Garuda Siapkan 100 Drone untuk Angkutan Logistik
A
A
A
JAKARTA - Maskapai penerbangan Garuda Indonesia akan membeli 100 drone dari China untuk angkutan logistik. Pesawat tanpa awak tersebut rencananya beroperasi secara komersial pada 2021.
Direktur Kargo dan Pengembangan Usaha PT Garuda Indonesia Muh Iqbal mengatakan, 100 drone tersebut senilai total USD500 juta atau setara dengan Rp7 triliun. Dia meyakini pemanfaatan drone untuk angkutan kargo udara ini dapat mereduksi biaya logistik hingga 30%.
”Dengan penggunaan drone ini, biaya logistik akan turun 30% karena fasilitas yang diperlukan tidak perlu terlalu advance. Jadi ini lebih efisien, kita investasi lebih murah. Selain itu, untuk take off landing-nya (landas pacunya) tidak perlu panjang-panjang,” kata Iqbal pada forum diskusi di Jakarta kemarin.
Menurut dia, pemanfaatan drone untuk logistik ini cukup besar. Pasalnya, pertumbuhan lalulintas kargo udara rata-rata mencapai 11% per tahun. Kontribusi terbesar pertumbuhan tersebut didorong angkutan komoditas e-commerce yang naik rata-rata 50% per tahun. ”Dengan adanya drone itu,kita bisa mewujudkan sistem logistik yang lebih kuat. Masyarakat bisa mengirimkan barang secara realtime atau lebih singkat,” ujarnya.
Namun, kata dia, pemanfaatan drone untuk logistik masih perlu persiapan matang, baik dari sisi regulator mau pun operator. Karena itu, perlu ada sinergi seluruh pemangku kepentingan agar penggunaan drone logistik dapat terealisasi.
Iqbal menuturkan, sebenarnya di dunia ini belum ada regulasi pemanfaatan drone logistik. Oleh sebab itu, dia mengharapkan Indonesia bisa menjadi pionir dalam menerbitkan regulasi dan pengimplementasian drone logistik.
Dijelaskan Iqbal, Garuda Indonesia membeli 100 drone dari China dengan kapasitas angkut per unit sebesar 2,2 ton. Di tahap awal, Garuda akan melakukan uji coba pada dua drone yang rencananya dimulai awal 2020 di Aceh. Kemudian, implementasi pemanfaatan drone untuk logistik ini ditargetkan dimulai pada 2021.
Direktur Jenderal Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Polana B Pramesti menargetkan, regulasi soal drone rampung akhir tahun ini. Regulasi drone sebagai angkutan logistik harus segera dirampungkan mengingat besarnya potensi drone ke depan sebagai angkutan logistik. ”Dulu kita mengenal drone sebagai fotografi, hobi, selfi. Dengan perkembangan drone banyak permintaan sebagai kargo maupun delivery oleh beberapa perusahaan e-commerce, bahkan untuk membawa penumpang,” kata Polana.
Dia menjelaskan bahwa drone masuk dalam kategori aircraft dan patut diperhitungkan ke depannya. Untuk itu,drone menjadi perhatian karena menyangkut aspek keselamatan dan keamanan. Drone diyakini akan semakin berkembang dan menjadi salah satu pilihan sebagai transportasi udara yang dapat menjangkau pulau-pulau kecil di Indonesia.
Sementara itu, PT Angkasa Pura (AP) I dan II meminta pemerintah segera mengeluarkan regulasi yang lebih detil untuk drone. ”Keberadaan drone adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa dihalangi. Tapi juga harus dibuat regulasi yang tegas, sekalipun saat ini sudah ada aturannya, namun belum tegas,” kata Plt VP Airport Safety AP I Salim.
Salim mengusulkan, dalam regulasi drone itu harus diatur bahwa operator ataupun pilot drone wajib berlisensi, seperti yang diterapkan oleh sejumlah negara. Selain itu operator drone harus memiliki pengetahuan tentang praktik pengoperasian yang aman, termasuk pengaturan di wilayah bandara.
Direktur Operasi dan Teknik AP II Djoko Murjatmodjo minta agar regulasi soal drone bisa dipercepat. Dia mengharapkan agar ada kewenangan yang jelas bagi entitas yang berhak melakukan jamming frekuensi apabila ada drone yang tidak berizin melintas di sekitar wilayah bandara.
