Pelaku Industri Nilai Dampak Skandal Kasus Jiwasraya Hanya Sementara

Jum'at, 21 Februari 2020 - 20:18 WIB
Pelaku Industri Nilai Dampak Skandal Kasus Jiwasraya Hanya Sementara
Pelaku Industri Nilai Dampak Skandal Kasus Jiwasraya Hanya Sementara
A A A
JAKARTA - Pelaku industri asuransi meyakini kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tidak akan mempengaruhi kinerja industri asuransi jiwa ke depan. Sebagai informasi hingga Januari 2020, gagal bayar Jiwasraya telah mencapai Rp16 triliun. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) sebelumnya juga menyampaikan bahwa kasus tersebut tidak mewakili industri asuransi jiwa secara keseluruhan.

"Menurut saya, dampak kasus Jiwasraya hanya sementara. Dengan upaya yang sedang dan akan dilakukan OJK, AAJI dan masing-masing perusahaan asuransi jiwa, kondisi akan membaik dan tetap bisa tumbuh tahun ini," kata Direktur Utama Bhinneka Life Wiroyo Karsono saat dihubungi di Jakarta, Jumat (21/2/2020).

Keyakinan dia sejalan dengan pertumbuhan kinerja industri asuransi yang tetap positif di 2019. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, sepanjang tahun 2019 premi asuransi komersial yang dikumpulkan mencapai Rp281,2 triliun atau tumbuh 8,0% yoy. Adapun dengan premi asuransi jiwa sebesar Rp179,1 triliun atau tumbuh 4,1% yoy, serta premi asuransi umum/reasuransi sebesar Rp102,1 triliun.

Hal ini didukung permodalan industri asuransi yang terlihat dari Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 345,35% dan 789,37%, lebih tinggi dari threshold 120%.

Di sisi lain, aset industri asuransi (asuransi jiwa, asuransi umum, reasuransi dan asuransi wajib) juga tumbuh 5,91% (yoy) dari Rp862,8 triliun pada 2018 menjadi Rp913,8 triliun pada Desember 2019. Jika ditambah dengan BPJS menjadi Rp1.370,4 triliun. Sementara nilai aset asuransi Jiwasraya tercatat sebesar Rp22,03 triliun atau hanya sekitar 1,6% dari total aset industri asuransi.

Ke depan, kolaborasi antara semua pihak baik pelaku usaha, pemerintah, asosiasi dan regulator menjadi hal penting agar kasus serupa tidak berulang kembali. Untuk itu, dirinya mendukung upaya regulator dalam mempercepat reformasi Industri Keuangan Non Bank (IKNB).

"Mendukung penuh, pasti tujuannya meningkatkan kepercayaan dan minat masyarakat terhadap produk asuransi jiwa, yang memang sangat penting bagi tiap keluarga. Dan untuk perlindungan nasabah, antara lain pembentukan Lembaga Penjamin Pemegang Polis (LPPP)," ungkapnya.

Ekonom Universitas Sebelas Maret (UNS) Lukman Hakim juga mengapresiasi, langkah OJK untuk melakukan reformasi IKNB. Bahkan menurut dia, kalau bisa reformasi IKNB ini dapat diselesaikan tahun ini. "Saya setuju kalau OJK untuk reformasi non bank secepatnya. Reformasi IKNB harus dipercepat kalau perlu dalam setahun ini selesai semua aturan. Mungkin (aturan) dari perbankan bisa langsung didesain, bisa diimplementasikan," jelasnya.

Sejak tahun 2018, OJK telah melakukan reformasi di bidang IKNB yang meliputi reformasi pengaturan dan pengawasan, reformasi institusi dan reformasi infrastruktur. Rencananya reformasi IKNB akan rampung pada 2022.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6073 seconds (0.1#10.140)