Pengembang Desak Pemerintah Menambah Kuota Anggaran Rumah FLPP
A
A
A
JAKARTA - Kuota bantuan subsidi rumah yang disalurkan pemerintah melalui skema Fasilitas Likuidtas Pembiayaan Perumahan (FLPP) bagi masyarakat berpenghasilan rendah, semakin menipis.
Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyatakan, hingga 31 Juli 2019, realisasi penyaluran KPR FLPP sudah sekitar 49.000 unit atau 70% dari target 68.858 unit. Adapun anggaran yang sudah terserap sebesar Rp4,76 triliun dari total yang disediakan Rp7,1 triliun.
Bila tidak ada penambahan kuota FLPP maka proyek pembangunan satu juta rumah yang digencarkan pemerintah, bakal terancam. Dan bisa berdampak pada industri properti secara keseluruhan.
"Kami sangat prihatin dengan kondisi kuota anggaran FLPP saat ini. Hal ini bisa mengancam keberlangsungan industri properti di Indonesia secara keseluruhan," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Properti, Hendro Gondokusumo di Menara Kadin Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Karena itu, Kadin Indonesia bersama para pengembang mendesak pemerintah menyalurkan kuota tambahan FLPP untuk pembiayaan pembangunan perumahan rakyat kecil. Hal ini diperlukan untuk menjaga stabilitas industri properti di Indonesia.
Ketua Komtap Kadin Properti, Setyo Maharso, menilai dengan akan habisnya anggaran FLPP telah memicu ketidakpastian di kalangan pengembang. Pembangunan FLPP yang dilakukan secara agresif di sejumlah daerah telah mendongkrak ekonomi rakyat. Industri properti pun menjadi lokomotif yang mendorong bergeraknya sektor ekonomi lainnya.
Setyo menambahkan, di belakang industri properti ada 174 industri ikutan yang juga mendorong perputaran roda perekonomian Indonesia, mulai dari industri rumahan hingga industri berat. Jadi sangat berbahaya jika pemerintah tidak memberikan tambahan kuota.
Para pengembang pun sudah menyampaikan masalah kekurangan kuota ini sejak awal 2019. Dan lanjut, Setyo, sebanyak 85% perusahaan anggota pengembang adalah mereka yang bergerak di bisnis perumahan FLPP. Sehingga sangat rentan terhadap pergerakan pembiayaan konsumen.
Jika pembiayaan terhambat, maka akan ada multiplier effect ke stakeholder lainnya yaitu perbankan, kontraktor, vendor dan akhirnya ke konsumen. Dan para pengembang meminta agar kuota FLPP tidak ditentukan sepihak oleh pemerintah melainkan berdasarkan data bersama seluruh organisasi.
Terkait ini, Kementerian PUPR mengatakan sudah mengajukan tambahan kuota ke Kementerian Keuangan. Namun, hingga saat ini belum ada solusi dari Kemenkeu. "Kami harapkan kementerian keuangan dapat secepatnya mengambil keputusan untuk mengeluarkan tambahan kuota FLPP tersebut paling tidak di akhir Agustus atau awal September," ujar Wakil Sekretaris Jenderal DPP Realestat Indonesia (REI), Herry Sulistyono.
Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyatakan, hingga 31 Juli 2019, realisasi penyaluran KPR FLPP sudah sekitar 49.000 unit atau 70% dari target 68.858 unit. Adapun anggaran yang sudah terserap sebesar Rp4,76 triliun dari total yang disediakan Rp7,1 triliun.
Bila tidak ada penambahan kuota FLPP maka proyek pembangunan satu juta rumah yang digencarkan pemerintah, bakal terancam. Dan bisa berdampak pada industri properti secara keseluruhan.
"Kami sangat prihatin dengan kondisi kuota anggaran FLPP saat ini. Hal ini bisa mengancam keberlangsungan industri properti di Indonesia secara keseluruhan," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Properti, Hendro Gondokusumo di Menara Kadin Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Karena itu, Kadin Indonesia bersama para pengembang mendesak pemerintah menyalurkan kuota tambahan FLPP untuk pembiayaan pembangunan perumahan rakyat kecil. Hal ini diperlukan untuk menjaga stabilitas industri properti di Indonesia.
Ketua Komtap Kadin Properti, Setyo Maharso, menilai dengan akan habisnya anggaran FLPP telah memicu ketidakpastian di kalangan pengembang. Pembangunan FLPP yang dilakukan secara agresif di sejumlah daerah telah mendongkrak ekonomi rakyat. Industri properti pun menjadi lokomotif yang mendorong bergeraknya sektor ekonomi lainnya.
Setyo menambahkan, di belakang industri properti ada 174 industri ikutan yang juga mendorong perputaran roda perekonomian Indonesia, mulai dari industri rumahan hingga industri berat. Jadi sangat berbahaya jika pemerintah tidak memberikan tambahan kuota.
Para pengembang pun sudah menyampaikan masalah kekurangan kuota ini sejak awal 2019. Dan lanjut, Setyo, sebanyak 85% perusahaan anggota pengembang adalah mereka yang bergerak di bisnis perumahan FLPP. Sehingga sangat rentan terhadap pergerakan pembiayaan konsumen.
Jika pembiayaan terhambat, maka akan ada multiplier effect ke stakeholder lainnya yaitu perbankan, kontraktor, vendor dan akhirnya ke konsumen. Dan para pengembang meminta agar kuota FLPP tidak ditentukan sepihak oleh pemerintah melainkan berdasarkan data bersama seluruh organisasi.
Terkait ini, Kementerian PUPR mengatakan sudah mengajukan tambahan kuota ke Kementerian Keuangan. Namun, hingga saat ini belum ada solusi dari Kemenkeu. "Kami harapkan kementerian keuangan dapat secepatnya mengambil keputusan untuk mengeluarkan tambahan kuota FLPP tersebut paling tidak di akhir Agustus atau awal September," ujar Wakil Sekretaris Jenderal DPP Realestat Indonesia (REI), Herry Sulistyono.
(ven)