Direktur Operasi AirNav Indonesia Mokhammad Khatim menjelaskan perizinan saat hendak menerbangkan drone sangat penting. Adapun proses pengajuan izin itu cukup mudah. ”AirNav memberikan asesmen saja. Kalau izin, tetap dari regulator,” kata Khatim. (Ichsan Amin)
Direktur Kargo dan Pengembangan Usaha PT Garuda Indonesia Muh Iqbal mengatakan, 100 drone tersebut senilai total USD500 juta atau setara dengan Rp7 triliun. Dia meyakini pemanfaatan drone untuk angkutan kargo udara ini dapat mereduksi biaya logistik hingga 30%.
”Dengan penggunaan drone ini, biaya logistik akan turun 30% karena fasilitas yang diperlukan tidak perlu terlalu advance. Jadi ini lebih efisien, kita investasi lebih murah. Selain itu, untuk take off landing-nya (landas pacunya) tidak perlu panjang-panjang,” kata Iqbal pada forum diskusi di Jakarta kemarin.
Menurut dia, pemanfaatan drone untuk logistik ini cukup besar. Pasalnya, pertumbuhan lalulintas kargo udara rata-rata mencapai 11% per tahun. Kontribusi terbesar pertumbuhan tersebut didorong angkutan komoditas e-commerce yang naik rata-rata 50% per tahun. ”Dengan adanya drone itu,kita bisa mewujudkan sistem logistik yang lebih kuat. Masyarakat bisa mengirimkan barang secara realtime atau lebih singkat,” ujarnya.
Namun, kata dia, pemanfaatan drone untuk logistik masih perlu persiapan matang, baik dari sisi regulator mau pun operator. Karena itu, perlu ada sinergi seluruh pemangku kepentingan agar penggunaan drone logistik dapat terealisasi.
Iqbal menuturkan, sebenarnya di dunia ini belum ada regulasi pemanfaatan drone logistik. Oleh sebab itu, dia mengharapkan Indonesia bisa menjadi pionir dalam menerbitkan regulasi dan pengimplementasian drone logistik.
Dijelaskan Iqbal, Garuda Indonesia membeli 100 drone dari China dengan kapasitas angkut per unit sebesar 2,2 ton. Di tahap awal, Garuda akan melakukan uji coba pada dua drone yang rencananya dimulai awal 2020 di Aceh. Kemudian, implementasi pemanfaatan drone untuk logistik ini ditargetkan dimulai pada 2021.
Direktur Jenderal Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Polana B Pramesti menargetkan, regulasi soal drone rampung akhir tahun ini. Regulasi drone sebagai angkutan logistik harus segera dirampungkan mengingat besarnya potensi drone ke depan sebagai angkutan logistik. ”Dulu kita mengenal drone sebagai fotografi, hobi, selfi. Dengan perkembangan drone banyak permintaan sebagai kargo maupun delivery oleh beberapa perusahaan e-commerce, bahkan untuk membawa penumpang,” kata Polana.
Dia menjelaskan bahwa drone masuk dalam kategori aircraft dan patut diperhitungkan ke depannya. Untuk itu,drone menjadi perhatian karena menyangkut aspek keselamatan dan keamanan. Drone diyakini akan semakin berkembang dan menjadi salah satu pilihan sebagai transportasi udara yang dapat menjangkau pulau-pulau kecil di Indonesia.
Sementara itu, PT Angkasa Pura (AP) I dan II meminta pemerintah segera mengeluarkan regulasi yang lebih detil untuk drone. ”Keberadaan drone adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa dihalangi. Tapi juga harus dibuat regulasi yang tegas, sekalipun saat ini sudah ada aturannya, namun belum tegas,” kata Plt VP Airport Safety AP I Salim.
Salim mengusulkan, dalam regulasi drone itu harus diatur bahwa operator ataupun pilot drone wajib berlisensi, seperti yang diterapkan oleh sejumlah negara. Selain itu operator drone harus memiliki pengetahuan tentang praktik pengoperasian yang aman, termasuk pengaturan di wilayah bandara.
Direktur Operasi dan Teknik AP II Djoko Murjatmodjo minta agar regulasi soal drone bisa dipercepat. Dia mengharapkan agar ada kewenangan yang jelas bagi entitas yang berhak melakukan jamming frekuensi apabila ada drone yang tidak berizin melintas di sekitar wilayah bandara.
Direktur Operasi AirNav Indonesia Mokhammad Khatim menjelaskan perizinan saat hendak menerbangkan drone sangat penting. Adapun proses pengajuan izin itu cukup mudah. ”AirNav memberikan asesmen saja. Kalau izin, tetap dari regulator,” kata Khatim. (Ichsan Amin)
(nfl)