia,” ujar Head of Center of Human and Economics Development ITB-AD Roosita Meilani Dewi, seusai pertemuan di Hesa Room Pullman Hotel Thamrin, Jakarta.
Lebih lanjut Roosita Meilani Dewi mengatakan, secara ekonomi dan industri terjadi ketidakseimbangan iklim industri dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sehingga terjadi penggerogotan pendapatan rakyat untuk keuntungan industri rokok.
"Dari sisi pertanian, industri rokok sudah memberikan dampak negatif terhadap lingkungan pertanian dan rantai perdagangan yang menjerat petani gurem, yang diuntungkan hanya para tengkulak. Dari sisi pekerja pada industri rokok tidak memberikan upah minimum regional sesuai hak tenaga kerja. Selain itu, membayahakan generasi masa depan bangsa Indonesia, terutama pada masyarakat miskin dan hampir miskin,” tukasnya.
Menurut Roosita, berbagai penelitian menunjukkan bahwa keterpaparan rokok pada masyarakat menengah dan miskin karena harga dan pajak rokok yang masih terjangkau, bahkan anak SD. Sehingga mendorong anak-anak perokok untuk terus merokok, dan mendorong anak yang berhenti merokok untuk kembali merokok.
“Hasil penelitian kami jika rokok tidak dinaikkan harga dan pajaknya maka sampai tahun 2038 Indonesia tidak akan bisa lepas dari jerat kemiskinan, meskipun sudah ada instrument bantuan sosial,” terangnya.
Pihaknya sangat berharap KEIN-RI untuk mendukung upaya stabilitas industri dalam kerangka perlindungan hak atas ekonomi dan kesehatan masyarakat khususnya hak anak Indonesia untuk tumbuh dan berkembang jauh dari pengaruh buruk produk tembakau, yaitu rokok.
“Kami mendorong KEIN memberikan masukan kepada pemerintah agar mengontrol dan mengevaluasi kembali industri rokok. Kami juga mendorong untuk dilakukannya simplifikasi layer rokok sesuai penggolongan industri pada Kementerian Perindustrian, dan menaikkan cukai rokok maksimal sehingga harga rokok tidak dapat terjangkau oleh masyarakat kurang mampu, serta tidak mendompleng industri rill lainnya," tutup Roosita.
Adapun KEIN memberikan tanggapan yang positif dan mendukung usulan CHED ITB-AD tentang simplifikasi layer cukai tembakau dan tarif cukai dinaikkan.
Dalam kesempatan itu ITB-AD menyampaikan banyak hal terkait dengan dampak rokok terhadap masyarakat dan ekonomi Indonesia yang selama ini memang menjadi fokus CHED melalui program Ahmad Dahlan Tobacco Control (ADTC).
“Kami menilai bahwa pengendalian tembakau/rokok adalah tanggung jawab negara untuk melindungi dampak buruk yang ditimbulkan oleh rokok kepada masyarakat. Dampak buruk yang tidak hanya penyakit kronis dan kematian, namun dampak buruk rokok menggerogoti pendapatan pada ekonomi rumah tangga miskin dan hampir miskin di Indonesia,” ujar Head of Center of Human and Economics Development ITB-AD Roosita Meilani Dewi, seusai pertemuan di Hesa Room Pullman Hotel Thamrin, Jakarta.
Lebih lanjut Roosita Meilani Dewi mengatakan, secara ekonomi dan industri terjadi ketidakseimbangan iklim industri dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sehingga terjadi penggerogotan pendapatan rakyat untuk keuntungan industri rokok.
"Dari sisi pertanian, industri rokok sudah memberikan dampak negatif terhadap lingkungan pertanian dan rantai perdagangan yang menjerat petani gurem, yang diuntungkan hanya para tengkulak. Dari sisi pekerja pada industri rokok tidak memberikan upah minimum regional sesuai hak tenaga kerja. Selain itu, membayahakan generasi masa depan bangsa Indonesia, terutama pada masyarakat miskin dan hampir miskin,” tukasnya.
Menurut Roosita, berbagai penelitian menunjukkan bahwa keterpaparan rokok pada masyarakat menengah dan miskin karena harga dan pajak rokok yang masih terjangkau, bahkan anak SD. Sehingga mendorong anak-anak perokok untuk terus merokok, dan mendorong anak yang berhenti merokok untuk kembali merokok.
“Hasil penelitian kami jika rokok tidak dinaikkan harga dan pajaknya maka sampai tahun 2038 Indonesia tidak akan bisa lepas dari jerat kemiskinan, meskipun sudah ada instrument bantuan sosial,” terangnya.
Pihaknya sangat berharap KEIN-RI untuk mendukung upaya stabilitas industri dalam kerangka perlindungan hak atas ekonomi dan kesehatan masyarakat khususnya hak anak Indonesia untuk tumbuh dan berkembang jauh dari pengaruh buruk produk tembakau, yaitu rokok.
“Kami mendorong KEIN memberikan masukan kepada pemerintah agar mengontrol dan mengevaluasi kembali industri rokok. Kami juga mendorong untuk dilakukannya simplifikasi layer rokok sesuai penggolongan industri pada Kementerian Perindustrian, dan menaikkan cukai rokok maksimal sehingga harga rokok tidak dapat terjangkau oleh masyarakat kurang mampu, serta tidak mendompleng industri rill lainnya," tutup Roosita.
Adapun KEIN memberikan tanggapan yang positif dan mendukung usulan CHED ITB-AD tentang simplifikasi layer cukai tembakau dan tarif cukai dinaikkan.
(poe)