Audit Yayasan Pensiun-Asuransi Pelat Merah
A
A
A
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perlu mengaudit seluruh yayasan dana pensiun dan asuransi milik pemerintah (BUMN). Selain untuk mendapatkan gambaran jelas tentang skema investasi dan prosedur investasi yang mereka lakukan, audit diperlukan untuk menyelamatkan kepentingan masyarakat dan negara.
Urgensi audit terhadap seluruh yayasan dana pensiun dan asuransi pelat merah tersebut disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) merespons gonjang-ganjing yang menerpa PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) dan PT Asuransi Jiwasraya. ASABRI, misalnya, diketahui mengalami kerugian setelah investasi yang dilakukan sepanjang 2019 amblas di 12 perusahaan dengan total kerugian ditaksir melebihi Rp10 triliun.
Sebelumnya, berdasar laporan Kejaksaan Agung per Agustus 2019, Jiwasraya mengalami kerugian Rp13,7 triliun akibat menabrak prinsip kehati-hatian karena berinvestasi di aset finansial dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi. (Baca: Bongkar Skandal Jiwasraya, BEI Siap Diperiksa BPK)
Selain ASABRI dan Jiwasraya, setidaknya saat ini ada lima BUMN yang bergerak di bidang asuransi lainnya, yakni PT Jasa Raharja, PT Asuransi Jasa Indonesia, PT Asuran si Kredit Indonesia, PT Asuransi Ekspor Indonesia, dan PT Reasuransi Indonesia Utama. “Audit menyeluruh perlu segera dilakukan BPK terhadap berbagai perusahaan BUMN yang bergerak di jasa asuransi. Jangan sampai kejadian Jiwasraya dan ASABRI juga terjadi di BUMN asuransi lain nya,” ujar Bamsoet di Jakarta kemarin.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia itu kemudian menandaskan, audit kinerja dan audit menyeluruh sangat penting karena seusai merebaknya kasus Jiwasraya dan ASABRI, publik kini penuh kecurigaan dan khawatir praktik hangky-pangky antara pengelola dana masyarakat/negara, oknum OJK, dan penikmat dana dengan modus serupa itu terjadi diberbagai perusahaan BUMN lain. Padahal sejatinya pengelolaan dana pensiun ataupun asuransi tak boleh dilakukan serampangan karena menyangkut hajat hi dup rakyat.
Dia pun percaya Meneg BUMN Erick Tohir bisa menyelesaikannya dan menata ulang pengelolaan BUMN yang amburadul ini. “Negara harus hadir melindungi rakyatnya. Kejadian memalukan ini tak boleh terulang, sudah cukup penderitaan yang diterima rakyat tanpa perlu ditambah menderita akibat tata kelola manajemen BUMN yang lama yang tak beres,” katanya.
Sebelumnya dorongan agar ada audit khususnya untuk Jiwasraya sudah disampaikan sejumlah kalangan DPR. Komisi VI dan Komisi XI DPR telah bersurat kepada pimpinan DPR untuk melakukan audit khusus terhadap Jiwasraya yang mengalami gagal bayar pada masa sidang DPR mendatang.
Bahkan kemungkinan Komisi VI dan Komisi XI DPR akan mengusulkan dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) Jiwasraya pada rapat pimpinan (rapim) di masa sidang DPR mendatang untuk menelusuri aliran uang Jiwasraya sembari mencari solusi. Sejauh ini sudah ada 5 fraksi yang menyetujui pembentukan pansus, yakni Nasdem, PKS, Demokrat, Gerindra dan Golkar. (Baca juga: Selamatkan Jiwasraya, Kemenkeu Belum Berencana Suntik Modal)
Peneliti Senior INDEF Enny Sri Hartati mendukung usulan agar BPK melakukan audit terhadap seluruh yayasan dapen dan asuransi milik pemerintah seperti yang disampaikan Bamsoet. Dalam pandangannya, salah satu permasalahan yan menimbulkan terjadinya persoalan Jiwasraya maupun Asabri adalah kurang adanya transparansi dalam laporan keuangan kepada publik.
