Darmin Ingin RUU Pajak Mencontek Sistem Omnibus Law AS
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah sedang menyiapkan Rancangan Undang-undang Pajak, yang nantinya akan mengakomodasi semua UU Pajak lainnya, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Terkait payung hukum Pajak yang baru, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan akan mencontek skema Amerika Serikat, yaitu dengan Omnibus Law.
Permasalahannya, Indonesia menganut sistem Civil Law. Dalam skema Omnibus Law, konsep ini adalah membuat satu UU baru untuk mengamandemen beberapa UU sekaligus.
Dengan penggunaan konsep Omnibus Law akan menjawab persoalan tumpang tindih aturan perundang-undangan di Indonesia.
"Ini belum pernah dilakukan oleh Indonesia. Pertama kali (Omnibus Law) dilakukan di Amerika Serikat," ujar Darmin di Jakarta, Rabu (4/9/2019).
Darmin menambahkan RUU Pajak yang baru akan berkonsep Omnibus Law yang bakal mengakomodasi semua RUU Pajak dan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
"Semua kemungkinan terbuka (untuk Omnibus Law). Karena UU baru ini, perubahannya agak dalam. Sehingga perlu ditimbang, mana yang lebih efisien dan efektif, apakah Omnibus Law atau UU normal (Civil Law)," katanya.
Menurut Darmin, pembahasan RUU Pajak yang baru akan dilakukan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terpilih periode 2019-2024. Jika Omnibus Law yang disetujui maka ini akan menjadi yang pertama kali dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia.
"Landasan hukum baru tersebut nantinya diharapkan bisa mengatasi tumpang tindih ketentuan, khususnya di bidang perpajakan," jelasnya.
Terkait payung hukum Pajak yang baru, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan akan mencontek skema Amerika Serikat, yaitu dengan Omnibus Law.
Permasalahannya, Indonesia menganut sistem Civil Law. Dalam skema Omnibus Law, konsep ini adalah membuat satu UU baru untuk mengamandemen beberapa UU sekaligus.
Dengan penggunaan konsep Omnibus Law akan menjawab persoalan tumpang tindih aturan perundang-undangan di Indonesia.
"Ini belum pernah dilakukan oleh Indonesia. Pertama kali (Omnibus Law) dilakukan di Amerika Serikat," ujar Darmin di Jakarta, Rabu (4/9/2019).
Darmin menambahkan RUU Pajak yang baru akan berkonsep Omnibus Law yang bakal mengakomodasi semua RUU Pajak dan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
"Semua kemungkinan terbuka (untuk Omnibus Law). Karena UU baru ini, perubahannya agak dalam. Sehingga perlu ditimbang, mana yang lebih efisien dan efektif, apakah Omnibus Law atau UU normal (Civil Law)," katanya.
Menurut Darmin, pembahasan RUU Pajak yang baru akan dilakukan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terpilih periode 2019-2024. Jika Omnibus Law yang disetujui maka ini akan menjadi yang pertama kali dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia.
"Landasan hukum baru tersebut nantinya diharapkan bisa mengatasi tumpang tindih ketentuan, khususnya di bidang perpajakan," jelasnya.
(ven)