Manfaatkan Perang Dagang, Vietnam Diakui Lebih Unggul
A
A
A
JAKARTA - Vietnam menjadi salah satu negara yang mendapat keuntungan dari perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China. Banyak perusahaan yang memilih Vietnam untuk relokasi pabrik karena kemudahan berinvestasi.
Direktur Fasilitasi Promosi Daerah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indra Darmawan mengatakan, Vietnam memang dipandang lebih unggul dibandingkan negara-negara lainnya dari sisi harga sewa lahan, upah, dan kemudahan berusaha.
"Di sana tidak ada minimum investasi, di sini ada. Di sana tidak ada yang namanya local content atau Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), di sini kita ada. Hal-hal seperti itu yang membuat akhirnya investor berbondong-bondong ke Vietnam dan mencetak ekspor mereka," ujarnya di Jakarta, Kamis (5/9/2019) malam.
Indra melanjutkan, saat ini negara yang paling banyak menerima manfaat dari perang dagang adalah Vietnam dan Thailand. Negara lain yang juga mengambil keuntungan dari perang dagang adalah Malaysia dan Taiwan.
"Indonesia masih belum sepenuhnya memanfaatkan momentum tersebut. Tapi kita terus melakukan kemudahan berusaha agar bisa ikut menikmati manfaat dari adanya relokasi usaha akibat perang dagang antara AS dengan China," tuturnya.
Menurut Indra, sebenarnya Indonesia masih mendapatkan keuntungan dari perang dagang yang terjadi antara AS dengan China meskipun tidak sebesar Vietnam. Ini terlihat dari angka realisasi investasi pada tiga bulan terakhir yang mencapai sekitar Rp200 triliun.
"Selama semester I/2019, realisasi investasi dari Januari-Juni itu sudah hampir setengahnya dari target kita. Sekitar Rp395,6 triliun yang sudah terealisasi, meningkat dibandingkan tahun lalu," ungkapnya.
Indra menambahkan, BKPM akan terus menyempurnakan sistem Online Single Submission (OSS) termasuk memasilitasi permasalahan yang dihadapi para pelaku usaha dalam merealisasikan investasinya. Meski masih banyak yang harus disempurnakan, lanjut Indra, sebenarnya OSS sudah berjalan dengan baik.
"Saat ini per hari yang meregistrasi sudah di atas 1.500 per hari. Kemudian yang mengaktivasi akun sekitar 1.400 per hari. Nomor induk berusaha yang diterbitkan sekitar 1.200-1.300 per hari. Izin usaha yang diterbitkan 1.000-1.100 per hari. Angka-angka ini menunjukkan bahwa meskipun masih banyak yang disempurnakan, OSS sudah berjalan," tandasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Indonesia saat ini masih belum dilirik oleh banyak investor, dimana masih kalah dari negara berkembang lainnya.
Bahkan dia mengatakan, pada dua bulan lalu terdapat 33 perusahaan yang keluar dari China tetapi tidak satu pun berpindah ke Indonesia.
“Sebanyak 23 di antaranya memilih di Vietnam. 10 lainnya perginya ke Malaysia, Thailand dan Kamboja. Engga ada yang ke kita. Tidak ada yang ke Indonesia. Tolong ini digarisbawahi. Hati-hati. Berarti kita punya persoalan yang harus kita selesaikan,” ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden, Rabu (4/9/2019).
Sambung dia menambahkan, setelah dilihat secara detail banyaknya perusahaan yang memilih ke Vietnam karena kemudahan berinvestasi.
“Kalau mau pindah ke Vietnam hanya butuh waktu dua bulan rampung semuanya. Kita bisa bertahun-tahun. Penyebabnya hanya itu. Engga ada yang lain,” ungkapnya.
Direktur Fasilitasi Promosi Daerah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indra Darmawan mengatakan, Vietnam memang dipandang lebih unggul dibandingkan negara-negara lainnya dari sisi harga sewa lahan, upah, dan kemudahan berusaha.
"Di sana tidak ada minimum investasi, di sini ada. Di sana tidak ada yang namanya local content atau Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), di sini kita ada. Hal-hal seperti itu yang membuat akhirnya investor berbondong-bondong ke Vietnam dan mencetak ekspor mereka," ujarnya di Jakarta, Kamis (5/9/2019) malam.
Indra melanjutkan, saat ini negara yang paling banyak menerima manfaat dari perang dagang adalah Vietnam dan Thailand. Negara lain yang juga mengambil keuntungan dari perang dagang adalah Malaysia dan Taiwan.
"Indonesia masih belum sepenuhnya memanfaatkan momentum tersebut. Tapi kita terus melakukan kemudahan berusaha agar bisa ikut menikmati manfaat dari adanya relokasi usaha akibat perang dagang antara AS dengan China," tuturnya.
Menurut Indra, sebenarnya Indonesia masih mendapatkan keuntungan dari perang dagang yang terjadi antara AS dengan China meskipun tidak sebesar Vietnam. Ini terlihat dari angka realisasi investasi pada tiga bulan terakhir yang mencapai sekitar Rp200 triliun.
"Selama semester I/2019, realisasi investasi dari Januari-Juni itu sudah hampir setengahnya dari target kita. Sekitar Rp395,6 triliun yang sudah terealisasi, meningkat dibandingkan tahun lalu," ungkapnya.
Indra menambahkan, BKPM akan terus menyempurnakan sistem Online Single Submission (OSS) termasuk memasilitasi permasalahan yang dihadapi para pelaku usaha dalam merealisasikan investasinya. Meski masih banyak yang harus disempurnakan, lanjut Indra, sebenarnya OSS sudah berjalan dengan baik.
"Saat ini per hari yang meregistrasi sudah di atas 1.500 per hari. Kemudian yang mengaktivasi akun sekitar 1.400 per hari. Nomor induk berusaha yang diterbitkan sekitar 1.200-1.300 per hari. Izin usaha yang diterbitkan 1.000-1.100 per hari. Angka-angka ini menunjukkan bahwa meskipun masih banyak yang disempurnakan, OSS sudah berjalan," tandasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Indonesia saat ini masih belum dilirik oleh banyak investor, dimana masih kalah dari negara berkembang lainnya.
Bahkan dia mengatakan, pada dua bulan lalu terdapat 33 perusahaan yang keluar dari China tetapi tidak satu pun berpindah ke Indonesia.
“Sebanyak 23 di antaranya memilih di Vietnam. 10 lainnya perginya ke Malaysia, Thailand dan Kamboja. Engga ada yang ke kita. Tidak ada yang ke Indonesia. Tolong ini digarisbawahi. Hati-hati. Berarti kita punya persoalan yang harus kita selesaikan,” ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden, Rabu (4/9/2019).
Sambung dia menambahkan, setelah dilihat secara detail banyaknya perusahaan yang memilih ke Vietnam karena kemudahan berinvestasi.
“Kalau mau pindah ke Vietnam hanya butuh waktu dua bulan rampung semuanya. Kita bisa bertahun-tahun. Penyebabnya hanya itu. Engga ada yang lain,” ungkapnya.
(ind)