Kemenhub Diminta Tegas Tertibkan Perizinan Pelabuhan
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perhubungan melalui regulator Direktorat Jenderal Perhubungan Laut diminta harus berani menertibkan perizinan Terminal Khusus (Tersus) dan Terminal untuk Kepentingan Sendiri (TUKS).
Ketua Umum Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI), Aulia Febrial, mengatakan selama ini, perizinan soal penegasan aturan Tersus dan TUKS masih banyak dikeluhkan. Dia memisalkan pengurusan untuk perpanjangan konsesi saja masih ada yang belum selesai dalam waktu bertahun-tahun.
"Ada bahkan yang empat tahun izin konsesinya belum keluar-keluar. Tidak jelas maunya seperti apa, karena persyaratan yang diminta sudah dipenuhi semuanya. Kondisi ini menjadi salah satu hambatan, pertumbuhan investasi di bidang kepelabuhanan, yang harusnya tidak perlu terjadi," tuturnya, pada diskusi soal kepelabuhanan bertajuk "Perlunya Menata Kembali Pelabuhan" di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (10/3/2020).
Diskusi yang dipandu pakar maritim Raja Oloan Saut Gurning itu dihadiri Witono Soeprapoto dari DPP INSA dan mantan Ketua Otoritas PelabuhanTanjung Priok Bay M.Hasani serta Kepala Biro Hukum Kemenhub Wahyu Adji.
Diskusi tersebut menyoroti soal hak dan kewajiban dalam pengelolaan pelabuhan pada BUP. Persoalan lambannya penyelesaian perizinan ini, kata Aulia, menjadi contoh buruk dalam pelayanan dan menghambat investasi.
"Yang kami tahu, ada satu persoalan yangn juga tidak bisa diselesaikan, sehingga ada anggota kami yang terkatung-katung sampai empat tahun. Pokoknya hanya seuprit tapi tidak selesai-selesai," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum Kemenhub, Wahyu Adji, memastikan pihaknya akan mendengarkan masukan dari masyarakat. Selain itu, setiap regulasi khususnya terkait kepelabuhanan juga akan dimaksimalkan tindaklanjutnya.
Apalagi, kata Wahyu, pemerintah mempunyai kewenangan terkait pengaturan, pengendalian, sampai pengawasan. Ia juga terbuka kalau ada usulan perubahan peraturan.
"Setiap UU perlu dievaluasi guna memperoleh suatu pemahaman kondisi hukum yang ada. Sehingga perlu melibatkan pemangku kepentingan, masyarakat, pengguna jasa untuk mendapatkan masukan," pungkas Wahyu.
Kemenhub dinilai masih belum maksimal menangani pengawasan soal TUKS dan Tersus, sebab saat ini masih banyak TUKS dan Tersus yang tidak sesuai dengan UU Nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran. Padahal, penertiban itu juga sudah diatur melalui Instruksi Dirjen Laut Nomor UM.008/81/18/DJPL.
Ketua Umum Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI), Aulia Febrial, mengatakan selama ini, perizinan soal penegasan aturan Tersus dan TUKS masih banyak dikeluhkan. Dia memisalkan pengurusan untuk perpanjangan konsesi saja masih ada yang belum selesai dalam waktu bertahun-tahun.
"Ada bahkan yang empat tahun izin konsesinya belum keluar-keluar. Tidak jelas maunya seperti apa, karena persyaratan yang diminta sudah dipenuhi semuanya. Kondisi ini menjadi salah satu hambatan, pertumbuhan investasi di bidang kepelabuhanan, yang harusnya tidak perlu terjadi," tuturnya, pada diskusi soal kepelabuhanan bertajuk "Perlunya Menata Kembali Pelabuhan" di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (10/3/2020).
Diskusi yang dipandu pakar maritim Raja Oloan Saut Gurning itu dihadiri Witono Soeprapoto dari DPP INSA dan mantan Ketua Otoritas PelabuhanTanjung Priok Bay M.Hasani serta Kepala Biro Hukum Kemenhub Wahyu Adji.
Diskusi tersebut menyoroti soal hak dan kewajiban dalam pengelolaan pelabuhan pada BUP. Persoalan lambannya penyelesaian perizinan ini, kata Aulia, menjadi contoh buruk dalam pelayanan dan menghambat investasi.
"Yang kami tahu, ada satu persoalan yangn juga tidak bisa diselesaikan, sehingga ada anggota kami yang terkatung-katung sampai empat tahun. Pokoknya hanya seuprit tapi tidak selesai-selesai," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum Kemenhub, Wahyu Adji, memastikan pihaknya akan mendengarkan masukan dari masyarakat. Selain itu, setiap regulasi khususnya terkait kepelabuhanan juga akan dimaksimalkan tindaklanjutnya.
Apalagi, kata Wahyu, pemerintah mempunyai kewenangan terkait pengaturan, pengendalian, sampai pengawasan. Ia juga terbuka kalau ada usulan perubahan peraturan.
"Setiap UU perlu dievaluasi guna memperoleh suatu pemahaman kondisi hukum yang ada. Sehingga perlu melibatkan pemangku kepentingan, masyarakat, pengguna jasa untuk mendapatkan masukan," pungkas Wahyu.
Kemenhub dinilai masih belum maksimal menangani pengawasan soal TUKS dan Tersus, sebab saat ini masih banyak TUKS dan Tersus yang tidak sesuai dengan UU Nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran. Padahal, penertiban itu juga sudah diatur melalui Instruksi Dirjen Laut Nomor UM.008/81/18/DJPL.
(ven)