Arab Saudi Picu Perang, Goldman Sachs Peringatkan Harga Minyak Bisa USD20/Barel

Senin, 09 Maret 2020 - 15:55 WIB
Arab Saudi Picu Perang, Goldman Sachs Peringatkan Harga Minyak Bisa USD20/Barel
Arab Saudi Picu Perang, Goldman Sachs Peringatkan Harga Minyak Bisa USD20/Barel
A A A
NEW YORK - Harga minyak mentah berjangka, Brent yang menjadi patokan Internasional telah ambles sebesar 31% menjadi USD31 per barel pada Minggu malam, saat Arab Saudi mencoba menekan Rusia dengan memangkas harga jual resmi (OSP) terbesar dalam 20 tahun. Bahkan Goldman Sachs mengeluarkan, peringatan bahwa harga minyak bisa terkapar hingga menyentuh level USD20 per barel.

(Baca Juga: Harga BBM Didesak Turun, Begini Reaksi Dirut Pertamina)

Arab Saudi mengeluarkan kebijakan yang mengejutkan, saat pembicaraan tentang pengurangan produksi antara OPEC dan sekutunya berakhir tanpa kesepakatan, Jumat kemarin. Dilansir YahooFinance, Senin (9/3/2020) keputusan Arab Saudi untuk memotong harga jual menambah tekanan pada pasar minyak dunia yang sudah terguncang oleh perlambatan ekonomi global di tengah wabah virus corona.

(Baca Juga: Arab Saudi dan Rusia Deklarasikan Perang, Harga Minyak Mentah Ambruk 29%)

Tercatat harga minyak mentah AS yakni West Texas intermediate telah jatuh sekitar 48% year-to-date. Hal ini secara otomatis menekan harga saham perusahaan raksasa minyak global seperti Exxon dan Chevron serta Transocean.

"Prognosis untuk pasar minyak dunia bahkan lebih mengerikan dibandingkan November 2014, ketika perang harga terakhir dimulai. Kini perang dagang kembali muncul di tengah runtuhnya permintaan minyak karena virus corona," ujar Ahli Strategi Minyak Goldman Sachs, Damien Courvalin dalam sebuah catatan kepada klien.

"Hal ini setara dengan shock permintaan 1Q09 di tengah gelombang produksi 2Q15 OPEC untuk kemungkinan harga 1Q16 hasil. Akibatnya kami memangkas proyeksi kami untuk 2Q dan 3Q20 dengan perkiraan harga Brent ke posisi USD30/barel. Dengan kemungkinan harga jatuh lebih dalam hingga USD20 per barel," sambung Damien Courvalin.

Lebih lanjut Ia menambahkan, kondisi ini sepenuhnya mengubah prospek untuk pasar minyak dan gas menurut Goldman Sachs. "Dalam pandangan kami, hal ini membawa kembali pedoman dari era minyak yang baru. Dimana dengan biaya rendah, produsen meningkatkan pasokan dari kapasitas untuk memaksa produsen yang lebih besar agar mengurangi output," paparnya.

Kemerosotan harga minyak sangat berat karena diikuti oleh kejatuhan pada ekuitas berjangka. "Selalu ada pemenang dan pecundang di pasar apapun, tapi sekarang harga bensin yang lebih rendah akan membuat kantong pekerja lebih banyak yang disimpan," ujar Chief Financial Economist MUFG Chris Rupkey.

Disintegrasi pengelompokan yang disebut OPEC + - yang terdiri dari OPEC plus produsen lain termasuk Rusia - mengakhiri lebih dari tiga tahun kerja sama dalam mendukung pasar. Yang terbaru, mereka bekerjasama untuk menstabilkan harga di bawah ancaman dari dampak ekonomi akibat wabah virus corona.

Dua sumber mengatakan kepada Reuters pada hari Minggu, Arab Saudi berencana untuk meningkatkan produksi minyak mentahnya di atas 10 juta barel per hari (bph) pada bulan April setelah kesepakatan untuk membatasi produksi berakhir pada akhir Maret. Eksportir minyak terbesar dunia itu sepertinya berusaha menekan Rusia, produsen terbesar kedua di dunia, karena tidak mendukung pemangkasan produksi yang diusulkan minggu lalu oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7293 seconds (0.1#10.140)