Lindungi Data Nasabah Fintech

Selasa, 24 September 2019 - 07:56 WIB
Lindungi Data Nasabah...
Lindungi Data Nasabah Fintech
A A A
JAKARTA - Maraknya perkembangan layanan financial technology (fintech) memudahkan masyarakat dalam mengakses lembaga keuangan secara online. Namun, di sisi lain, kehadiran fintech memunculkan masalah baru karena kerap dituding sebagai penyebab terjadinya penyalahgunaan data masyarakat.

Imbasnya, seringkali muncul kasus penipuan dan fraud sehingga merugikan nasabah. Berbagai kasus penipuan dan penyalahgunaan data itu menunjukkan masih lemahnya perlindungan data konsumen sehingga perlu ada aturan khusus untuk menjaga kerahasiaan data.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sejak awal tahun sampai September 2019 tercatat ada sekitar 946 fintech ilegal dan investasi bodong yang ditangani Satgas Waspada Investasi. Adapun sejak 2018 hingga September 2019 terdapat total 1.350 entitas yang ditutup.

Sementara per Agustus 2019 tercatat 48 perusahaan fintech yang masuk ke dalam 15 kluster inovasi keuangan digital. Itu berasal dari 127 perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending dan satu perusahaan equity crowd funding berizin.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui saat ini belum ada aturan khusus yang melindungi data konsumen fintech, termasuk pinjaman online maupun peer to peer (P2P) lending. Menurutnya, selama ini perlindungan data individu yang diatur dalam undang-undang (UU) hanya data customer perbankan.

"Kalau ada yang share apa pun, motifnya melanggar UU dan pidana. Kalau data individu yang bukan data nasabah bank, asuransi, pajak, dan juga pasar modal juga UU-nya belum ada. Tentu kita harap segera ada," kata Wimboh di sela-sela acara Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 di JCC, Jakarta, kemarin.

Wimboh menambahkan, pada beberapa sektor data pribadi konsumen sudah dijamin. Hanya, kata dia, yang jadi persoalan adalah masih ada data pribadi di luar sektor itu yang belum diregulasi seperti fintech dan pinjaman online atau P2P lending.

"Itu yang masyarakat harus hati-hati saat tanda tangan perjanjian. Jangan sampai ada form yang kita berikan hak ke orang lain. Banyak kejadian seperti itu," ungkap dia.

Wimboh mengungkapkan, di bisnis fintech sebenarnya sudah ada kode etik di mana anggota asosiasi fintech tidak boleh membagikan data tanpa concerns dan minta persetujuan ke yang bersangkutan. Karena itu, OJK telah meminta seluruh asosiasi agar mencantumkan aktivitas jual beli data sebagai bagian dari kode etik operasional. Kode etik juga dirancang agar perusahaan fintech tidak melakukan kejahatan kepada konsumen.

Menurut Wimboh, kode etik juga dibuat dan harus dijalankan oleh pemberi pinjaman maupun peminjam. Dia mencontohkan, jangan sampai ada nasabah yang mengajukan pinjaman kepada 20 fintech yang berbeda-beda.

“Kan enggak mungkin itu. Jadi kode etik ini bukan hanya penyedia layanan, tapi juga bagi peminjam," ungkapnya.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Niki Luhur mengatakan, untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat perlu kerja sama antarindustri dan para stakeholders lain. Dia juga sependapat apabila perlindungan data konsumen menjadi perhatian utama para pemain fintech dan pemerintah.

“Fintech banyak mengandalkan data konsumen dalam melakukan transaksi. Kami memungkinkan dapat menjangkau masyarakat yang ada di daerah, bahkan daerah terpencil, yang selama ini belum tersentuh bank konvensional,” ujarnya.

Pendekatan Ringan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, untuk mendukung pertumbuhan fintech di Indonesia, pemerintah akan menekankan pada pendekatan yang bersifat ringan dalam lingkungan yang menguntungkan untuk semua pihak. Dia juga berharap agar fintech dapat bekerja sama dengan agen perbankan.

“Saya harap ekosistem melihat pasar potensial untuk tumbuh bersama dengan agen bank yang sudah ada menggaet konsumen yang belum mendapat akses keuangan,” imbuh Darmin. Selain itu, fintech pun diminta tidak hanya fokus mencari keuntungan, melainkan juga fokus meningkatkan edukasi dan proteksi kepada konsumen.

Karena itu, kata dia, fintech sangat penting untuk dimajukan guna mendorong inklusi keuangan. Terlebih Indonesia sebagai negara yang terdiri atas berbagai pulau sangat perlu dibutuhkan pembayaran yang efisien.

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menyatakan bahwa pembangunan harus bersifat inklusif dan tidak diskriminatif. Investasi pemerintah di bidang infrastruktur merupakan upaya pemerintah untuk mendukung pembangunan, termasuk di bidang teknologi dan fintech sehingga bisa diakses oleh semua orang.

"Terkait industri fintech yang terus berkembang pesat, kami di Kementrian Keuangan akan terus memberikan dukungan melalui peraturan-peraturan yang ramah dan tidak memberatkan industri," ungkap dia.

Sri Mulyani juga menanggapi pentingnya pemerintah untuk menyiapkan ekosistem industri yang baik. Pemerintah Indonesia menyiapkan perkembangan teknologi dengan berbagai intervensi. Hal ini dilakukan agar momentum pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.

Dia berharap hal tersebut dapat menciptakan sebuah kebijakan yang adil bagi pelaku industri dan dunia, terutama kebijakan perpajakan. “Pemerintah Indonesia, terutama Kemenkeu, secara berkelanjutan menciptakan dialog dengan industri mengenai rezim pajak yang bisa dilihat sebagai pemajakan yang adil,” beber dia.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan Bank Indonesia (BI) akan terus berkomitmen penuh untuk mengembangkan sistem pembayaran dan memfasilitasi perkembangan inklusi keuangan.

Hal ini ditunjukkan melalui beberapa kebijakan atau program yang telah ditempuh BI. Di antaranya, program elektronifikasi penyaluran bantuan sosial nontunai yang telah disalurkan kepada 15,6 juta rumah tangga penerima bantuan sosial, elektronifikasi di bidang transportasi, dan elektronifikasi transaksi pemerintah.

Pengamat IT Heru Sutadi mengatakan, seharusnya UU Perlindungan Data Nasabah disatukan saja dalam Rancangan Undangan Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi. ”Terlalu banyak UU bikin pusing masyarakat," kata Heru.

Justru, kata dia, yang paling penting adalah bagaimana UU melindungi dan sektor terkait bisa mengawasi dan memberi sanksi jika ada pelanggaran. (Kunthi Fahmar Sandy)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6658 seconds (0.1#10.140)