Dampingi Jokowi, Bahlil Bahas Peluang Investasi Australia ke Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mendampingi Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kenegaraan ke Canberra, Australia, tanggal 8-10 Februari 2020.
Kunjungan kenegaraan ini bertujuan mengesahkan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) untuk meningkatkan akses pasar Australia, juga membahas peluang investasi Australia di Indonesia.
Bahlil mengatakan BKPM menyambut antusias atas pengesahan ini sebab pemerintah akan memiliki payung hukum yang jelas untuk implentasi perjanjian.
Bagi Indonesia, IA-CEPA diharapkan bisa menggenjot ekspor barang-barang ke Australia karena selama ini defisit neraca perdagangan hampir mencapai USD3 miliar.
"Hal ini sejalan dengan target investasi pada peningkatan sektor industri berorientasi ekspor. Sekarang peluang pasar diperluas. Ini jadi modal kami untuk 'jualan' kepada investor yang mau masuk ke Indonesia," ujar Bahlil dalam keterangan yang diterima SINDOnews di Jakarta, Minggu (9/2/2020).
Bahlil menambahkan bahwa kemudahan tarif dan non-tarif yang ada dalam IA-CEPA menjadi kesempatan bagi UMKM untuk memicu penjualan produk-produk ke Australia. "Mari kita lihat apakah efektif untuk membantu para UMKM kita. Kalau belum, kita review apa yang perlu diperbaiki," ujar Bahlil.
Namun bukan hanya itu saja, IA-CEPA juga mengatur kerjasama dibidang pendidikan khususnya pendidikan tinggi dan vokasi. Australia dapat berkolaborasi dengan beberapa startup dan UMKM Indonesia untuk membuka lapangan pekerjaan dan memberikan dampak sosial.
"Australia jangan hanya investasi di sektor pertambangan saja, tetapi perlu juga di sektor pendidikan vokasi supaya upgrade skill pekerja Indonesia. Jadi pekerja Indonesia sudah siap masuk kelapangan kerja maupun menciptakan lapangan pekerjaan menjadi social entrepreneur," tambah Bahlil.
Dalam kurun waktu 2015-2019, Australia baru berinvestasi sebanyak USD1,8 miliar yang berada di peringkat 12 asal negara investor di Indonesia. Sektor yang mendominasi adalah pertambangan (44,7%), industri logam tidak termasuk permesinan dan peralatan industri (11,3%) serta perkebunan dan peternakan (9,4%). Sementara, lokasi investasi Australia terfokus di Kalimantan (23,5%) dan Sumatra (23,1%).
Kunjungan kenegaraan ini bertujuan mengesahkan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) untuk meningkatkan akses pasar Australia, juga membahas peluang investasi Australia di Indonesia.
Bahlil mengatakan BKPM menyambut antusias atas pengesahan ini sebab pemerintah akan memiliki payung hukum yang jelas untuk implentasi perjanjian.
Bagi Indonesia, IA-CEPA diharapkan bisa menggenjot ekspor barang-barang ke Australia karena selama ini defisit neraca perdagangan hampir mencapai USD3 miliar.
"Hal ini sejalan dengan target investasi pada peningkatan sektor industri berorientasi ekspor. Sekarang peluang pasar diperluas. Ini jadi modal kami untuk 'jualan' kepada investor yang mau masuk ke Indonesia," ujar Bahlil dalam keterangan yang diterima SINDOnews di Jakarta, Minggu (9/2/2020).
Bahlil menambahkan bahwa kemudahan tarif dan non-tarif yang ada dalam IA-CEPA menjadi kesempatan bagi UMKM untuk memicu penjualan produk-produk ke Australia. "Mari kita lihat apakah efektif untuk membantu para UMKM kita. Kalau belum, kita review apa yang perlu diperbaiki," ujar Bahlil.
Namun bukan hanya itu saja, IA-CEPA juga mengatur kerjasama dibidang pendidikan khususnya pendidikan tinggi dan vokasi. Australia dapat berkolaborasi dengan beberapa startup dan UMKM Indonesia untuk membuka lapangan pekerjaan dan memberikan dampak sosial.
"Australia jangan hanya investasi di sektor pertambangan saja, tetapi perlu juga di sektor pendidikan vokasi supaya upgrade skill pekerja Indonesia. Jadi pekerja Indonesia sudah siap masuk kelapangan kerja maupun menciptakan lapangan pekerjaan menjadi social entrepreneur," tambah Bahlil.
Dalam kurun waktu 2015-2019, Australia baru berinvestasi sebanyak USD1,8 miliar yang berada di peringkat 12 asal negara investor di Indonesia. Sektor yang mendominasi adalah pertambangan (44,7%), industri logam tidak termasuk permesinan dan peralatan industri (11,3%) serta perkebunan dan peternakan (9,4%). Sementara, lokasi investasi Australia terfokus di Kalimantan (23,5%) dan Sumatra (23,1%).
(ven)