Dia menandaskan, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) atau kewenangan BPK memang tidak hanya mengawasi kinerja kementerian/lembaga, tapi juga termasuk pengelolaan BUMN. “Cuma persoalannyakan Badan Usaha Milik Negara ini kan banyak banget ya, nah sehingga selama ini tidak semua dilakukan audit oleh BPK. Biasanya ada yang tertentu saja (yang diawasi),” kata nya.
Menurut Enny, dengan banyaknya kasus yang terkait dengan pengelolaan BUMN, mestinya BUMN memang ter masuk dalam pemeriksaan lembaga pemeriksaan negara seperti BPK maupun BPKP. Di sisi lain, adalah fakta bahwa tata kelola keuangan disejumlah BUMN tidak cukup bagus. Bahkan, untuk beberapa BUMN yang sudah go public saja, masih terdapat laporan keuangan yang manipulatif.
Senada, Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) Tarkosunaryo juga melihat pentingya audit menyeluruh yang dilakukan BPK terhadap yayasan dana pensiun dan asuransi pelat merah.
Dia mengakui selama ini audit laporan keuangan tahunan dana pensiun sudah dilakukan oleh pengurus dana pensiun dengan menunjuk akuntan publik. Namun hasil audit dalam rangka memberi opini atas laporan keuangan yang digunakan untuk pengesahan menjadi tanggung jawab pengelolaan Dapen. ”Jika ada permasalahan temuan hanya dikomunikasikan kepada pengurus dan pengawas serta pembina,” ujar Tarko.
Dia menjelaskan auditorKAP tidak boleh memublikasihasil audit tersebut ke publik karena hal tersebut wewenang pengurus dana pensiun. Selain itu ada pengawasan dana pensiun secara rutin dilakukan oleh OJK IKNB. Dana pensiun secara berkala bulanan juga dilaporkan ke OJK IKNB sebagai salahsatu mekanisme pengawasan.
Sementara itu Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia Suheri tidak dapat memberikan komentar lebih panjang. Menurutnya hal ini perlu diskusi lebih lanjut untuk membahas ini karena dinilai agak sensitif. “Belum bisa komentar karena takut salah persepsi dan salah menyampaikan maksud,” ujar Suheri.
Urgensi audit terhadap seluruh yayasan dana pensiun dan asuransi pelat merah tersebut disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) merespons gonjang-ganjing yang menerpa PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) dan PT Asuransi Jiwasraya. ASABRI, misalnya, diketahui mengalami kerugian setelah investasi yang dilakukan sepanjang 2019 amblas di 12 perusahaan dengan total kerugian ditaksir melebihi Rp10 triliun.
Sebelumnya, berdasar laporan Kejaksaan Agung per Agustus 2019, Jiwasraya mengalami kerugian Rp13,7 triliun akibat menabrak prinsip kehati-hatian karena berinvestasi di aset finansial dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi. (Baca: Bongkar Skandal Jiwasraya, BEI Siap Diperiksa BPK)
Selain ASABRI dan Jiwasraya, setidaknya saat ini ada lima BUMN yang bergerak di bidang asuransi lainnya, yakni PT Jasa Raharja, PT Asuransi Jasa Indonesia, PT Asuran si Kredit Indonesia, PT Asuransi Ekspor Indonesia, dan PT Reasuransi Indonesia Utama. “Audit menyeluruh perlu segera dilakukan BPK terhadap berbagai perusahaan BUMN yang bergerak di jasa asuransi. Jangan sampai kejadian Jiwasraya dan ASABRI juga terjadi di BUMN asuransi lain nya,” ujar Bamsoet di Jakarta kemarin.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia itu kemudian menandaskan, audit kinerja dan audit menyeluruh sangat penting karena seusai merebaknya kasus Jiwasraya dan ASABRI, publik kini penuh kecurigaan dan khawatir praktik hangky-pangky antara pengelola dana masyarakat/negara, oknum OJK, dan penikmat dana dengan modus serupa itu terjadi diberbagai perusahaan BUMN lain. Padahal sejatinya pengelolaan dana pensiun ataupun asuransi tak boleh dilakukan serampangan karena menyangkut hajat hi dup rakyat.
