Suku Bunga Ditahan, CORE: Langkah Tepat
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan alias BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada level 5,00% demi memberikan waktu bagi perbankan. Suku bunga yang ditahan ini menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah merupakan langkah terbaik.
"Saya kira itu yang terbaik, biar perbankan merespon dulu penurunan suku bunga selama 4 bulan yang lalu yang sudah mencapai 100%," ujar Piter saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Sebagai informasi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 20-21 November 2019 memutuskan untuk menahan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate tetap 5,00%. Selain itu BI juga menurunkan suku bunga deposit facility di angka 4,25% dan lending facility di 5,75%.
"Dengan mempertimbangkan kondisi global, RDG pada tanggal 20 sampai 21 Oktober 2019 memutuskan menahan 7-Day Reverse Repo Rate bps jadi 5%," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Sambung Perry menjelaskan, keputusan bank sentral menurunkan suku bunga dikarenakan sejalan dengan inflasi yang rendah. Kebijakan tersebut konsisten dengan rendahnya prakiraan inflasi yang berada di bawah titik tengah sasaran, tetap menariknya imbal hasil investasi aset keuangan domestik sehingga mendukung stabilitas eksternal.
Selain itu, sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi ke depan dari dampak perlambatan ekonomi global. "Perkirakan inflasi ke depan dan momentum untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian pasar keuangan global. Penurunan ini karena ekonomi Indonesia terkendali berkat kebijakan makrofundamental," katanya.
Perry menerangkan, strategi operasi moneter tetap diarahkan untuk memastikan ketersediaan likuiditas di pasar uang dan memperkuat transmisi kebijakan moneter yang akomodatif. Kebijakan makroprudensial, terang dia, tetap akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit perbankan dan memperluas pembiayaan bagi perekonomian
Kebijakan sistem pembayaran dan pendalaman pasar keuangan juga terus diperkuat guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Hal ini demi memperkuat ketahanan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) lewat ketahanan eksternal perekonomian Indonesia.
"Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah dan otoritas terkait terus diperkuat guna mempertahankan stabilitas ekonomi, mendorong permintaan domestik, serta meningkatkan ekspor, pariwisata, dan aliran masuk modal asing, termasuk Penanaman Modal Asing (PMA)," pungkasnya.
"Saya kira itu yang terbaik, biar perbankan merespon dulu penurunan suku bunga selama 4 bulan yang lalu yang sudah mencapai 100%," ujar Piter saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Sebagai informasi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 20-21 November 2019 memutuskan untuk menahan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate tetap 5,00%. Selain itu BI juga menurunkan suku bunga deposit facility di angka 4,25% dan lending facility di 5,75%.
"Dengan mempertimbangkan kondisi global, RDG pada tanggal 20 sampai 21 Oktober 2019 memutuskan menahan 7-Day Reverse Repo Rate bps jadi 5%," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Sambung Perry menjelaskan, keputusan bank sentral menurunkan suku bunga dikarenakan sejalan dengan inflasi yang rendah. Kebijakan tersebut konsisten dengan rendahnya prakiraan inflasi yang berada di bawah titik tengah sasaran, tetap menariknya imbal hasil investasi aset keuangan domestik sehingga mendukung stabilitas eksternal.
Selain itu, sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi ke depan dari dampak perlambatan ekonomi global. "Perkirakan inflasi ke depan dan momentum untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian pasar keuangan global. Penurunan ini karena ekonomi Indonesia terkendali berkat kebijakan makrofundamental," katanya.
Perry menerangkan, strategi operasi moneter tetap diarahkan untuk memastikan ketersediaan likuiditas di pasar uang dan memperkuat transmisi kebijakan moneter yang akomodatif. Kebijakan makroprudensial, terang dia, tetap akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit perbankan dan memperluas pembiayaan bagi perekonomian
Kebijakan sistem pembayaran dan pendalaman pasar keuangan juga terus diperkuat guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Hal ini demi memperkuat ketahanan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) lewat ketahanan eksternal perekonomian Indonesia.
"Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah dan otoritas terkait terus diperkuat guna mempertahankan stabilitas ekonomi, mendorong permintaan domestik, serta meningkatkan ekspor, pariwisata, dan aliran masuk modal asing, termasuk Penanaman Modal Asing (PMA)," pungkasnya.
(ind)