Kinerja Pasar Modal Dibayangi Kasus Asuransi Jiwasraya
A
A
A
JAKARTA - Kasus penyelewengan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) harus lebih aktif ditangani Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut ada dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Kejaksaan sudah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 17 Desember 2019. Dikhawatirkan kasus Jiwasraya bisa memperburuk citra pasar modal Indonesia di 2020 yang akan menjadi kontraproduktif dengan kebutuhan pembangunan perekonomian nasional.
Pengamat pasar modal Yanuar Rezky mengatakan ada kejanggalan besar dalam kasus Jiwasraya. Keanehan utama adalah IHSG tidak mengalami kejatuhan besar atau masih positif meskipun tumbuhnya kecil hingga akhir 2019.
"Jadi, masak hanya karena beberapa saham tapi Jiwasraya tumbang sampai Rp13,7 triliun. Sedangkan makro IHSG masih stabil. Ada hal lain transaksi di luar bursa yang butuh diungkapkan OJK. Harus disidik," ujar Yanuar di Jakarta, Senin (30/12/2019).
Menurut dia, OJK harusnya melakukan gelar perkara publik seperti yang dilakukan SEC di bursa AS. Pastinya masyarakat Indonesia dan dunia khususnya investor ingin mengetahui apa yang terjadi atau siapa tersangkanya. Sedangkan peran Kejagung untuk penuntutan.
"Ini momentum buat sejarah. OJK harus buka sampai ke akarnya semua pelaku pidana di Jiwasraya. Ini akan jadi bukti sejarah keberanian otoritas di Indonesia. Untuk menyelesaikan ada UU no 8/ 1995 yang cukup kuat. Pidana pasar modal sudah diatur, kewenangan penyidikan juga ada," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan, pihaknya tengah menyusun revisi atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Menurutnya revisi harus dilakukan demi penyesuaian dengan standar internasional, pengaturan menyeluruh untuk pihak, aktivitas, dan kegiatan yang berkaitan dengan penghimpunan dana masyarakat. Ini juga demi mempertegas posisi OJK dalam fungsi authorization, standard setter, supervision dan enforcement.
"Ke depan, dengan implementasi kebijakan moneter yang akomodatif, tren suku bunga rendah masih berlaku secara global. Dampaknya investor akan mencari higher-yielding asset sehingga harapannya aliran dana masuk ke emerging countries meningkat, termasuk Indonesia," ujarnya.
Kejaksaan sudah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 17 Desember 2019. Dikhawatirkan kasus Jiwasraya bisa memperburuk citra pasar modal Indonesia di 2020 yang akan menjadi kontraproduktif dengan kebutuhan pembangunan perekonomian nasional.
Pengamat pasar modal Yanuar Rezky mengatakan ada kejanggalan besar dalam kasus Jiwasraya. Keanehan utama adalah IHSG tidak mengalami kejatuhan besar atau masih positif meskipun tumbuhnya kecil hingga akhir 2019.
"Jadi, masak hanya karena beberapa saham tapi Jiwasraya tumbang sampai Rp13,7 triliun. Sedangkan makro IHSG masih stabil. Ada hal lain transaksi di luar bursa yang butuh diungkapkan OJK. Harus disidik," ujar Yanuar di Jakarta, Senin (30/12/2019).
Menurut dia, OJK harusnya melakukan gelar perkara publik seperti yang dilakukan SEC di bursa AS. Pastinya masyarakat Indonesia dan dunia khususnya investor ingin mengetahui apa yang terjadi atau siapa tersangkanya. Sedangkan peran Kejagung untuk penuntutan.
"Ini momentum buat sejarah. OJK harus buka sampai ke akarnya semua pelaku pidana di Jiwasraya. Ini akan jadi bukti sejarah keberanian otoritas di Indonesia. Untuk menyelesaikan ada UU no 8/ 1995 yang cukup kuat. Pidana pasar modal sudah diatur, kewenangan penyidikan juga ada," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan, pihaknya tengah menyusun revisi atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Menurutnya revisi harus dilakukan demi penyesuaian dengan standar internasional, pengaturan menyeluruh untuk pihak, aktivitas, dan kegiatan yang berkaitan dengan penghimpunan dana masyarakat. Ini juga demi mempertegas posisi OJK dalam fungsi authorization, standard setter, supervision dan enforcement.
"Ke depan, dengan implementasi kebijakan moneter yang akomodatif, tren suku bunga rendah masih berlaku secara global. Dampaknya investor akan mencari higher-yielding asset sehingga harapannya aliran dana masuk ke emerging countries meningkat, termasuk Indonesia," ujarnya.
(ind)