Dia pun percaya Meneg BUMN Erick Tohir bisa menyelesaikannya dan menata ulang pengelolaan BUMN yang amburadul ini. “Negara harus hadir melindungi rakyatnya. Kejadian memalukan ini tak boleh terulang, sudah cukup penderitaan yang diterima rakyat tanpa perlu ditambah menderita akibat tata kelola manajemen BUMN yang lama yang tak beres,” katanya.
Sebelumnya dorongan agar ada audit khususnya untuk Jiwasraya sudah disampaikan sejumlah kalangan DPR. Komisi VI dan Komisi XI DPR telah bersurat kepada pimpinan DPR untuk melakukan audit khusus terhadap Jiwasraya yang mengalami gagal bayar pada masa sidang DPR mendatang.
Bahkan kemungkinan Komisi VI dan Komisi XI DPR akan mengusulkan dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) Jiwasraya pada rapat pimpinan (rapim) di masa sidang DPR mendatang untuk menelusuri aliran uang Jiwasraya sembari mencari solusi. Sejauh ini sudah ada 5 fraksi yang menyetujui pembentukan pansus, yakni Nasdem, PKS, Demokrat, Gerindra dan Golkar. (Baca juga: Selamatkan Jiwasraya, Kemenkeu Belum Berencana Suntik Modal)
Peneliti Senior INDEF Enny Sri Hartati mendukung usulan agar BPK melakukan audit terhadap seluruh yayasan dapen dan asuransi milik pemerintah seperti yang disampaikan Bamsoet. Dalam pandangannya, salah satu permasalahan yan menimbulkan terjadinya persoalan Jiwasraya maupun Asabri adalah kurang adanya transparansi dalam laporan keuangan kepada publik.
Dia menandaskan, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) atau kewenangan BPK memang tidak hanya mengawasi kinerja kementerian/lembaga, tapi juga termasuk pengelolaan BUMN. “Cuma persoalannyakan Badan Usaha Milik Negara ini kan banyak banget ya, nah sehingga selama ini tidak semua dilakukan audit oleh BPK. Biasanya ada yang tertentu saja (yang diawasi),” kata nya.
Menurut Enny, dengan banyaknya kasus yang terkait dengan pengelolaan BUMN, mestinya BUMN memang ter masuk dalam pemeriksaan lembaga pemeriksaan negara seperti BPK maupun BPKP. Di sisi lain, adalah fakta bahwa tata kelola keuangan disejumlah BUMN tidak cukup bagus. Bahkan, untuk beberapa BUMN yang sudah go public saja, masih terdapat laporan keuangan yang manipulatif.
Senada, Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) Tarkosunaryo juga melihat pentingya audit menyeluruh yang dilakukan BPK terhadap yayasan dana pensiun dan asuransi pelat merah.
Dia mengakui selama ini audit laporan keuangan tahunan dana pensiun sudah dilakukan oleh pengurus dana pensiun dengan menunjuk akuntan publik. Namun hasil audit dalam rangka memberi opini atas laporan keuangan yang digunakan untuk pengesahan menjadi tanggung jawab pengelolaan Dapen. ”Jika ada permasalahan temuan hanya dikomunikasikan kepada pengurus dan pengawas serta pembina,” ujar Tarko.
Dia menjelaskan auditorKAP tidak boleh memublikasihasil audit tersebut ke publik karena hal tersebut wewenang pengurus dana pensiun. Selain itu ada pengawasan dana pensiun secara rutin dilakukan oleh OJK IKNB. Dana pensiun secara berkala bulanan juga dilaporkan ke OJK IKNB sebagai salahsatu mekanisme pengawasan.
Sementara itu Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia Suheri tidak dapat memberikan komentar lebih panjang. Menurutnya hal ini perlu diskusi lebih lanjut untuk membahas ini karena dinilai agak sensitif. “Belum bisa komentar karena takut salah persepsi dan salah menyampaikan maksud,” ujar Suheri.
(ysw)