Skema Gross Split Bangun Iklim Investasi Sektor Migas Lebih Baik

Senin, 14 Oktober 2019 - 19:27 WIB
Skema Gross Split Bangun Iklim Investasi Sektor Migas Lebih Baik
Skema Gross Split Bangun Iklim Investasi Sektor Migas Lebih Baik
A A A
JAKARTA - Skema gross split yang diterapkan Pemerintah dalam kontrak bagi hasil minyak bumi dan gas (migas) menjadi upaya untuk membangun iklim investasi sektor migas menjadi lebih baik. Selama ini cost recovery dinilai tidak efisien, sehingga dengan adanya gross split membuat penerimaan negara menjadi lebih pasti.

"Selama ini, cost recovery dinilai tidak efisien, biaya operasi yang awalnya dikeluarkan oleh kontraktor pada akhirnya jadi tanggungan pemerintah. Persetujuan cost recovery pun rumit dan panjang," ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto di Jakarta, Senin (14/10/2019).

Ia menambahkan, pembagian gross revenue sebelum pajak dari gross split sebesar 57% untuk pemerintah dan 43% untuk kontraktor. "Dengan gross split, biaya operasi akan menjadi beban kontraktor. Tentunya secara alami, kontraktor akan melakukan penghematan," lanjut Djoko.

Lebih lanjut diterangkan juga olehnya bahwa dengan gross split, penerimaan migas negara lebih pasti karena tidak terpengaruh oleh besarnya cost recovery. Birokrasinya pun lebih efisien dan sederhana karena tidak ada proses persetujuan cost recovery dari pemerintah.

"Saya menekankan bahwa gross split tidak akan menghilangkan kendali negara, karena penentuan wilayah kerja berada di tangan negara. Begitupula kapasitas produksi, lifting, aspek komersil migas, dan pembagian hasil ditentukan oleh negara, produksinya dibagi di titik serah," tegas Djoko.

Djoko menambahkan bahwa terdapat 7 insentif fiskal dalam kontrak migas gross split. "Barang operasi migas bebas bea masuk impor, ditambah PPn dan PPnBM tidak dipungut atas perolehan dan pemanfaatan barang dan jasa operasi migas," paparnya.

Selain itu lanjut Djoko, PPh pasal 22 tidak dipungut atas impor barang operasi migas. Akan ada pengurangan PBB sebesar 100% dan pemanfaatan aset bersama migas (cost sharing) yang tidak dikenai PPN.

"Ada insentif loss carry forward, yaitu biaya operasi pengurang pendapatan kena pajak diperpanjang dari 5 tahun menjadi 10 tahun. Biaya tidak langsung kantor pusat juga tidak dikenai PPN," imbuhnya.

Hingga triwulan III 2019, terdapat 41 blok migas dalam kontrak migas skema gross split, dimana komitmen pasti (dana eksplorasi) mencapai angka Rp32,5 triliun. Selama ini, dana eksplorasi hanya mencapai Rp50-70 miliar pertahun dari dana APBN.

"Selain itu, juga diperoleh bonus tandatangan sebesar Rp13,5 triliun yang akan langsung disetor ke kas negara sebagai PNBP," tutup Djoko.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6693 seconds (0.1#10.140)