Soal Kasus Jiwasraya, Fungsi Pengawasan OJK Disebut DPR Kecolongan
A
A
A
JAKARTA - Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menurut, Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Dolfie OFP telah kecolongan. Hal ini lantaran Kejaksaan Agung (Kejagung) bergerak lebih cepat dalam menyelidiki masalah apa yang terjadi dalam perusahaan asuransi pelat merah itu.
Dalam rapat kerja Komisi XI dengan OJK, Dolfie membandingkan langkah yang dilakukan oleh lembaga pengawas industri keuangan tersebut dengan Kejagung. Dimana terang dia Kejagung kini sudah melakukan penyelidikan pada kasus Jiwasraya, bahkan telah menetapkan lima tersangka.
Menurutnya dalam penanganan kasus Jiwasraya, OJK telah kecolongan sehingga fungsi pengawasan tak berjalan maksimal. "Soal Jiwasraya kenapa penyidik Kejagung lebih dulu masuk, kenapa enggak penyidik OJK? Keduluan dari Kejagung?," kata dia di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Dolfie menilai, hal tersebut mencerminkan OJK menganggap kasus gagal bayar yang terjadi di Jiwasraya bukanlah suatu masalah. Padahal lembaga lain bisa melihat persoalan itu masuk dalam ranah hukum hingga adanya tersangka yang ditetapkan.
"Ini memperlihatkan bahwa OJK menganggap ini tidak ada masalah, sementara pihak di luar Bapak (Ketua Dewan Komisioner Wimboh Santoso) menganggap ini ada masalah hukum atau pidana," ujar Dolfie.
Sebagai informasi kasus gagal bayar Jiwasraya berawal dari dana hasil penjualan produk asuransi JS Saving Plan yang digunakan untuk berinvestasi pada aset berkualitas buruk atau pada saham-saham gorengan. Alhasil bukan keuntungan yang didapat melainkan tekanan likuiditas terjadi di perusahaan pelat merah itu.
Kejagung menyebut Perseroan mengalami gagal bayar senilai Rp13,7 triliun perhitungan hingga Agustus 2019. Sehingga lima tersangka telah ditetapkan, tiga diantaranya merupakan mantan petinggi Jiwasraya yakni mantan Direktur Utama Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo, dan mantan Kepala Investasi dan Divisi Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.
Dalam rapat kerja Komisi XI dengan OJK, Dolfie membandingkan langkah yang dilakukan oleh lembaga pengawas industri keuangan tersebut dengan Kejagung. Dimana terang dia Kejagung kini sudah melakukan penyelidikan pada kasus Jiwasraya, bahkan telah menetapkan lima tersangka.
Menurutnya dalam penanganan kasus Jiwasraya, OJK telah kecolongan sehingga fungsi pengawasan tak berjalan maksimal. "Soal Jiwasraya kenapa penyidik Kejagung lebih dulu masuk, kenapa enggak penyidik OJK? Keduluan dari Kejagung?," kata dia di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Dolfie menilai, hal tersebut mencerminkan OJK menganggap kasus gagal bayar yang terjadi di Jiwasraya bukanlah suatu masalah. Padahal lembaga lain bisa melihat persoalan itu masuk dalam ranah hukum hingga adanya tersangka yang ditetapkan.
"Ini memperlihatkan bahwa OJK menganggap ini tidak ada masalah, sementara pihak di luar Bapak (Ketua Dewan Komisioner Wimboh Santoso) menganggap ini ada masalah hukum atau pidana," ujar Dolfie.
Sebagai informasi kasus gagal bayar Jiwasraya berawal dari dana hasil penjualan produk asuransi JS Saving Plan yang digunakan untuk berinvestasi pada aset berkualitas buruk atau pada saham-saham gorengan. Alhasil bukan keuntungan yang didapat melainkan tekanan likuiditas terjadi di perusahaan pelat merah itu.
Kejagung menyebut Perseroan mengalami gagal bayar senilai Rp13,7 triliun perhitungan hingga Agustus 2019. Sehingga lima tersangka telah ditetapkan, tiga diantaranya merupakan mantan petinggi Jiwasraya yakni mantan Direktur Utama Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo, dan mantan Kepala Investasi dan Divisi Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.
(akr)