Sistem Cukai Ad Volerum Berpotensi Kurangi Pendapatan Negara

Jum'at, 09 Agustus 2019 - 05:02 WIB
Sistem Cukai Ad Volerum...
Sistem Cukai Ad Volerum Berpotensi Kurangi Pendapatan Negara
A A A
JAKARTA - Cukai merupakan instrumen pengendalian konsumsi tembakau yang digunakan secara efektif dalam kampanye pengendalian tembakau, untuk menekan secara eksesif konsumsi rokok dari segi harga.

Menurut Ketua Liga Tembakau A. Zulvan Kurniawan, sejak kebijakan diubah dari sistem ad volerum ke spesifik yang berlandaskan UU No. 39 Tahun 2007, dan yang diturunkan setiap tahun dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK), merupakan kebijakan yang tidak mendukung perkembangan industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia.

Saat ini, terdapat 600 pabrik baik skala kecil hingga besar yang beroperasi. "Ada 6 juta petani tembakau dan petani cengkih yang menggantungkan sumber penghidupannya," tegasnya di Jakarta, Kamis (8/8/2019).

Sementara hasil riset dari dua peneliti Universitas Indonesia (UI), Vid Adrison dan Bagus Wahyu Prasetyo, menyimpulkan kompleksitas sistem cukai yang ada di Indonesia saat ini, membuka celah sebagian produsen melakukan penghindaraan cukai (tax avoidance).

Menurut riset yang dipublikasikan dalam BMJ Journal itu, sistem cukai di industri hasil tembakau membuat kebijakan pemerintah terkait kenaikan tarif cukai tidak efektif.

Sistem tarif cukai ad valorem mendorong pelaku usaha produk hasil tembakau untuk menghindari pajak, dan sistem tarif cukai rokok yang terdiri dari banyak kelompok (multi-tier) menjadi insentif bagi produsen rokok memproduksi produk dalam golongan tarif cukai rendah.

Mengurangi jumlah tingkatan tarif cukai dinilai menjadi solusi yang mungkin untuk mengurangi konsumsi rokok dalam jangka pendek. Kesimpulan penelitian tersebut diperoleh berdasarkan analisis terhadap data brand dari 2005 hingga 2017.

Data yang digunakan meliputi harga banderol dari produsen, volume produksi, jenis rokok, tarif pajak yang berlaku, dan informasi mengenai afiliasi antara pabrikan yang satu dengan pabrikan lainnya.

Kementerian Keuangan sudah menyiapkan kebijakan penyederhanaan layer tarif cukai. Dalam kebijakan tersebut, nantinya pada 2021 mendatang, jumlah layer hanya tersisa menjadi 5 layer. Namun, pemerintah menghentikan kebijakan tersebut pada 2 November 2018 lalu. Sebagai akibat dari keputusan tersebut, pemerintah telah kehilangan peluang untuk mengurangi konsumsi rokok melalui pengurangan layer.

Hasil penelitian juga menyebutkan pengurangan satu layer akan meningkatkan harga rokok sebesar 2,9%. Dengan asumsi elastisitas harga permintaan di Indonesia 0,6 seperti yang ditemukan oleh Adioetomo Djutaharta, maka akan ada pengurangan 1,74% dalam konsumsi rokok.

Total rokok pada 2017 sekitar 330 miliar batang. Pengurangan 1,74% ini setara dengan 5,7 miliar batang, Sistem cukai spesifik dengan layer yang lebih sederhana memiliki dampak lebih besar terhadap peningkatan penerimaan negara dan pengurangan konsumsi.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8973 seconds (0.1#10.140)